MOMENTUM, Bandarlampung--Panitia Khusus (Pansus) tata niaga singkong DPRD Lampung mendorong pemerintah pusat menjadikan singkong masuk kedalam kategori tanaman ketahanan pangan dan pelaksanaan impor tapioka hanya dilaksanakan oleh Badan Urusan Logistik (Bulog).
Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas mengatakan, langkah menjadikan singkong yang masuk kedalam kategori ketahanan pangan dan impor tapioka dilaksanakan oleh Bulog merupakan solusi terbaik untuk menjaga stabilitas harga singkong dan menguntungkan semua pihak. Baik petani maupun perusahaan.
"Kami Pansus menilai langkah ini merupakan solusi terbaik dan menyelesaikan polemik harga singkong di Lampung," kata Mikdar, Senin (20-1-2025).
Menurutnya, pemerintah akan terlibat mengatur harga singkong apabila sudah masuk kedalam kategori tanaman ketahanan pangan. Tentu langkah itu dinilai bisa mendorong harga singkong lebih stabil.
Tak hanya itu, Mikdar mengatakan dengan impor tapioka yang dilaksanakan oleh Bulog juga akan mendorong stabilitas harga singkong.
"Impor tapioka yang dilaksanakan oleh Bulog diharapkan juga bisa menutupi kebutuhan dalam negeri dan tentu terdapat aturan jelas mengenai kuotanya. Sehingga jangan sampai berlebihan dan dilakukan diwaktu yang tepat. Bukan ketika panen raya barang impor masuk. Akhirnya harga singkong drop dan membuat rugi para petani," jelasnya.
Dia menyampaikan, Pansus tata niaga singkong DPRD Lampung telah melakukan kunjungan ke empat kabupaten penghasil singkong di Lampung. Diantaranya Lampung Utara, Lampung Timur, Lampung Tengah dan Mesuji.
Pada kunjungannya, Pansus tata niaga singkong menemui langsung para petani dan perusahaan singkong. Hasilnya, mereka mendapatkan beberapa temuan.
"Para petani masih mengeluhkan harga singkong yang tidak sesuai dengan harga kesepakatan antara, petani, perusahaan dan pemprov sebesar Rp1400. Semua perusahaan masih membeli singkong dibawah Rp1400 dan potongan 15 persen. Kalaupun ada perusahaan yang membeli singkong seharga Rp1400 tapi kadar acinya hanya 24 persen," terangnya.
Dia mengatakan, perusahaan singkong pun mengakui belum melaksanakan harga singkong sesuai dengan kesepakatan karena kadar aci singkong sangat kecil. Dimana dibutuhkan 5-6 kg untuk menghasilkan 2 kg tepung sagu.
"Apabila mereka (perusahaan) mau menerapkan kesepaktan harga, biaya produksi sangat tinggi, barang yang dihasilkan akan menimbulkan kerugian," kata dia.
Namun demikian, Pansus tata niaga singkong sudah meminta perusahaan singkong untuk benar-benar mematuhi harga sesuai dengan kesepakatan.
"Kita sudah ingatkan bahwa keputusan ini ada dampak hukumnya. Ketika tidak dikuti OPD didaerah terkait akan mengambil langkah-langkah sesuai dengan wewenang mereka," terangnya.
“Kami sebagaimana DPRD pengawas mengingatkan bahwa hukum harus diikuti, ketika tidak, maka OPD akan melakukan langkah sesuai kewenangan mereka, apabila tidak mengikuti keputusan maka akan dikenakan sanksi,” timpalnya.
Mikdar menjelaskan, ancaman sanksi kepada perusahaan itu telah disampaikan pada saat mereka melakukan kunjungan ke perusahaan singkong di empat kabupaten yaitu, Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Timur dan Mesuji.
Karenanya, ia akan menyampaikan kepada pemerintah pusat untuk memasukan singkong sebagai tanaman ketahanan pangan.
“Jadi pada intinya, kami mendorong agar singkong ini masuk ke dalam kategori tanaman ketahanan pangan, dan kalaupun harus impor maka Bulog lah yang harus melakukannya,” tegasnya.
Sebelumnya, Mikdar pernah mengatakan akan membawa permasalahan singkong di Lampung ke pemerintah pusat melalui tiga kementerian, diantaranya Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Pertanian Perindustrian. (**)
Editor: Agung Darma Wijaya