MOMENTUM, Bandarlampung--Lembaga advokasi perempuan DAMAR mendesak jaksa melakukan eksekusi kepada Kepala Desa (Kades) nonaktif Rawaselapan, Lampung Selatan Bagus Adi Pamungkas (32) atas perkara tindakan kekerasan seksual terhadap staf desa setempat.
Hal itu disampaikan pendamping hukum Lembaga Advokasi Perempuan Afrintina saat jumpa pers di kantor Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, pada Selasa (14-2-2023).
Diketahui, Pengadilan Negeri (PN) Kalianda telah memberikan vonis bebas kepada pelaku pada 21 Juni 2022, dan jaksa telah melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI).
Dari upaya kasasi itu, terdakwa Bagus Adi dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan cabul kepada stafnya RF (21) seperti tertera dalam surat Putusan MA RI Nomor 1173 K/Pid/2022.
Dia menyampaikan, dari hasil kasasi itu terdakwa Bagus dijatuhi pidana penjara selama empat tahun serta membayar restitusi kepada korban.
"Kami selaku pendamping hukum korban dari hasil putusan tersebut membantah semua opini yang selama ini menyudutkan korban (RF)," kata Afrianti.
Afrintina mengungkapkan pada Senin (6-2-2023) saat pihaknya mengunjungi korban, pendamping menemukan RF dalam kondisi trauma secara psikis dan juga telah didiagnosa depresi.
"Korban merasa tertekan dan khawatir akan dilaporkan balik atas peristiwa ini, sehingga kondisi psikologis RF juga semakin buruk," kata dia.
Sementara itu, pihaknya telah melakukan audiensi kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Selatan untuk melakukan eksekusi kepada terdakwa.
"Kami berharap kejaksaan untuk segera melakukan eksekusi hasil putusan kasasi tersebut dan memastikan pelaku membayar restitusi atas kerugian yang dialami korban selama proses hukum berlangsung dan pemulihan psikologis korban," ucapnya.
Selain itu, pihaknya mengecam segala bentuk kekerasan seksual yang merendahkan martabat perempuan, apalagi jika dilakukan pejabat/atasan yang seharusnya memberikan perlindungan bagi stafnya.
"Putusan kasasi Mahkamah Agung RI dalam kasus ini juga menjadi langkah progresif dan bisa menjadi praktek baik bagi aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual, sehingga kedepannya korban kekerasan seksual bisa memperoleh keadilan," pungkas dia.(**)
Editor: Agus Setyawan