Harianmomentum.com--Diskursus
dan dialetika terkait falsafah dan dasar negara Pancasila kembali mengemuka dan
menjadi wacana politik di Indonesia pasca munculnya pemberitaan soal pendapatan
Dewan Pengarah BPIP yang dinilai mencengangkan. Kemudian ada pemberitaan
terkait mundurnya Kepala BPIP. Semua momentum tersebut terjadi saat bulan
Ramadhan.
Dalam sebuah acara talk
show ngetop di salah satu TV nasional, pakar hukum tata negara Refli
Harun menyebut "Pancasila was captured by the state", sehingga
digunakan untuk menggebuk lawan politik pemerintah. Pendapat ini benar dan
harus menjadi lesson learnt atau pelajaran penting bagi pemerintah untuk tidak
mengulanginya.
Kemudian ada pembicara
yang membandingkan situasi di Jepang dan negara lain yang jelas tidak
menggunakan Pancasila mengapa lebih Pancasilais daripada Indonesia.
Penulis sepakat dengan Profesor Salim Said bahwa ideologi dan demokrasi dapat
berjalan dengan baik jika kemakmuran sudah tercapai.
Sebenarnya, semua pihak
perlu mendukung BPIP karena pentingnya lembaga ini untuk mengimplementasikan
nilai nilai Pancasila sesuai dengan perkembangan jaman.
Tugas berat akan
dihadapi BPIP pasca lebaran. Walaupun tidak perlu risau, karena upaya
pengarusutamaan Pancasila telah menjadi concern dan spotlight berbagai
kalangan, sehingga hanya diperlukan banyak kreatifitas dan kerjasama yang
baik antar semua komponen bangsa melalui BPIP dengan strategi diversifikasinya
yang diimplementasikan dalam berbagai program kerja ke depan.
Momentum mudik sangat
menggambarkan bagaimana Pancasilaisnya para pemudik dengan tetap mematuhi
peraturan lalu lintas, mengedepankan budaya antri, mendengarkan petunjuk
dan arahan petugas di lapangan, berbudaya dalam berkendaraan di jalanan,
termasuk aparat negara yang sedang siaga 1 juga ikhlas menerimanya karena
membahagiakan pemudik dengan menjaga keamanan situasi adalah kebahagiaan itu
sendiri, termasuk sedekah bagi mereka.
Pancasila dan momentum
lebaran adalah ibarat dua sisi mata uang, karena sejatinya bermaafan terutama
meminta maaf kepada orang tua, melaksanakan sholat Iedul Fitri dan
melakukan mudik sebagai ibadah adalah implementasi sila pertama
Pancasila.
Kemudian adanya
keputusan pemerintah untuk libur bersama menyongsong Idul Fitri yang didukung
oleh berbagai pihak termasuk pihak swasta adalah refleksi sila kedua Pancasila.
Fenomena ini sangat
mengharukan ketika pabrik jamu Sido Muncul dan perusahaan lainnya juga
menyediakan jasa mudik gratis bagi karyawan dan mereka yang kurang mampu.
Ini juga refleksi sila kedua Pancasila.
Sila ketiga Pancasila
juga akan semakin kuat dan solid dengan tradisi mudik dalam rangka Idul
Fitri, karena dengan saling berkunjung, saling memberi makan dan
minuman khas daerah masing masing memperkuat kohesi sosial dan meneguhkan
diversifikasi bangsa ini termasuk memperkuat persatuan Indonesia.
Lebaran juga
merefleksikan sila keempat Pancasila, dimana tidak sedikit pada hampir
banyak keluarga saat lebaran diwarnai dengan berbagai pembicaraan yang tidak
hanya pembicaraan umum, namun juga pembicaraan dalam keluarga terkait
trending topic dan isu isu yang viral dan biasanya orang tua memberikan arahan
ke anaknya serta kakak kepada adiknya yang semuanya dilakukan secara
demokratis, dan tidak ada jarang ada musyawarah kekeluargaan membahas
rencana ke depan bagi keluarga besar.
Last but not
least, sila kelima Pancasila dalam momentum lebaran terlihat dari semakin
banyaknya sarana dan prasarana transportasi yang dibangun dan disediakan negara
telah memperlancar arus mudik. Kebahagiaan, kelancaran mudik dan keamanan
yang kondusif adalah bentuk keberadaban itu sendiri.
Selamat mudik,
selamat berlebaran di "hometown" masing masing dan jaga terus
persatuan serta marwah Pancasila. Minal aidzin wal faidzin. Mohon
maaf lahir dan batin. (Penulis: Toni Ervianto pemerhati masalah sosial)
Editor: Harian Momentum