Harianmomentum.com--Berdasarkan Undang
Undang (UU) nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pada pasal 12 ayat 3
menyatakan bahwa defisit anggaran atau defisit APBN maksimal 3 persen dan
jumlah hutang maksimal 60 persen. Negara Indonesia dari tahun 2010 hingga 2018
masih tidak mengalami defisit anggaran ataupun APBN atau disiplin fiskal,
terlihat dari data diagram batang bahwa defisit pemerintah masih di bawah 3 persen.
Demikian dikemukakan Suminto dalam diskusi yang diselenggarakan Ormas
Taruna Merah Putih dengan tema “Menakar Hutang Jokowi” di Jakarta belum lama
ini seraya menambahkan, rasio utang pemerintah Indonesia dari tahun 2010 hingga
2018 masih di bawah dari 60 persen, sehingga keuangan pemerintah Indonesia
masih sehat.
“Belanja APBN yang produktif, dimana terdapat pertumbuhan antara 2014 hingga
2018 untuk pendidikan sebesar 25,7 persen dan infrastruktur sebesar 165,5 persen,”
ujar salah satu Direktur di Kementerian Keuangan RI tersebut.
Sementara itu, Wahyu Widodo mengatakan, hutang tidak dapat dilihat dari
satu sisi saja, dengan kehati-hatian dan perhitungan yang matang, maka hutang
akan produktif dan positif.
Dalam konteks negara, hutang dikarenakan defisit anggaran untuk
melakukan kegiatan-kegiatan ekspansif pemerintah dalam upaya mempercepat
pembangunan negara.
“Struktur utang pemerintah terdiri dari pinjaman dan surat berharga
nasional (SBN). Defisit Anggaran pemerintah tahun 2018 sebesar Rp 325,9
Triliun, tetapi masih di bawah 3 % dan jumlah utang Indonesia dibatasi maksimal
sebesar 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB),” ujar perwakilan Kedeputian
III Kantor Staf Presiden RI ini seraya menegaskan, masih ada kepercayaan pasar
untuk berinvestasi di Indonesia.
Kegiatan diskusi dengan tema "Menakar Hutang Jokowi" merupakan bentuk kegiatan rutin penggalangan dan cipta opini yang dilakukan oleh unsur underbow kekuasaan apakah dalam bentuk Ormas, LSM, lembaga kajian atau lembaga survei, media massa ataupun organisasi kemahasiswaan yang selama ini sepakat atau percaya dengan pemerintah, sehingga mereka bersedia digalang untuk dijadikan “juru penerangan” yang berusaha untuk meyakinkan atau mengcounter pernyataan-pernyataan yang mendiskreditkan pemerintahan Joko Widodo oleh lawan politik mereka. “Hal ini terlihat dari pembicara tidak satupun yang berasal dari kelompok anti pemerintah,” ujar pengamat masalah intelijen Kamagi Malik di Jakarta. (red)
Editor: Harian Momentum