MOMENTUM, Bandarlampung--Independensi Wakil Direktur (Wadir) Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) dr Imam Ghozali dipertanyakan.
Hal itu dikarenakan status Imam masih pejabat struktural meski sudah diangkat menjadi Konsil Kesehatan Indonesia.
Begitu disampaikan Akademisi Universitas Bandarlampung (UBL) Rifandy Ritonga kepada harianmomentum.com, Minggu (8-12-2024).
Rifandy mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2019 memberikan landasan hukum terkait pembentukan, tugas, dan kewenangan. Termasuk pengaturan anggota konsil dan pejabatnya.
Terkait kasus dr Imam Ghozali, menurut dia, ada beberapa poin dalam perpres itu yang relevan. Dalam pasal 6, disebutkan bahwa Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia terdiri dari tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi di bidangnya dan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan.
Baca juga: Langgar Perpres, Wadir RSUAM Rangkap Jabatan Konsil Kesehatan
"Hal ini menunjukkan bahwa jabatan di KTKI bersifat strategis dan memerlukan dedikasi penuh," kata Rifandy.
Kemudian, pasal 18 nenyatakan bahwa anggota KTKI dilarang merangkap jabatan tertentu. Seperti jabatan struktural atau jabatan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan.
"Larangan ini bertujuan untuk menjaga profesionalisme dan integritas dalam menjalankan tugas di KTKI," jelasnya.
Kemudian, pasal 22 menyatakan, anggota KTKI harus bekerja secara independen tanpa intervensi dari pihak lain.
"Jika seorang anggota merangkap jabatan di instansi lain, seperti RSUD Abdul Moeloek, maka independensinya dapat dipertanyakan," sebutnya.
Atas dasar itu, rangkap jabatan yang dilakukan Imam Ghozali berpotensi terjadinya konflik kepentingan. Menurut dia, jabatan Wadir RSUAM memiliki tanggung jawab strategis di tingkat pelayanan kesehatan daerah.
"Jika jabatan itu dirangkap dengan posisi konsil kesehatan, maka terdapat risiko konflik kepentingan. Terutama dalam pengambilan kebijakan atau keputusan yang berkaitan dengan pengawasan tenaga kesehatan di RSUAM," jelasnya.
Selain itu, dia menyebutkan, jika terbukti anggota konsil kesehatan bersifat penuh waktu dan tidak memungkinkan untuk dirangkap, maka Imam Ghozali dapat dianggap melanggar ketentuan Pasal 18 Perpres 86 Tahun 2019.
Tak hanya itu, dia mengatakan, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), dr. Imam Ghozali juga terikat oleh aturan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN.
Dua aturan itu mengatur bahwa ASN harus bebas dari konflik kepentingan dan tidak merangkap jabatan yang dapat mengganggu tugas utamanya.
"Kombinasi antara larangan rangkap jabatan dalam Perpres dan prinsip ASN ini memperkuat posisi hukum bahwa jabatan di RSUAM dan Konsil Kesehatan harus dipertimbangkan secara hati-hati agar tidak melanggar peraturan," tegasnya.
Dia pun menyimpulkan, berdasarkan perpres 86, jabatan konsil memiliki persyaratan untuk bekerja secara independen dan tidak dirangkap dengan jabatan struktural lain.
"Apabila dr. Imam Ghozali tidak memperoleh izin atau dispensasi dari instansi terkait, maka rangkap jabatan ini berpotensi melanggar Pasal 18 Perpres Nomor 86 Tahun 2019 dan prinsip netralitas ASN sesuai dengan UU ASN dan aturan turunannya," tuturnya.
Karena itu, pemerintah provinsi (Pemprov) Lampung perlu meminta klarifikasi kepada Kementerian Kesehatan atau instansi terkait mengenai izin, kewajiban, dan tanggung jawab jabatan tersebut. Sehingga dapat dipastikan bahwa rangkap jabatan ini sesuai atau tidak dengan ketentuan hukum yang berlaku. (**)
Editor: Agung Darma Wijaya