MOMENTUM, Bandarlampung--Harga cabai di Provinsi Lampung menjadi salah satu faktor utama penyebab inflasi yakni mencapai 0,55 persen.
Hal itu disampaikan Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Irfan Farulian dalam keterangan pers yang diterima harianmomentum.com, Jumat (1-12-2023).
Selain itu, inflasi juga dipengaruhi komoditas lainnya seperti cabai rawit, bawang merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras dengan andil masing-masing sebesar 0,199 persen; 0,070 persen; 0,040 persen; dan 0,032 persen. Kenaikan harga komoditas hortikultura itu menjadi penyumbang utama inflasi pada November 2023.
Berlanjutnya inflasi aneka cabai terutama disebabkan oleh penurunan pasokan di kabupaten sentra produksi yakni Lampung Selatan, dan penurunan kualitas cabai akibat kondisi El Nino.
Sementara itu, kenaikan harga aneka cabai di Lampung juga turut dipengaruhi kenaikan harga cabai rawit dari Sukabumi, sebagai salah satu pemasok utama cabai untuk Provinsi Lampung, yang sempat mencapai Rp100.000/kg untuk komoditas cabai rawit merah.
Kenaikan bawang merah disebabkan oleh berkurangnya pasokan sejalan dengan berakhirnya periode panen Juli-Agustus 2023.
Adapun kenaikan harga daging dan telur ayam ras sejalan dengan masuknya periode high demand menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Sisi lain, pada November 2023 terdapat sejumlah komoditas yang mengalami deflasi, antara lain ikan kembung, bensin, bawang putih, pir, dan ketimun dengan andil masingmasing sebesar -0,029%; -0,024%; -0,011%; -0,006%; dan -0,006%. Penurunan harga ikan kembung didorong peningkatan pasokan dampak faktor cuaca.
Lebih lanjut, penurunan harga bensin sejalan dengan penurunan harga BBM non subsidi pada 1 November 2023 yang dilakukan Pemerintah sebagai penyesuaian atas turunnya harga minyak dunia. Sementara itu, penurunan harga bawang putih sejalan dengan realisasi importasi bawang putih. No. 25/1287/Bdl/Srt/B Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memprakirakan bahwa inflasi IHK gabungan dua kota di Provinsi Lampung akan tetap terjaga pada rentang sasaran inflasi 3±1% (yoy)sampai dengan akhir tahun 2023.
Namun demikian, diperlukan upaya mitigasi risiko-risiko sebagai berikut, antara lain dari Inflasi Inti berupa (i) Shock aggregate demand di tengah kondisi excess liquidity, kenaikan UMP tahun 2023, dan momen tahun politik; dan (ii) risiko rendahnya capaian pemulihan daya beli masyarakat yang berpotensi menyebabkan kenaikan inflasi inti akibat respon penurunan volume produksi pelaku usaha sebagai bentuk efisiensi.
Sementara itu dari sisi Inflasi Volatile Food (VF), adalah (i) risiko masih tingginya harga komoditas hortikultura pada periode tanam, terutama pada November – Desember 2023 di tengah meningkatnya permintaan pada Nataru; dan (ii) risiko outflow beras di Lampung akibat tingginya permintaan dari Pulau Jawa.
Selanjutnya risiko dari Inflasi Administered Prices (AP) yang perlu mendapat perhatian di antaranya yaitu (i) Stance OPEC+ yang ingin mendorong kenaikan harga minyak dunia untuk kepentingan geopolitik; dan (ii) Risiko percepatan kenaikan harga rokok di akhir tahun dengan ekspektasi tarif cukai rokok yang kembali meningkat pada tahun 2024.
Diketahui, Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan dua kota di Provinsi Lampung bulan November 2023 tercatat mengalami inflasi 1,02% (mtm), meningkat dibandingkan periode Oktober 2023 yang mengalami inflasi 0,30% (mtm) dan lebih tinggi dari rata-rata inflasi bulan November pada 3 (tiga) tahun terakhir yang tercatat mengalami inflasi 0,52% (mtm).
Tingkat inflasi IHK tersebut lebih tinggi dari inflasi nasional dan inflasi gabungan 24 kota di wilayah Sumatera yang masing-masing mengalami inflasi 0,38%(mtm) dan 0,61%(mtm). Secara tahunan, inflasi gabungan dua kota di Provinsi Lampung bulan November 2023 tercatat sebesar 4,10% (yoy), juga lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional dan inflasi gabungan 24 kota di wilayah Sumatera yang masing-masing tercatat 2,86% (yoy) dan 3,40% (yoy).(**)
Editor: Agus Setyawan