MOMENTUM, Bandarlampung--Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok, Dadang Wihana mengatakan bahwa setiap badan usaha atau usaha lainnya wajib memiliki garasi. Hal tersebut diatur dalam Perda Penyelenggaraan Bidang Perhubungan, yang merevisi perda sebelumnya yakni Perda Nomor 2 tahun 2012. Perda tersebut diketahui telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama dengan kelima perda lainnya pada Rahu (8/1/2020) di gedung DPRD Kota Depok. Dalam perda yang singkatnya disebut Perda Garasi, ada tambahan dua pasal yang khusus mengatur tentang garasi. Pasal tersebut yakni Pasal 34A dan 34B.
Adapun bunyi kedua pasal itu sebagai berikut: Pasal 34A berbunyi: (1) Setiap atau badan usaha pemilik Kendaraan Bermotor wajib memiliki atau menguasai garasi. (2) Memiliki atau menguasai Garasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu: a. milik sendiri; b. sewa; c. garasi bersama (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penguasaan atau pemilikan garasi diatur dengan Peraturan Wali Kota.
Sementara dalam Pasal 34B berbunyi: (1) Pelanggaran terhadap pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 34A dikenakan sanksi administrasi; (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa a. Peringatan tertulis, dan b. Denda administrasi (3) Terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 34A dikenakan denda administrasi paling banyak Rp 2.000.000. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administrasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Wali Kota.
Menghindari ketidakteraturan Dadang menyebutkan, perda tersebut dibuat untuk menghindari ketidakteraturan di tengah warga. Perda ini merupakan jalan keluar dari keluhan warga mengenai adanya kendaraan yang terparkir di fasilitas umum yang menganggu aktivitas warga. Data di lapangan ternyata memang ditemui banyak bahu jalan digunakan sebagai garasi. Hal ini dirasa mengganggu dan seringkali terjadi konflik diantara warga.
Wakil Wali Kota Depok, Pradi Supriatna menuturkan, Perda baru ini merupakan upaya pemerintah kota untuk menekan banyaknya warga yang memarkirkan kendaraan dengan sembarangan di Kota Depok. Raperda itu sudah diusulkan sejak Juli 2019. Kini perda tersebut telah disahkan untuk kemudian akan dibahas lebih lanjut terkait mekanisme pelaksanaannya. Perda ini masih butuh waktu 2 tahun hingga akhirnya diimplementasikan.
Tahun pertama, Pemkot akan menyusun regulasi berupa pedoman teknis dan mekanisme pengaturan. Tahun kedua, sosialisasi, fasilitasi dan asistensi kepada warga. Pasal yang khusus mewajibkan pemilik mobil memiliki garasi ini bertujuan untuk menjaga keteraturan di tengah warga dan terjaganya ruang milik jalan sesuai peruntukannya. Jika sudah diterapkan dua tahun kemudian, maka barulah sanksi atau denda itu bisa diterapkan. Nilai denda administratif maksimum Rp 2 juta.
Perlu Didukung
Ide Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat yang akan mengenakan nilai denda administrative sebesar Rp 2 juta patut didukung karena selain untuk menekan ketidakteraturan warga dalam memarkir kendaraan, sehingga menambah jenjang kemacetan di jalan raya.
Selain ide mengenakan denda parkir mobil secara sembarangan, ide lainnya yang perlu mendapatkan pencermatan yaitu urgensi dilakukannya operasi lalu lintas sepanjang tahun. Terus apa manfaat kedua ide diatas ?
Manfaat pertama adalah menekan impor migas di Indonesia. Presiden Joko Widodo kembali menyinggung persoalan impor migas di Indonesia. Presiden sudah mengetahui pihak yang selama ini mendapatkan untung besar dari impor minyak dan gas. Hal tersebut disampaikan saat sambutan Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Istana Negara, Jakarta. Untuk itu, Presiden Jokowi memberikan peringatan kepada para pemain impor migas tersebut. Sementara, Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilis per 16 Desember 2019, impor migas mencapai 2,13 miliar dollar AS pada November 2019. Nilai tersebut naik 21,6 persen dibandingkan Oktober 2019. Tetapi, secara kumulatif nilai impor migas pada Januari hingga November 2019 adalah 156,22 miliar dollar AS atau turun 9,88 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Berikut data impor migas selama 10 tahun berturut-turut: 1. 2018: 49,216 juta ton 2. 2017: 50,37 juta ton 3. 2016: 48,325 juta ton 4. 2015: 48,309 juta ton 5. 2014: 48,869 juta ton 6. 2013: 49,053 juta ton 7. 2012: 44,255 juta ton 8. 2011: 43,727 juta ton 9. 2010: 40,499 juta ton 10. 2009: 36,006 juta ton. Jika impor migas dapat ditekan di Indonesia, maka akan mempercepat pemulihan defisit neraca pembayaran/berjalan, karena salah satu yang memperparah defisit neraca adalah membludaknya impor migas.
Manfaat kedua adalah mengurangi jumlah pemilik mobil, termasuk pemilik “mobil bodong” juga akan menjual murah mobilnya karena jika dipakai akan tertangkap dalam operasi lalu lintas yang dilaksanakan sepanjang tahun, sehingga akan mengurangi kemacetan lalu lintas sekaligus mengurangi secara signifikan pencemaran udara atau lingkungan.
Manfaat ketiga adalah penerapan Perda garasi yang sebaiknya juga diterapkan di Indonesia juga akan meniadakan potensi segregrasi sosial ditengah masyarakat, karena “suara protes” terhadap pemilik mobil yang tidak memiliki garasi juga tersebat di Medsos dan sejumlah banner di beberapa wilayah yang berbunyi antara lain “Siapkan garasinya dulu, sebelum membeli mobil. Jalan kampung adalah milik warga Bro…..bukan garasi mobil pribadimu. Jangan rampas hak jalan untuk orang lain seperti dimuat di https://megapolitan.kompas.com/read/2020/01/14/12341731/ini-isi-perda-garasi-yang-wajibkan-pemilik-mobil-di-depok-punya-garasi?page=all).
Manfaat keempat adalah pemerintah atau negara akan mendapatkan pendapatan dari sektor transportasi umum yang akan mengalami pertumbuhan signifikan, dimana pendapatan ini sebagai pengganti berkurangnya pendapatan dari sektor STNK dan BPKB dari kemungkinan para pemilik mobil yang tidak memiliki garasi akhirnya menjual mobilnya.(**)
Oleh : Wilnas dan Agung Wahyudin. Kedua penulis adalah dosen dan pengamat tata perkotaan.
Editor: Harian Momentum