MOMENTUM, Yogyakarta--Peringatan hari buku sedunia setiap tanggal 23 April menjadi alarm untuk kita semua. Sudah berapa buku yang sudah dibaca satu tahun ke belakang? Seberapa sering kita membaca?
Pertanyaan tersebut menjadi penting untuk kita jawab, karena merupakan salah satu esensi dari ditetapkannya hari buku sedunia oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 1995.
Buku adalah gudang ilmu, dan membaca adalah kuncinya. Membaca merupakan perintah pertama dalam Al-Qur’an. Dalam beberapa literatur, para pakar sepakat bahwa kemahiran membaca (reading literacy) merupakan prasyarat mutlak bagi orang yang ingin memperoleh kemajuan.
Leo Fray (1984) mengatakan membaca memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan fisik manusia. Membaca itu luar biasa, membaca membuat kita tidak jadi bangsa kelas teri.
Membaca juga dapat membuat kita punya imajinasi, punya keluasan hati. Membaca akan membuat kita punya filter sehingga akan sulit diprovokasi. Membaca akan membuat kita tidak mudah menghakimi.
Sebagai pembaca, kita akan menjadi orang yang sabar dalam mengambil keputusan, menunda mengambil kesimpulan sampai dengan halaman terakhir selesai dibaca.
Dengan membaca kita akan tahu akan keberagaman, tidak takut akan perbedaan.
Anak muda milenial perlu membaca. Ada banyak kejadian yang terjadi di negeri ini yang perlu diperhatikan anak muda sebagai generasi penerus bangsa.
Sebentar lagi kita akan menuju 100 tahun kemerdekaan bangsa Indonesia. Sudah sepatutnya anak muda mempersiapkan diri, memperbanyak bekal, dan memperluas wawasan dengan cara membaca. Karena siapa lagi yang akan terlibat dalam proses pembangunan bangsa Indonesia jika bukan anak muda sekarang, anak muda milenial. Bukan tidak mungkin, kelak 100 tahun Indonesia merdeka dapat menjadi negara maju.
Pengetahuan dan wawasan dari membaca akan berguna dalam proses memandang realita yang terjadi di negeri ini. Menjadi bahaya ketika anak muda melihat korupsi sebagai hal biasa, wajar, dan cuek.
Anak muda milenial harusnya marah melihat korupsi yang terjadi di negeri ini. Kita sekarang hidup di dunia dimana kesalahpahaman sangat mudah terjadi disebabkan hal kecil.
Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk meningkatkan sensitivitas budaya dan pemahaman atas sesuatu yang berbeda wajib dimiliki oleh anak muda milenial. Salah satu upaya yang ringan dan mudah, tidak perlu banyak biaya adalah dengan membaca buku. Buku yang berisi keberagaman di Indonesia, buku yang menceritakan bagaimana rasanya menjadi minoritas, dan beragam buku lainnya.
Dari membaca, anak muda milenial dapat melihat common goals (apa yang membuat sama dengan orang yang berbeda).
Anak muda milenial harus turun tangan, harus terlibat, harus bersuara, harus berani. Proses terlibat pun bisa lewat komunitas atau yayasan yang tersebar di seluruh Indonesia, dan untuk tahu informasi tersebut perlu membaca. Informasi ada beragam, akses mendapatkannya pun sangat mudah, seharusnya tidak ada lagi alasan untuk anak muda tidak terlibat dan mengambil peran.
Indonesia tak tersusun oleh batas peta, tapi oleh gerak dan peran besar kaum muda (Najwa Shihab).
Penulis: Gokhan (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Ketua Exact (Excellent Academic Community)
Editor: Harian Momentum