MOMENTUM, Bandarlampung--Presiden Joko Widodo pada pidato pertama setelah dilantik sebagai Presiden RI periode 2019-2024 menyinggung akan membuat sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut Omnibus Law.
Dikutip kompas.com, menurut Jokowi, melalui Omnibus Law tersebut akan dilakukan penyederhanaan kendala regulasi yang saat ini berbelit dan panjang. Rencananya Presiden ingin mengajak DPR-RI untuk membahas 2 Undang-Undang besar yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU bahkan puluhan UU.
Akan tetapi usulan konsep Omnibus Law tersebut mendapat reaksi penolakan dari elemen buruh karena dinilai bukan cara terbaik untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melalui siaran pers menyimpulkan ada 6 alasan mendasar menolak Omnibus Law yakni 1) menghilangkan upah minimum karena menerapkan sistem upah per jam, 2) menghilangkan pesangon karena digantikan dengan tunjangan PHK, 3) Penggunaan Outsourcing dan Buruh Kontrak Diperluas, 4) Lapangan pekerjaan yang tersedia berpotensi diisi Tenaga Kerja Asing (TKA) unskill, 5) Jaminan Sosial Terancam Hilang,6) Menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha. Namun pada dasarnya, penolakan KSPSI tersebut disinyalir karena elemen buruh merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan RUU Omnibus Law, sehingga merasa dirugikan.
Memahami apa itu gagasan Omnibus Law. Meskipun Indonesia menganut sistem hukum civil law, sementara Omnibus Law lahir dari tradisi sistem hukum common law. Namun dalam dunia digital ecosystem dan global governance, tidak ada salahnya Indonesia menerobos ruang batas tersebut. Omnibus law lebih dikenal dengan istilah omnibus bill dalam pembuatan regulasi, dengan membuat satu undang-undang baru untuk mengamandemen beberapa Undang-Undang sekaligus. Beberapa Negara di Asean yang telah menerapkan Omnibus Law diantaranya, Filipina dan Vietnam.
Penyederhanaan regulasi agar lebih tepat sasaran serta disharmoni peraturan perundang-undangan terkait perizinan di berbagai sektor, nampak yang menjadi ide gagasan pembuatan Omnibus Law oleh Presiden Jokowi, dalam rangka menyelesaikan hambatan perizinan berusaha. Sebelumnya, Pemerintah telah menerbitkan PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang lebih dikenal dengan Online Single Submission (OSS). OSS merupakan salah satu output dari kebijakan percepatan perizinan berusaha.
Arahan Presiden Jokowi terkait Omnibus Law sangat jelas yakni mengarah pada cipta lapangan kerja yang substansinya tetap terkait dengan ekosistem investasi. Tujuaannya adalah penguatan perekonomian untuk penciptaan dan perluasan lapangan kerja, peningkatan ekosistem investasi dan kemudanan serta perlindungan UMKM. Muatan dalam Omnibus Law mencakup penyederhanaan perijinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahaan berusaha, dukungan riset dan inovasi, penataan adminstrasi pemerintahaan, aturan pengenaan sanksi, aturan tata ruang dan pengadaan lahan, kemudahaan proyek pemerintah serta pemberian fasilitas kawasan ekonomi.
Gagasan untuk memulai menggunakan Omnibus Law memang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh banyaknya Undang-Undang yang menghambat kemudahan berusaha dan investasi di Indonesia, sehingga diperlukan suatu aturan perundangan yang dapat mengamandemen perundangan lain.
Namun Pemerintah dan DPR-RI perlu cermat dalam menyusun RUU Omnibus Law. Keberadaan Omnibus Law pada nantinya akan mengakselerasi hambatan dari aturan yang tumpang tindih ini, sehingga kepastian berusaha dapat dijamin khususnya kepada investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu, tugas utama yang harus dilakukan dalam menyusun Omnibus Law yakni menganalisis peraturan perundang-undangan secara horizontal dan vertikal serta hirarki hukum dari tingkat tertinggi hingga terendah, karena implementasi dari Omnibus Law tersebut nantinya untuk memformulasikan aturan khusus terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang saling terkait.
Meskipun perombakan peraturan perundangan-undangan dalam rangka penyederhanaan regulasi sedang difokuskan oleh Presiden Jokowi, namun kesejahteraan rakyat Indonesia tetap menjadi prioritas.(**)
Oleh : Iqbal Fadillah.
Editor: Harian Momentum