MOMENTUM, Bandarlampung--Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) Lampung menindak tegas oknum dokter yang diduga melanggar prosedur penanganan pasien.
Bahkan, diduga melakukan pungli (pungutan liar) dengan menjual alat kesehatan kepada keluarga pasien.Oknum dokter berinisial BR tersebut pun dilarang melakukan praktik di RSUAM.
Hal itu ditegaskan Direktur RSUAM Imam Ghozali saat diwawancarai, Jumat (22-8-2025).
"Kemarin sudah diadakan rapat didapatkan satu rekomendasi bahwa yang bersangkutan tidak memberikan pelayanan di RSUAM," kata Imam.
Meski demikian, untuk sanksi adminitratif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) diserahkan kepada Inspektorat Lampung.
Sehingga manajemen rumah sakit hanya mengeluarkan surat instruksi bahwa yang bersangkutan tidak bisa memberikan layanan di RSUAM sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan sambil menunggu sanKsi administratif dari Inspektorat.
"Jadi kalau saya tidak berhak mengeluarkan dia dari pegawai negeri atau sanksi administratif. Yang berhak adalah Inspektorat," jelasnya.
Sementara, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal juga siap menindak tegas oknum dokter RSUAM jika terbukti melakukan pungli kepada pasien.
"Tapi intinya kalau memang terbukti salah kita akan tindak dengan tegas. Untuk sangsi kita tunggu setelah hasil pemeriksaan, salah nya dimana apa yang dilanggar nanti akan di sangsi," kata Mirza.
Mirza mengatakan, sudah meminta kepada manajemen RSUAM untuk melakukan pengecekan secara menyeluruh terhadap permasalahan tersebut.
"Kami sudah meminta kepada RSUD untuk melakukan pengecekan permasalahan yang sebenernya terjadi. Dewan etik sudah turun, komite juga sudah turun," kata dia.
"Kita harus periksa secara menyeluruh, kita tidak bisa satu sisi supaya tidak ada persepsi kemana-mana," sambungnya.
Mirza mengatakan jika RSUAM terus berusaha memperbaiki pelayanan kedepan nya sehingga hal serupa tidak terjadi lagi kedepannya.
"Ke depan Abdul Moeloek terus berusaha memperbaiki pelayanan sehingga hal seperti ini tidak akan terjadi lagi. Ini akan menjadi pelajaran bagi kami agar selalu memperbaiki pelayanan kepada masyarakat," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, pelayanan RSUAM menuai sorotan usai meninggalnya bayi berusia dua bulan asal Kalianda, Lampung Selatan, bernama Alesha Erina Putri.
Orang tua korban, Sandi Saputra (27) dan Nida Usofie (23), menilai buruknya pelayanan dan dugaan transaksi jual beli alat medis antara dokter dengan orang tua pasien.
Sansi mengaku kecewa dengan pelayanan di RSUAM. Selain lambat, perawatan bayi dengan diagnosa hisprung tersebut memicu kekecewaan yang mendalam.
“Awal mulanya dirujuk ke RSUDAM pada taanggal 9 Juli 2025. Kemudian pada tanggal 19 Juli dilakukan rontgen terhadap si bayi. Hasil diagnosanya hispro. Kemudian tanggal 18 Agustus 2025 menjalani rawat inap di kelas III, padahal BPJS pasien kelas II. Alasan RSUAM sudah menerapkan ruangan tanpa kelas,” kata Sandi.
Saat berkonsultasi dengan BR, oknum dokter tersebut menyarakan dua opsi. Pertama melakjkan tindakan operasi pemotongan usus dengan membuat kantung stoma. Sehingga bayi tersebut bisa buang kotoran lewat kantung stoma.
Opsi kedua, oknum dokter tersebut cukup satu kali operasi dengan menggunakan alat medis yang tidak ditanggung BPJS.
Ayah pasien pun menyetejui opsi kedua dengan membeli alat medis daru BR senilai Rp8 juta. Nominal tersebut ditransfer langsung ke rekening BR.
Ironisnya BR yang menjual alat medis dengan pasien itu tidak lagi melihat kondisi si bayi setelah operasi.
Dokter itu bilang kalau dia memantau di balik layer, dari pengakuan keluarga pasien ada satu dokter visit memantau bernama dr. Angga yang datang memacu jantung pada saat kondisi si bayi sudah tersengal-sengal dengan tubuh membiru. (**)
Editor: Agung Darma Wijaya