MOMENTUM, Bandarlampung -- Sidang praperadilan Direktur Utama PT Lampung Energi Berjaya (LEB), M. Hermawan Eriadi, memasuki hari ketiga pada Selasa (2-12-2025) dengan agenda penyerahan bukti tambahan.
Kuasa hukum pemohon menyerahkan Akta RUPS PT LEB Nomor 37 Tahun Buku 2022 yang mereka nilai sebagai bukti utama untuk membantah konstruksi dugaan pidana yang disusun Kejaksaan Tinggi Lampung.
Kuasa hukum pemohon, Riki Martim dan Nurul Amalia, menyatakan bahwa akta RUPS tersebut menunjukkan secara jelas bahwa seluruh keputusan strategis PT LEB—termasuk penetapan dividen, pengesahan laporan keuangan, penggunaan laba, serta kebijakan remunerasi direksi dan komisaris—diputuskan melalui forum RUPS secara sah dan formal, sesuai ketentuan UU Perseroan Terbatas dan PP 54/2017 tentang BUMD.
“Akta RUPS ini membuktikan bahwa tidak ada satu pun keputusan keuangan perusahaan yang diambil secara sepihak oleh direksi maupun komisaris. Semua ditetapkan secara legal oleh pemegang saham,” kata Riki kepada media usai sidang.
RUPS juga mengesahkan jumlah dividen yang wajib dibayarkan PT LEB kepada pemegang sahamnya—PT Lampung Jasa Utama (milik Pemprov Lampung) dan PDAM Way Guruh Sukadana (milik Pemkab Lampung Timur). Setelah ditetapkan di RUPS PT LEB, kedua pemegang saham kembali mengesahkan dividen tersebut dalam RUPS masing-masing sebagai pendapatan daerah yang sah.
“Ini mengunci besaran pendapatan daerah. Setelah keputusan RUPS dibuat, PT LEB tidak bisa mengubah, menambah, atau mengurangi nilai dividen. Dan seluruh dividen itu sudah disetor penuh,” jelas Nurul.
Menurut penasihat hukum, keberadaan akta RUPS ini meruntuhkan seluruh asumsi Kejaksaan yang mendalilkan penggunaan dana PI 10% sebagai perbuatan melawan hukum. “Bagaimana mungkin keputusan yang sudah disahkan RUPS, diaudit KAP dengan opini WTP, diperiksa BPK dan BPKP tanpa temuan, lalu dijadikan dasar sangkaan pidana? Tidak ada norma yang menyebut keputusan RUPS sebagai tindak pidana,” kata Riki.
Penasihat hukum menilai bahwa bukti ini sekaligus membuktikan bahwa konstruksi dugaan kerugian negara tidak berdasar. “RUPS telah menetapkan dividen, dividen telah dibayar, dan daerah sudah menerima. Apa definisi kerugian negara kalau penerimaan daerah justru nyata, pasti, dan sudah terjadi?” ujar Riki.
Sidang praperadilan keempat berlanjut besok dengan agenda keterangan ahli dari kedua pihak. “Kami optimistis hakim dapat melihat semua keputusan PT LEB bersifat korporasi dan diambil melalui mekanisme hukum yang benar. Dengan bukti RUPS ini, jelas tidak ada ruang bagi tuduhan korupsi terhadap klien kami,” kata Riki. (**)
Editor: Harian Momentum
