Peringati Hari Buruh 2020, Orasi Politik Gantikan Unjukrasa

img
Poster peringatan May Day 2020. Ist.

MOMENTUM, Bandarlampung--May Day atau Hari Buruh Internasional yang setiap tahun diperingati pada 1 Mei kerap dijadikan momentum unjuk rasa bagi organisasi buruh di manapun, termasuk di Provinsi Lampung.

Tahun ini ada yang berbeda. Serikat buruh tidak menggelar ritual tahunan aksi turun ke jalan seperti biasa. Melainkan melakukan orasi politik secara daring melalui kanal media sosial.

Salah satunya dilakukan oleh Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) Konfederasi Serikat Nasional (KSN) melalui instagram dan facebook dengan akun @jurnalfsbkuksn pada 1 Mei 2020, pukul 14.00 Wib.

Ketua Umum FSBKU-KSN Yohanes Joko Purwanto mengatakan penyampaian aspirasi daring tersebut tak mengurangi esensi tuntutan yang disuarakan gerakan buruh.

"Permasalahan buruh bukan hanya sebatas di ranah pabrik dengan persoalan hak normatifnya tetapi juga

buruh kerap dijadikan korban dari kebijakan pemerintah dan dijadikan sebagai objek dari penghisapan bernama investasi," jelas Yohanes kepada harianmomentum.com via pesan Wahatsapp, Jumat (1-5-2020).

Ia berpendapat buruh dihadapkan dengan banyak persoalan. Ketidakpastian status kerja melalui sistem kerja kontrak dan outsourching, penerapan Peraturan Pemerintah Nomor: 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sebagai perwujudan dari kebijakan politik upah murah.

"Selain ketidakpastian status kerja, saat ini buruh kembali dihadapkan dengan permasalahan baru yaitu Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Cilaka)," tegasnya

Keseluruhan proses dalam perumusan RUU itu sangat tertutup, tidak demokratis, dan hanya melibatkan pengusaha, yang dilakukan oleh rezim saat ini menyerupai watak kolonial hindia belanda.

Mirisnya, di tengah kondisi Pandemi Corona Virus (Covid-19) saat ini, agenda pembahasan Omnibus Law RUU Cilaka tetap dikebut pembahasannya oleh DPR. Seolah legislatif mengesampingkan penanganan pandemi Covid-19 dan berjalan berseberangan dengan kehendak rakyat.

Padahal pandemi covid-19 telah menjangkiti ribuan warga di tanah air, dan tidak menutup kemungkinan bertambah. Pandemi ini pula memberikan dampak sosial dan ekonomi terhadap jutaan rakyat Indonesia, khususnya buruh yang di PHK, dirumahkan serta pekerja informal yang terancam tak bisa makan.

Berdasarkan data dari Kemenaker per 20 April 2020, terdapat lebih dari dua juta pekerja di PHK dan dirumahkan akibat corona. BPMI mencatat lebih dari 30 ribu pekerja migran dipulangkan ke Indonesia. Jutaan UMKM yang menjadi tumpuan ekonomi kita mengalami penurunan penghasilan hingga 90 persen.

Kondisi ini membutuhkan langkah nyata pemerintah dalam penanganannya, melalui momentum May Day 2020, gerakan buruh menyuarakan empat tuntutan.

"Pertama, kami menolak pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah RI di semua kluster yang ada dalam RUU tersebut," tegas ketua umum serikat buruh tersebut.

Kedua, menuntut Pemerintah RI dan DPR RI menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. RUU ini bukanlah produk hukum yang berpihak kepada rakyat.

Ketiga, menuntut Pemerintah RI dan DPR RI untuk memfokuskan diri menangani pandemic Covid-19. Hal ini penting dilakukan agar tidak ada lagi buruh yang kehilangan mata pencahariannya, dan korban pandemi dapat diminimalkan.

"Terakhir, kami ingatkan masyarakat akan pentingnya membangun persatuan menuntut pembatalan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan saling membantu sesama rakyat dalam solidaritas kesamaan nasib menghadapi pandemi global ini," katanya. (*).

Laporan: Rifat Arif.

Editor: M Furqon.






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos