MOMENTUM, Bandarlampung--Provinsi Lampung akan dijadikan pilot project dalam pembentukan Kelas Migran di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Kelas tersebut bertujuan untuk memberikan pelatihan, keterampilan, sertifikasi, pemeriksaan kesehatan, dan pelatihan bahasa. Sehingga biaya pemberangkatan PMI menjadi lebih terjangkau.
Rencana itu diungkapkan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding saat berkunjung ke Lampung, Kamis (15-5-2025).
Abdul Kadir mengatakan, Provinsi Lampung sendiri tercatat sebagai penyumbang pekerja migran terbesar kelima di Indonesia, setelah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Menurut dia, daerah- penyumpang PMI terbanyak berasal dari seperti Lampung Timur, Pringsewu, Lampung Selatan, dan Lampung Tengah.
"Potensi tersebut dinilai mampu mengurangi angka pengangguran serta memperkuat ekonomi daerah dan juga meningkatkan ekonomi keluarga jika dikelola dengan baik," kata Abdul Kadir.
Karena itu, dia berencana membangun ekosistem pelindung PMI di Lampung yang mencakup pelatihan, keterampilan, sertifikasi, pemeriksaan kesehatan, dan pelatihan bahasa. Tujuannya, agar biaya pemberangkatan PMI menjadi lebih terjangkau.
"Salah satu terobosan yang akan dilakukan adalah membentuk kelas migran di seluruh SMA dan SMK di Lampung," jelasnya.
Dia menyebutkan, modul kurikulumnya akan disiapkan secara khusus untuk membekali siswa dengan kompetensi sebagai calon PMI. Sekolah-sekolah dengan jumlah siswa sedikit akan digabung dan difungsikan sebagai pusat pelatihan vokasi.
"Tahun ajaran baru ini sudah dimulai. Kami akan manfaatkan sarana dan tenaga pendidik yang ada, dan bila perlu mendatangkan pengajar dari luar daerah atau luar negeri," sebutnya.
Dia pun menargetkan, penempatan PMI dari Lampung setiap tahunnya bisa tempat 20 ribu hingga 30 ribu orang dengan adanya terobosan tersebut.
"Target kita kedepan dari Lampung ini minimal sekali 20 ribu sampai 30 ribu. Ini akan sangat membantu dalam penguatan ekonomi keluarga sekaligus penguatan ekonomi desa dan daerah," tuturnya.
Terlebih, permintaan tenaga kerja dari luar negeri saat ini mencapai 1,5 juta orang, namun baru sekitar 297 ribu yang berhasil diberangkatkan tahun lalu.
Negara tujuan tersebar di Asia, Eropa, Amerika, hingga Afrika, dengan dominasi di Malaysia, Taiwan, Hongkong, Jepang, Korea, Belanda, dan Jerman.
"Permintaan pekerjaan dari luar negeri yang sekarang tercatat di kementerian itu ada 1,5 juta dan tahun lalu kita baru mengisi 297 ribu. Artinya ada ruang lowongan kerja yang belum kita isi sehingga caranya adalah dengan melatih karena butuh keterampilan dan bahasa," bebernya.
Untuk meminimalisir pengiriman PMI secara non-prosedural, pemerintah juga akan menggandeng lintas kementerian, pemprov, pemkab, hingga pemerintah desa.
Setiap desa direncanakan membentuk Satgas Anti-Calo untuk memastikan proses pemberangkatan berjalan sesuai aturan.
"Kita harus melakukan kampanye besar-besaran kemudian bekerjasama dengan lintas kementerian lembaga termasuk pemerintah Desa," kata dia.
"Pak gubernur bisa membuat pergub atau perda kemudian diikuti oleh pemkab dan desa. Jadi di setiap desa ada semacam satgas untuk memastikan tidak ada yang berangkat lewat calo," tutupnya. (**)
Editor: Agung Darma Wijaya