MOMENTUM, Jakarta--Prof Dr Rajab Ritonga BA MSi dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) di Aula Adhiyana, Wisma Antara, Jakarta, Selasa (10-12-2019).
Mantan wartawan dan direksi LKBN Antara itu, dalam sidang Dewan Guru Besar Moestopo, menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul "Triple Helix Sumber Daya Wartawan Indonesia yang Terdidik dan Kompeten".
Triple-Helix diperkenalkan Etzkowitz dan Leydesdorff, untuk mengembangkan pendidikan, yang melibatkan pemerintah, industri, dan universitas (akademisi). Dalam kaitan ini, Rajab memandang perlu triple-helix (pemerintah, pendidikan, industri media) untuk menghasilkan sumber daya wartawan terdidik dan kompeten.
Menurut risetnya, permasalahan wartawan dapat diselesaikan dengan pendidikan model triple helix. Ini karena, saat ini belum ada standar pendidikan calon wartawan yang rigid.
"Siapa pun boleh menjadi wartawan tanpa melihat pendidikan S-1. Dewan Pers menegaskan, menjadi wartawan merupakan hak asasi warga negara, tidak ada ketentuan yang membatasi hak seseorang menjadi wartawan," kata Rajab.
Menjadi wartawan, lanjutnya, tidak harus lulusan program jurnalistik atau fakultas ilmu komunikasi, sehingga bidang pekerjaan itu diisi SDM dengan latar belakang ilmu beraneka-ragam. Ini berbeda bila dibandingan dengan profesi lain, misalnya dokter, jaksa, hakim, dan lainnya.
Rajab menyebutkan, di Indonesia pendidikan dan pembentukan calon wartawan lulusan S-1 berbagai bidang, juga tidak berstruktur. Perusahaan pers yang baik merekrut calon wartawannya dan memberi mereka pelatihan sebelum ditugaskan sebagai wartawan.
Pendidikan itu biasanya dilaksanakan sendiri, ataupun melalui jasa pihak ketiga, namun tak banyak perusahaan media yang melakukan hal tersebut. Banyak juga calon wartawan direkrut tanpa melalui pelatihan, langsung meliput, dan belajar dengan wartawan senior.
Agar SDM di bidang jurnalistik mempunyai kompetensi, dia mengatakan perlu mekanisme untuk mengatur pendidikan profesi calon wartawan. "Saya mengusulkan pendidikan profesi bidang media dan jurnalisme sebagai pendidikan strata-2," kata dia.
Dia mengatakan berdasarkan hasil penelitian, jika wartawan kompeten dalam menjalankan tugas jurnalistik maka terjadi penurunan frekuensi pelanggaran yang dilakukannya. Wartawan tersebut juga akan menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas.
Selain pendidikan, salah satu pembentuk kualitas wartawan adalah upah yang layak. Dia mengatakan sampai saat ini masih banyak perusahaan yang membayar wartawan tidak sesuai standar UMR.
"Tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan terjadinya penyalahgunaan profesi kewartawanan, seperti praktik suap," kata dia.
Rajab Ritonga dilahirkan di Sipirok, Sumatera Utara, 30 Desember 1958. Sejak masih kanak-kanak, Rajab merantau ke Jakarta, menyelesaikan sekolah dasar, meraih sarjana di UGM, meraih doktor ilmu komunikasi Universitas Indonesia, dan guru besar di Moestopo (Beragama).
Karier kewartawannya dimulai dari reporter di Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, kemudian bergabung ke LKBN Antara. Di LKBN Antara, Rajab meraih posisi puncak di jajaran direksi dengan jabatan Sekretaris Lembaga, kemudian Direktur SDM dan Umum Perum LKBN Antara. Rajab aktif sebagai pengurus PWI Pusat dan Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia (ISWAMI).(red)
Editor: Harian Momentum