MOMENTUM, Bandarlampung--Tower crane itu punya pemerintah daerah. Disewa oleh pengusaha. Beritahu, jangan asal berita- berita dong.
Begitu pernyataan Walikota Herman HN, saat dikonfirmasi terkait keberadaan tower crane di dua lokasi proyek Dinas Pekerjaan Umum (PU) setempat.
Ucapan orang nomor satu di Bandarlampung itu langsung membuat sebagian air teh yang hendak kuteguk keluar lagi. Tertegun. Setengah tak percaya atas ucapan itu.
Rekaman hasil wawancara yang dikirim wartawan pagi itu sampai kuputar berulang kali. Takut salah dengar. Bahkan sampai kutelpon kembali si wartawan. Benar walikota mengeluarkan pernyataan seperti itu? "Iya bang. Ini beritanya sedang saya ketik," jawab wartawan, dua minggu lalu.
Sembari menunggu kiriman berita, otakku menerawang jauh pada masa lampau. Belasan tahun lalu. Tepatnya di tahun 2009. Pertama kali mulai liputan di pemkot. Sejak saat itu hingga kini, seingatku pemkot belum pernah membeli tower crane.
Untuk memastikan. Kubuka situs LPSE Bandarlampung. Siapa tau pengadaan alat berat senilai miliaran rupiah itu pernah ditenderkan. Hasilnya? Tetap sama. Tidak pernah ada lelang tower crane.
Lalu berinisiatif searching di google.com, siapa tau sumbangan pihak ketiga. Logikanya, ketika walikota menerima sumbangan armada pengangkut sampah saja, pasti ada beritanya. Tidak mungkin hibah alat berat yang nilainya miliaran luput dari pemberitaan kawan- kawan wartawan.
Hasilnya, tetap sama. Tidak pernah ada sumbangan tower crane dari pihak ketiga. Bersamaan dengan itu, kiriman berita dari wartawan di lapangan masuk ke email.
Setelah diedit, berita itu langsung tayang di online. Beberapa menit kemudian, banyak pihak yang angkat bicara. Mungkin tergugah atas berita berjudul "Bela Kontraktor, Walikota Sebut Tower Crane Milik Pemda" itu.
Dari sekian banyak komentar, aku lebih tertarik membaca pernyataan dari Yuhadi, Ketua Komisi III DPRD Bandarlampung.
"Lebih dari lima tahun bertugas di Komisi III yang memang bermitra dengan Dinas PU, saya tidak pernah melihat ada usulan anggaran pembelian tower crane itu," begitu pesan yang dia kirim melalui Whatsapp (WA).
Selanjutnya Yuhadi pun menantang walikota untuk membuktikan kepemilikan dua tower crane itu ke publik.
"Kalau memang itu punya pemkot, tolong buktikan. Kapan dibelinya? Berapa anggarannya? Pihak ketiga mana pemenang tendernya?" cecarnya dalam pesan itu.
Komentar itu sangat menarik. Bukan karena hubungan politiknya berseberangan dengan walikota. Tetapi selaku anggota dewan yang lama bertugas di Komiisi III tentu dia sangat paham anggaran apa saja yang pernah diajukan Dinas PU selama ini.
Aku meminta izin, mengutip komentar pedas itu untuk dijadikan berita. Setelah mendapat persetujuan, berita berjudul "DPRD Tantang Walikota Buktikan Kepemilikan Tower Crane" langsung tayang di online.
Malamnya, kucoba menghubungi Kepala BPKAD setempat. Dia pun mengaku tidak pernah mengetahui jika tower crane itu milik pemkot. Tidak tercatat di bagian aset. Lalu kutelpon Kepala Bapenda. Sang pejabat menyatakan tidak pernah ada pajak dari tower crane.
Ingin kutelpon kembali Herman HN untuk konfirmasi ulang, tapi tidak punya nomornya. Ya sudah, mungkin lewat tulisan ini saja kutanyakan.
Kenapa bapak harus berbohong demi membela kontraktor? Padahal sudah jelas, jejak digital membuktikan jika tower crane di dua lokasi proyek saat ini merupakan sewaan PT Asmi Hidayat.
Apakah benar seperti yang disangkakan banyak pihak, ada skandal besar dibalik semua proyek bernilai ratusan miliar yang dikerjakan PT Asmi Hidayat dan grupnya? Itu saja, tabikpun. (*)
Editor: Harian Momentum