MOMENTUM,Bandarlampung--Reklamasi pantai menimbulkan banyak dampak negatif. Pemerintah diminta mengevaluasi izin AMDAL PT Sinar Jaya Inti Mulya (SJIM).
PT SJIM mereklamasi pantai Karang Maritim, Panjang Bandarlampung seluas 14 hektare. Lahan timbunan tanah ini diduga akan dijadikan tempat pengolahan minyak sawit merah atau crude palm oil (CPO).
Terhadap reklamasi pantai tersebut, pengamat lingkungan dari Universitas Lampung atau Unila, M Thoha Sampurna Jaya, meminta pemerintah mengevaluasi izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)-nya.
Dia beralasan, reklamasi pantai menimbulkan banyak dampak negatif terhadap lingkungan. Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
"Ada banyak dampak yang ditimbulkan dari reklamasi. Seperti sosial ekonomi, kuantitas dan kualitas buangan air ke laut, serta dampak fisika dan kimia. Karena itu harus dipertimbangkan," ujar Thoha kepada wartawan, Senin (25-9-2023).
Selanjutnya, Thoha menyebutkan landasan utama dalam penerbitan izin AMDAl adalah Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pengawasan Lingkungan (RPL). Dan, setiap reklamasi harus memenuhi prosedur penerbitan izin AMDAL yang berlaku.
"Harus cek betul apakah studi AMDALnya sesuai SOP atau tidak. Karena AMDAL itu sangat penting sebagai langkah awal sebelum melaksanakan kegiatan proyek (reklamasi)," imbuhnya.
Sementara, kata dia, masyarakat harus dijelaskan terkait RKL dan RPL dari aktivitas reklamasi. Sebelum dilaksanakan reklamasi, RKL dan RKL harus lebih dulu dipenuh.
Thoha melanjutkan, pihak pertama merasakan dampak negatif reklamasi adalah nelayan sekitar. Karena itu, para nelayan harus lebih dulu diajak komunikasi.
"Karena itu menyangkut hidup para nelayan, maka nelayan adalah yang paling utama diajak konsultasi publik (jangan hanya segelintir orang). Tidak kalah penting masyarakat sekitar harus diprioritaskan untuk mendapat peluang kerja dalam proses reklamasi itu," imbuhnya.
Terkait izin AMDAL yang sudah dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup, menurut Thoha, perlu dievaluasi terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan.
"Kalau itu AMDAL sudah keluar, harus dilihat dulu, perlu dievaluasi dampaknya, memperbesar dampak positif atau negatif. Kalau itu terjadi konflik dengan masyarakat maka itu harus segera dilakukan secara dini untuk antisipasi resiko negatif nya," tegasnya .
Thoha juga mendorong pemerintah untuk turun melakukan evaluasi terhadap proyek reklamasi yang dilakukan PT SJIM.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, yang meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengevaluasi AMDAL proyek reklamasi PT Sinarjaya Inti Mulya (SJIM).
Menurut Sudin yang juga Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Lampung itu, ada kejanggalan dalam proses penerbitan dokumen analisis mengenai dalam lingkungan (AMDAL) proyek tersebut.
"Mohon maaf, penyesuaian izin AMDAL-nya pasti bermasalah. Rakyat sekitar diajak ngobrol (jangan hanya beberapa orang). Kalau reklamasi itu terealisasi begini dampaknya dijelaskan," kata Sudin, Sabtu (23-9-2023).
Ia menambahkan, jika warga sekitar menolak proyek reklamasi PT SJIM karena dampak negatif, seharusnya KLHK melakukan evaluasi ulang izin AMDAL.
Sebab, kata Sudin, rakyat harus hidup nyaman dan hak mereka terpenuhi tanpa ada gangguan.
"Rakyat kan harus hidup nyaman, pengusaha boleh berusaha, dapat untung itu wajib, tapi lingkungan dijaga," ujarnya.
"Pengusaha tidak mau melanggar aturan, terkadang tidak tau atau pura-pura tidak tau, kalau sudah dihentikan sementara saya rasa itu suatu kebijakan bahwa proyek itu melanggar," terangnya.
Sudin menyampaikan, jika pihak perusahaan tidak menerima penghentian sementara karena izin sudah lengkap, seharusnya bisa mengajukan gugatan ke pengadilan.
"Kalau saya jadi pengusahanya, menurut saya semua lengkap disegel ya saya gugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Itu kalau saya," kata dia.
Diketahui, mega proyek reklamasi 14 hektare di pantai Karang Maritim, Kecamatan Panjang, Bandarlampung PT SJIM masih menjadi polemik warga sekitar.
Terakhir, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan paksa proyek reklamasi tersebut lantaran tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Perusahaan akan diperbolehkan melanjutkan reklamasi setelah mengurus izin KKPRL di KKP. (ard/ikh).
Editor: Muhammad Furqon