MOMENTUM, Bandarlampung-- DPRD Kota Bandarlampung mendesak pemerintah kota (pemkot) setempat, menertibkan tiang dan kabel jaringan fiber optik.
Sebab, hampir di setiap jalan kota maupun jalan lingkungan sudah dipenuhi tiang dan kabel jaringan fiber optik yang semraut.
Hal itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi III DPRD Bandarlampung, bersama Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) dan sejumlah perusahaan penyedia jasa internet, Rabu (5-2-25).
Anggota Komisi III DPRD Bandarlampung Yuhadi mengatakan pihaknya miris melihat kesemrautan kabel dan tiang fiber optik yang sudah menjamur.
“Hampir seluruh sudut jalan di kota ini dipenuhi tiang fiber optik. Disperkim yang memiliki kewenangan untuk menertibkan itu semua,” kata Yuhadi.
Terlebih, penertiban terhadap tiang fiber yang tak berizin dan melanggar aturan. Sebab, sangat banyak ditemui pendirian tiang yang melanggar perda maupun peraturan walikota (perwali).
"Masyarakat kita tidak semua pintar. Mana mungkin semua berani lapor. Intinya, kalau ada tiang yang ditancapkan tanpa izin yang punya lahan ditebang atau lapor APH? Itukan penyerobotan lahan namanya," tegas Yuhadi.
Yuhadi menegaskan, jika tiang optik tidak segera ditertibkan maka Kota Bandarlampung akan jadi kota tiang.
"Kami pernah bilang ke Disperkim melalui pak Dekrison, kalau memang kesusahan untuk menertibkan tebang saja (tiang yang tak berizin), kita dukung," imbuhnya.
Menanggapinya, Kabid Pengawasan dan Pengendalian Disperkim Bandarlampung, Dekrison mengatakan pihaknya bisa menertibkan jika sudah ada aduan dari warga.
“Jika memang ada aduan dari warga terkait keberadaan tiang fiber optik yang melanggar atau tidak berizin, baru bisa kami tindak,” katanya.
Padahal, sudah sangat jelas banyak tumpukan tiang fiber yang menghiasi jalanan Bandarlampung. Bahkan banyak vendor yang melakukan pemasangan tiang tanpa izin pemilik lahan.
"Kami ini kalau ada pengaduan kami langsung bertindak. Kalau nggak ada pengaduan gimana kita mau bertindak," imbuhnya.
Dalam RDP tersebut, Komisi III DPRD mengundang beberapa vendor perusahaan jaringan internet tingkat lokal (Lampung). Diantaranya, PT Tunas Link Indonesia, PT Merah Putih Telematika, PT Telematika Media Solusi, PT Indonesia Trans Network, dan PT Sumatera Multimedia Solusi.
Wakil Ketua Komisi III, Dedi Yuginta menjelaskan pihaknya sebagai perwakilan rakyat meminta kererangan data dari vendor fiber optik untuk mengurai semerawutnya tiang dan kabel yang digunakan. Sebab, menurutnya hal itu sangat mengganggu pemandangan estetika kota.
Selain itu, Komisi III juga menginginkan kejelasan izin yang dimiliki dari pemerintah. Terlebih, dijelaskan bahwa di Bandarlampung banyak ditemui penanaman tiang optik tanpa seizin pemilik lahan.
"Pertemuan kita siang ini terkait penanaman tiang dan penarikan kabel fiber optik. Nanti kami minta keterangan. Dimana saja titik kabel dan tiangnya. Karena kita ingin tahu. Nanti kalau ada masaalah biar bisa segera diselesaiakan," jelas Dedi kepada para vendor yang hadir.
"Jadi nanti kami minta dijelaskan wilayahnya. Kita ingin tahu berapa panjang meter, berapa jumlah tiang dan berapa pelanggannya," timpalnya.
Maruf Arif, perwakilan dari PT Tunas Link Indonesia, menjawab pertanyaan dari Dedi Yuginta dengan menyebut pihaknya mempunyai dua perizinan dari kementerian dan Disperkim.
"Kabelnya 12 Kilometer, tiangnya 200 kurang lebih yang tertanam, di kecamatan Tanjungsenang, Wayhalim, Labuhanratu dan Lamsel," kata Arif.
Sementara, untuk PT PT Merah Putih Telematika yang diwakili Herwanto, belum mempunyai izin penyelenggara jaringan. Tapi pihaknya sudah mengantongi izin jasa dan sewa.
"Untuk izin baru jasa, belum ada izin penyelenggara jaringan. Jadi tanam tiang dan kabel di Bandarlampung belum ada, baru ada Metro. Domisili baru kemarin di Bandarlampung. Jadi izinnya baru sewa dari perusahaan lain," kata Herwanto.
"Kami cuma jasa, belum penyedia jaringan," ujarnya lagi.
Arifin, dari PT Telematika Media Solusi menerangkan, pihaknya telah mengantongi izin penyelenggara dari kementerian yaitu Jartaplok (jaringan tetap lokal, yaitu jenis lisensi jaringan telekomunikasi).
"Sudah bergerak di Tanjungkarang Barat, Sukarame, Wayhalim, Kedaton dan basisnya di Kemiling. Untuk tiang sekitar 350an untuk di Bandarlampung. Selebihnya di kabupaten," terangnya.
"Kabel yang terpasang di Kemiling 7 km. Sukarame 4-5 km, Wayhalim 4-5 km. Tanjungkarang Barat 1-3 km," imbuhnya.
Selanjutnya, Anggi Kurniawan dari PT Indonesia Trans Network menyampaikan, pihaknya telah mengurus izin di Perkim pada 2023. Terlebih sudah memiliki izin identitas.
"Kabel yang terpasang ada 53 km untuk daerah wilayah Wayhalim, Labuhanratu, Tanjungseneng dan Rajabasa. Kita penyedia jasa. Kami melakukan izin ke perkim di 2023," kata Anggi.
"Tiang ada 200 an, memang izin kita 50 km. Standartnya 30/50. Tapi tidak bisa kami pegang, tapi kalo kita masuk ke warga kita pasti izin. Kita ada distribusi untuk mereka," klaimnya.
Terakhir, Yuda Arsula dari PT Sumatera Multimedia Solusi mengungkapkan bahwa pihaknya bergerak di Internet servis provider. "Kita sewa ke teman-teman yang punya izin. Jadi tiang dan kabel sewa jalur," ungkapnya.
Saat ini pihaknya menyediakan jasa itu di Kemiling dan Langkapura.
Sementara, saat perwakilan perusahaan ditanya mengenai jumlah pelanggan, mereka kompak mengklaim bahwa hal itu tidak bisa disampaikan.
Sontak, anggota Komisi III Yuhadi memprotes pernyataan tersebut. Menurutnya, sepanjang ia mengkaji peraturan seputar jasa jaringa internet, tidak ada pernyataan tersebut.
"Dari peraturan yang saya baca tidak ada mutatis mutandisnya. Terkait dengan jumlah pelanggan itu tidak boleh dipublikasikan itu tidak ada dalam undang-undang. Kecuali nama pelanggannya," tegas Yuhadi.
"Pasal apa yang tidak boleh disampaikan jumlah pelanggan?," timpalnya.
Akhirnya mereka menyampaikan data jumlah pelanggan tersebut. Salah satu perusahaan menjawab, di Bandarlampung terdapat 1.600 pelanggan. Sementara tarif bulanan termurah kisaran Rp222.000.
"Nah, artinya perbulannya bisa sampai Rp352 juta. Itu baru satu PT," tukas Yuhadi.
Ketua Golkar Bandarlampung itu menegaskan, pihaknya hanya ingin kejelasan dari perusahaan terkait izin dan pemasangan fiber optik tidak sewenang-wenang.
"Izin harus dapat dari pemda, harus dapat izin dari pemilik lahan tanah atau bangunan. Harus memeliki izin dari Perkim dan PU," jelas Yuhadi.
"Kemudian rumija, gang rumah saya 2,5 meter lebarnya itu dipasang 12 tiang penuh jalan saya pak," tambahnya.
Yuhadi juga membeberkan temuan adanya pemasangan tiang di drainase. "Janggalnya itu, ada yang berdiri di atas drainase. Saya ga mau cuma sanksi tegas, tapi ini pidana,” tegasnya.
DPRD lantas meminta komitmen bersama. “Kalau saya temukan, nanti kami semua turun ke lapangan. Dan ada dokumentasinya, kami ga mau ada toleransi," tutur Yuhadi kepada perusahaan.
Karenanya, Komisi III menginginkan data dari perusahaan lokal yang telah berizin. Supaya penertiban dapat segera dilakukan.
"Makanya kami yakinkan dulu minta data dari kalian yang sudah berizin," ujarnya.
Perwakilan perusahaan Maruf Arif menyebut, pihaknya akan siap jika akan ada peraturan dari DPRD Bandarlampung.
"Jadi memang kita itu sebenernya butuh kejelasan, kalau memang ada aturannya yang ga masalah. Kalau memang ada retribusi ya ga masalah. Kasarnya ngomong begitu. Kalau ada permeternya sekian itu ga papa. Kita sebenernya semua siap, bukan kita ga mau keluar duit. Ini kategori bisnis beresiko tinggi," kata Arif.
"Kalaupun ada penertiban saya ga masalah. Itu banyak yang salah," tegasnya.
Arif juga menjelaskan, tak hanya perusahaan lokal, namun jasa fiber optik di Lampung juga dilakukan oleh perusahaan nasional.
"Kita apa adanya. Yang nasional ini yang susah," kata dia.
Sementara, Anggota Komisi III lainnya, Aderly Imelia Sari menegaskan, sebaiknya tiang optik yang tak bertuan dan semerawut bisa langsung ditebang atau bongkar. Namun, terkait hal itu komisi III menunggu kelengkapan data lainnya.
Kesimpulan dari rapat tersebut, DPRD akan berkonsultasi dengan Komdigi. Kemudian akan rapat internal bersama komisi III.
Dalam waktu dekat, Komisi III juga akan memanggil perusahaan jaringan internet nasional yang bergerak di Lampung untuk meminta data terkait perizinan dan letak serta jumlah tiang yang dipasang. (***)
Editor: Muhammad Furqon