Harianmomentum--Temuan
Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai tingkat kemiskinan di Indonesia bukan hal
yang mengejutkan.
Dalam laporan terbaru yang dirilis BPS menyebutkan, angka kemiskinan
makin parah dalam enam bulan terakhir.
"Laporan BPS
sebenarnya sudah bisa ditebak dengan melihat aktivitas ekonomi di pusat-pusat
perdagangan yang sepi pembeli," ujar Ketua Presidium Perhimpunan
Masyarakat Madani (PRIMA) Sya’roni kepada redaksi seperti dikutip rmol.co,
Selasa (18/7).
Menurut Sya'roni
meningkatnya angka kemiskinan sebagaimana dilaporkan BPS menjadi bukti ada yang
salah dengan kebijakan ekonomi pemerintahan Jokowi-JK. Kebijakan fiskal yang
semestinya menjadi stimulus ekonomi kerakyatan dibajak hanya menguntungkan
pihak tertentu.
"Sehingga angka
kemiskinan yang tadinya diharapkan dapat terpangkas ternyata makin
melonjak," katanya.
Diantara kebijakan yang
jelas-jelas menyengsarakan rakyat miskin adalah pengurangan subsidi BBM dan
listrik. Kebijakan ini membuat rakyat miskin harus menanggung dampak kenaikan
harga barang dan jasa.
Menurutnya, dengan
kenaikan barang-barang maka daya beli rakyat semakin melemah sehingga
memperdalam angka kemiskinan.
"Solusinya,
Presiden Jokowi harus segera mengubah arah haluan pembangunan ekonomi, agar
lebih berpihak kepada rakyat kecil," tukas Sya'roni.
Laporan BPS yang dirilis
baru-baru ini mencatatkan Indeks Kedalaman Kemiskinan dam Indeks Keparahan
Kemiskinan mengalami peningkatan.
Indeks Kedalaman
Kemiskinan di wilayah perkotaan pada Maret 2017 sebesar 1,24, sedangkan di
wilayah perdesaan mencapai 2,49. Masing-masing meningkat dibanding September
tahun lalu yang sebesar 1,21 dan 2,32.
Sementara untuk Indeks
Keparahan Kemiskinan naik dari 0,44 di September 2016 menjadi 0,48 di Maret
2017.
BPS mencatat jumlah
penduduk miskin di bulan ketiga ini sebanyak 27,77 juta orang dengan persentase
10,64 persen. (sam/rmol)
Editor: Harian Momentum