MOMENTUM, Bandarlampung--Dibukanya investasi untuk pulau-pulau terluar patut diapresiasi sekaligus diwaspadai. Diapresiasi, karena investasi dapat menambah peningkatan ekonomi Indonesia di tengah pelemahan ekonomi global. Diwaspadai, karena akan berpotensi meminggirkan nelayan dan kelestarian lingkungan.
Terlepas benar atau tidaknya anggapan keduanya itu, memang terlalu dini memberikan kesempatan investor asing untuk mengelola pulau terluar. Hal ini mengingat regulasi yang ada masih minim (banyak yang belum diatur) dan tumpang tindih. Jika tidak dilakukan penambahan hukum dan disinkronkan terlebih dahulu, pelaksanaannya akan tabrakan, entah masalah pengelolaan pulaunya, zonasinya, dan investasinya.
Hukum yang tumpang tindih, sebut saja regulasi dengan mengacu pada UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, khususnya Pasal 26A membolehkan investasi asing untuk pemanfaatan pulau terluar dan pemanfatan perairan sekitarnya dengan kewenangan dibawah menteri kelautan dan perikanan. Ini berbeda dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional yang menanggap aturan diserahkan pemerintah daerah agar mengacu pada rencana desain tata ruang di daerah. Belum lagi peraturan yang ada di Badan Kordinasi Penanaman Modal, Kementerian Lingkungan Hidup, dan pemerintahan daerah setempat. Tentu kalau tidak disinkronkan akan terjadi benturan kepentingan.
Sedangkan persoalan hukum yang belum diatur, misalnya tak jarang penyelenggaraan investasi asing di bidang pariwisata masih memakai website yang beralamatkan luar negeri, sehingga timbul kecurigaan kepemilikan pulau oleh asing. Ada lagi, belum ada aturan sektor apa yang diprioritaskan dalam pemanfaatan pengelolaan pulau terluar. Ini bisa memunculkan penyalahgunaan pemanfaatan karena rentan dengan urusan pertahanan keamanan batas negara.
Praktik lainnya yang belum diatur dan begitu penting adalah hak dan kewajiban akses masyarakat setempat terhadap satu pulau setelah terjadi investasi pulau asing. Dan yang terakhir belum ada aturan tentang persoalan kelestarian lingkungan. Keduanya (masyarakat dan lingkungan) dikatakan penting mengingat seringkali investasi yang terjadi karena terlalu fokus genjot pertumbuhan ekonomi terus meniadakan keberadaan masyarakat setempat dan lingkungan sehingga kerugiannya jauh lebih besar dibanding nilai investasinya. Masyarakat jadi terpinggirkan dan lingkungan menjadi rusak.
Dari sini, perlu ada perbaikan dan penambahan terus menerus materi hukum, struktur serta budaya hukum masyarakat setempat sehingga konflik kepentingan antara pusat dan daerah, pemerintah dan masyarakat bisa tertangani dengan baik. Apalagi perihal investasi pulau asing perlu ada perlakuan khusus mengingat pertama, secara fisik terbatas tetapi sumber daya lautnya melimpah. Kedua, terkait pertahanan keamanan batas wilayah negara. Ketiga, secara sosiologis masyarakat pulau terluar cenderung memiliki tradisi yang berbeda. Maka aturan main dan persoalan kordinasi lintas stakeholder dan komunikasi ke masyarakat perlu dilakukan secara beda dengan investasi yang lainnya.
Mengubah mindset pemerintah terkait pembangunan juga dirasa perlu dilakukan. Selama ini pembangunan selalu abai dengan rakyat dan lingkungan. Pembangunan cenderung memakai satu prinsip tujuan yakni dipergunakan untuk tujuan akumulasi kapital. Untuk itu perlu ada aturan dan cara pandang baru bahwa peningkatan ekonomi harus tetap menjaga kemakmuran rakyat dan terjaganya kelestarian lingkungan. Tiga prinsip ini yang perlu dijadikan landasan pembangunan, yaitu ekonomi, rakyat, dan lingkungan. Bila investasinya mengindahkan tiga hal itu atau tidak mengakomodir salah satu dari tiga prinsip tersebut maka tak perlu dilakukan karena pasti akan berdampak buruk. Oleh karena itu, pemerintah sebagai penjaga kekayaan alam harus menggunakan kewenangannya agar tiga prinsip pembangunan itu berjalan dengan baik.
Tapi sekali lagi, Di tengah melemahnya kondisi perekonomian global, pemerintah Indonesia mau tidak mau harus berupaya menggenjot ekonomi nasional. Melalui diplomasi ekonomi dengan mengajak negara-negara sahabat untuk berinvestasi pulau luar di Indonesia tentu menjadi peluang strategis agar ekonomi berjalan dengan baik. Pilihan ini memang serba sulit namun keputusan berani haruslah diambil oleh pemerintah untuk menjaga pendapatan negara berjalan seimbang, mengakhiri dilema pengelolaan pulau dan kurang dimanfaatkannya pulau terluar.(**)
Oleh: Almira Fadhillah. Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Universitas Gunadarma yang jadi pemerhati masalah kewilayahan.
Editor: Harian Momentum