MOMENTUM, Bandarlampung--Indeks Harga Konsumen (IHK) di Provinsi Lampung pada Agustus 2025 tercatat mengalami deflasi sebesar 1,47% (mtm), melambat dibandingkan periode Juli 2025 yang mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm).
Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan perkembangan IHK nasional yang tercatat mengalami deflasi sebesar 0,08% (mtm) dan sebagian besar provinsi lain.
Secara tahunan, IHK di Provinsi Lampung pada Agustus 2025 mengalami inflasi sebesar 1,05% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya yang sebesar 2,63% (yoy) dan inflasi nasional yang sebesar 2,31% (yoy).
Berdasarkan sumbernya, deflasi pada Agustus 2025 utamanya disebabkan oleh penurunan harga komoditas kelompok pendidikan, serta makanan, minuman dan tembakau, utamanya sekolah menengah atas, sekolah menengah pertama, tomat, cabai rawit dan bawang putih dengan andil masing-masing sebesar-0,84%; 0,39%;-0,14%;-0,07% dan-0,06% (mtm).
Penurunan biaya sekolah menengah dipicu oleh implementasi kebijakan penghapusan pungutan komite sekolah pada SMA, SMK, dan SLB negeri yang digantikan oleh Dukungan pendanaan operasional melalui APBD mulai tahun ajaran 2025/2026.
Sementara itu, turunnya harga tomat dan cabai rawit sejalan dengan meningkatnya pasokan pada periode panen, sedangkan penurunan harga bawang putih ditopang oleh kelancaran pasokan pasca realisasi impor yang menjaga stabilitas distribusi di pasar domestik.
Lebih lanjut, deflasi yang lebih dalam pada Agustus 2025 tertahan oleh sejumlah komoditas yang mengalami inflasi, utamanya bawang merah dan beras dengan andil masing-masing sebesar 0,14% dan 0,05% (mtm). Peningkatan harga kedua komoditas tersebut terutama dipengaruhi oleh menurunnya pasokan seiring berakhirnya periode panen.
Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memprakirakan bahwa inflasi di Provinsi Lampung akan tetap terjaga pada rentang sasaran inflasi 2,5±1% (yoy) sepanjang tahun 2025. Namun, beberapa risiko perlu diwaspadai dan dimitigasi, diantaranya dari Inflasi Inti (Core Inflation) berupa (i) peningkatan permintaan agregat sebagai dampak dari kenaikan UMP sebesar 6,5% yang direalisasikan secara bertahap pada tahun 2025 dan HBKN Natal dan Tahun Baru di akhir tahun 2025; dan (ii) berlanjutnya kenaikan harga emas dunia seiring masih tingginya ketidak pastian geopolitik dan sentimen kebijakan ekonomi Amerika Serikat.
Selanjutnya dari sisi Inflasi bahan makanan bergejolak (Volatile Food) adalah (i) peningkatan harga beras pasca berakhirnya periode panen gadu dan masuknya puncak musim tanam; dan(ii) prakiraan curah hujan menengah-tinggi mulai September-Oktober
2025 berpotensi mempengaruhi produksi padi dan tanaman hortikultura (BMKG,
Dasarian II Agustus 2025). Adapun risiko dari inflasi harga yang diatur pemerintah (Administered Price) yang perlu dicermati adalah kenaikan harga minyak dunia dipicu potensi gangguan pasokan global, sejalan dengan berlanjutnya tensi geopolitik di kawasan Timur Tengah.(**)
Editor: Agus Setyawan