MOMENTUM, Bandarlampung--Sejumlah dokter di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM), pekan lalu mogok kerja. Bahkan, ada dua dokter yang mengundurkan diri.
Akibatnya, perawatan di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Lampung itu pun terganggu. Beberapa poli perawatan terhenti beberapa hari, seperti bedah, anak, dan penyakit dalam.
Peristiwa itu mengejutkan. Bagaimana mungkin, rumah sakit yang menjadi rujukan terakhir di tingkat provinsi, menghentikan tugas dan kewajibannya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Informasi yang beredar di berbagai media, peristiwa itu dipicu persoalan honor kinerja pegawai RSUAM, termasuk dokter, sejak Februari 2019 hingga kini belum juga dibayar.
Pihak rumah sakit beralasan, seperti disampaikan Kepala Sub Bagian Humas RSUAM Akhmad Sapri kepada media, pembayaran honor kinerja dokter itu bergantung pada pembayaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada RSUAM.
Alasan itu sepintas memang masuk akal dan bisa dipahami. Mengingat, sudah menjadi pengetahuan umum, jika BPJS sedang kesulitan keuangan yang pada tahun 2019 ini defisitnya diperkirakan mencapai Rp28 triliun (republika, 18 Juli 2019).
Namun, alasan itu sebenarnya menunjukkan ketidakcakapan manajemen RSUAM melakukan tata kelola keuangan dan administrasi secara baik. Dengan menimpakan kesalahan (karena tak mampu bayar honor kinerja tepat waktu) kepada pihak lain (BPJS), justru membuktikan bagaimana kondisi manajemen rumah sakit ini.
Sungguh, sulit diterima akal waras, rumah sakit terbesar di Provinsi Lampung dengan akreditasi Tipe B --kabarnya kini sedang proses akreditasi ke Tipe A, menunggak bayar kinerja karyawannya, dokter dan perawat, hingga enam bulan!
Kebayang gak sih, sebuah lembaga yang investasinya berasal dari uang negara melalui APBD dan APBN, serta menerima bayaran dari setiap tindakan layanan kesehatan, tetapi nunggak bayar kinerja karyawan.
Soal BPJS belum bayar ke RSUAM, tentu tidak bisa dijadikan alasan untuk kemudian tidak membayar honor kinerja karyawan. Karena hal ini menjadi kewajiban manajemen mencarikan solusi sehingga tidak sampai merugikan karyawan.
Selain itu, tuntutan para dokter soal transparansi, setidaknya juga menunjukkan ada yang tidak beres dalam pengelolaan rumah sakit. Hal ini juga diungkapkan perawat setempat yang menyebutkan, selama ini manajemen RSUAM tidak terbuka terkait masalah keuangan.
"Selama tidak ada transparansi, sengketa antara dokter, perawat dan manajemen rumah sakit, akan terus terjadi dan berlarut-larut, khususnya terkait dengan honor kinerja dokter dan perawat," katanya perawan yang tidak bersedia namanya ditulis.
Terlambat bayar honor kinerja, bukan kali ini saja. Sebelumnya juga sudah sering terjadi. Bahkan yang perlu dicatat: Honor kinerja itu belum sekalipun dibayar tepat waktu!
Namun, yang menjadi soal, para pegawai tidak pernah tahu berapa nilai honor yang akan diterima karyawan setiap bulan. Kebijakan ini menjadi misteri manajemen RSUAM.
Sebenarnya, perawat itu mengungkapkan, sudah ada upaya yang dilakukan manajemen rumah sakit untuk menyelesaikan persoalan honor kinerja dengan mengundang konsultan profesional dan indenpenden dari Jakarta.
Diungkapkan, honor kinerja ini berasal dari total penerimaan rumah sakit lalu dikurangi biaya operasional. Sisanya, dibagi sesuai porsi dan kinerja karyawan.
Konsultan itu, kata dia, memberikan formula pembagian honor kinerja sebesar 60 persen untuk pihak yang melakukan tindakan medis, 30 persen untuk yang melakukan perawatan, dan 10 untuk administrasi.
Formula itu sebenarnya dinilai cukup adil. Meski, menurut perawat itu, porsi 60 persen untuk tindakan dokter yang aktif melakukan tindakan medis, masih jauh jika dibandingkan dengan honor yang diterima di swasta.
"Tapi kan dokter itu kebanyakan PNS (pegawai negeri sipil) yang sudah mendapatkan gaji dari pemerintah," katanya. Yang menurut dia, tidak tepat jika membandingkan antara honor di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta.
Pada sisi lain, sejumlah dokter di RSUAM juga kurang aktif melakukan tugasnya. Akibatnya, honor yang diterima --dihitung berdasarkan kinerja-- menjadi tidak maksimal.
Seperti "berbalas pantun". Kinerja dokter yang tidak maksimal, "dibalas" oleh manajemen rumah sakit dengan "mengabaikan" tuntutan dokter yang tidak juga memperbaiki kinerjanya.
Karena itu, untuk menuntaskan persoalan agar tidak berlarut dan berulang: Ganti manajemen! Ganti dengan mereka yang memiliki komitmen memajukan rumah sakit, memberikan pelayanan kesehatan terbaik, sekaligus menyejahterakan karyawan. (mfn).
Editor: Harian Momentum