Sikap TNI Pasca Mantan Jenderal Mengajak Bangkit, Bergerak, Berubah atau Punah

img
Foto Ist.

Harianmomentum.com--Sumpah Prajurit: “Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila danUndang Undang Dasar 1945.”

 

Tribrata Polisi: “Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukumNegara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.               

 

Jenderal Sudirman:”Tentara hanya memiliki kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan negaradan menjaga keselamatannya, sudah cukup kalau tentara teguh pegang kewajiban ini,lagi pula sebagai tentara, disiplin harus dipegang teguh (Yoyakarta, 12/11/1945).

 

Tekad para mantan Jenderal di Harkitnas 20/5/2018 di Gedung Konvensi TMPNKalibata tidak terlepas dari sumpah, ikrar dan pesan Jenderal Sudirman. Jiwa dan tekadkeprajuritannya tidak kunjung padam.             

Jenderal  TNI  (Purn) Widjojo Soejonomengingatkan: “Sebagai Bhayakari Negara dan Bangsa, baru berakhir saat tidak bisamendengar salvo, meskipun ditembakkan di samping telinga”.

 

Pesan, kata bijak danmotivasi para pejuang dan senior itulah yang bersemayam di hati para purnawirawan. Gaung kembali ke UUD 1945 tidak saja menggema di gedung konvensi saat itu.

 

Pasca  mantan Jenderal meneriakkan kembali ke UUD 1945 untuk selanjutnya disempurnakan, apresiasi terus mengalir. Berbagai organisasipun berani meneriakkankembali ke UUD 1945, baik lewat media sosial maupun spanduk.

 

Lius Sungkarismabersama Yap Hong Gie putra Mr. Yap Thiam Hien dkk, Gerakan Selamatkan Indonesia, Forum  Gema  Nusantara, Sahabat  Weka dan lain-lain, ikut  menggelorakannya.     

Lalu bagaimanakah sikap TNI dan Polri yang memiliki Sumpah Prajurit dan Tribrata Polisi ?Jujur, rakyat menunggu sikap TNI/Polri. Pasalnya mereka punya Sumpah Prajuritdan Tri Brata. 

 

Sudah 2 minggu lebih, tidak terdengar reaksinya. Penulis coba bertanyakepada   Mayjen  TNI   (Purn)  Prijanto, mantan  Aster  Kasad, apakah TNI/Polri juga memiliki pemahaman yang sama dengan para purnawirawan terhadap konstitusi hasilamandemen saat  ini? 

  

Prijanto terdiam, mencoba  menata bagaimana dirinya harus menjawab. Sambil tersenyum, dia menjawab tidak tahu.Namun, dia  lanjutkan juga. Logikanya TNI/Polri  juga faham masalah ini. Mengapa, Perwira TNI/Polri memiliki kapasitas intelektual yang tidak bisa dipandangremeh.

 

Memiliki institusi intelijen strategis dan taktis, yang mampu menganalisa data dan fakta masa lalu,   baru lalu dan memprakirakan yang  akan datang.  Ilustrasinya,mantan Jenderal kemarin itu, banyak Pati  yang  baru  pensiun. Kalau toh pensiunanlama, itupun bersumber dari almamater TNI/Polri.

 

Seperti halnya temen sipil, saya  juga suka bertanya dalam  hati, mengapaTNI/Polri  tidak terusik  dengan  konstitusi  saat  ini?  Padahal   kajian amandemen UUD1945 yang disampaikan purnawirawan, aktivis dan pakar atau organisasi seperti PPADdan Ormas, hakikatnya juga dirasakan para prajurit aktif secara individu, tutur Prijanto.

 

Sehingga, ketika menyatakan kesetiaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, mestinya TNI/Polri terusik dan berani menyampaikan   pendapatnya: 

 

“Benarkah   konstitusi   hasil   amandemen   UUD1945 saat ini memiliki nilai-nilai  sama dengan UUD 1945 aslinya? TNI mendapatkan amanat undang-undang untuk:  (1) menegakkan kedaulatannegara (2) mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila danUUD 1945 (3) melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dariancaman dan gangguan terhadap keutuhan bagsa dan negara.

 

Apabila tugas pokokTNI disandingkan dengan hasil kajian   amandemen UUD 1945, dan situasi saat ini,kiranya menjadi klop. Artinya, jika terjadi instabilitas yang disebabkan konstitusi, makaTNI memiliki kewajiban berbicara.

 

Berbicara konstitusi bukanlah politik praktis, tetapimasuk   ranah  politik   negara   terkait  kedaulatan,  keutuhan, dan perlindungan kepadabangsa dan tumpah darah, tandas Prijanto.Prijanto   mengajak  semua pihak, melakukan  perenungan, memunculkanpertanyaan kritis terhadap kondisi saat ini.

 

Apakah persatuan bangsa lebih baik setelahasing  memperkenalkan Pilpres secara  langsung?  Apa   penyebab  perpecahan, adudomba, kebencian, ketidakadilan hukum, politik uang, korupsi marak yang semuanya ituberkelanjutan?

 

Apabila jawabannya akibat amandemen UUD 45, maka keliru jika TNIdan komponen bangsa lainnya melakukan pembiaran.

 

Bukankah itu semua merupakanancaman dan gangguan  terhadap kedaulatan dan keutuhan  serta  perlindunganterhadap bangsa dan negara ? Sesungguhnya, patut kita menduga bahwa Pilpres dan Pilkada langsung adalahkonsep  asing  untuk  hancurkan  persatuan   Indonesia dengan  memanfaatkankemajemukan SARA.

 

Asing telah mempelajari lama, mengapa Indonesia sejak Orla dan Orba bisa  hidup rukun, padahal  SARA sangat majemuk?  Asing  telah menemukanjawabannya, sebagaimana  rakyat Indonesia mendengung-dengungkannya.

 

BeberapaPresiden   dan   tokoh  duniapun memujinya. Apa  itu Pancasila dan UUD  1945, itulah azimat pemersatu bangsa, tutur Prijanto.Hakikatnya asing tak ingin Indonesia besar. Secara konseptual dan segala cara,Indonesia  yang  sedang  bergerak  sebagai  macan  Asia  diporakporandakan melaluipenciptaan krisis ekonomi, disusul hembusan reformasi. Dibisikkannya di telinga tokoh-tokoh: “Demokrasi anda salah.

 

Tidak ada itu namanya Demokrasi Pancasila”. Beberapaaktivis ‘98 pun berpendapat bahwa ada ‘pembonceng’ saat reformasi. Reformasi ‘98tidak  sekedar  penggulingkan pak Harto, tetapi  juga   reformasi  politik dan ekonomi Indonesia. 

 

Pembubaran BP7 dan merubah UUD 1945, hakikatnya penghancuran azimat pemersatu bangsa Indonesia, tandas Prijanto dengan sengitnya.

 

Tanpa  bermaksud  menggurui,  karena dia  tahu siapa dirinya dan  posisinya,Prijanto mengharapkan agar TNI tidak ragu-ragu berbicara tentang konstitusi sesuaiprosedur, mekanisme dan wewenang serta tugas pokok yang diamanatkan undang-undang.

 

Untuk  menguatkan tekad  dan jiwanya, disarankan para Prajurit  TNI untukmengingat kembali pesan-pesan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Banyak pesan-pesan Jenderal Sudirman yang bisa diterapkan pada situasi negara seperti saat ini,pesan Prijanto.

 

Tanpa  disengaja, penulis ketemu Pamen aktif yang tidak  bersedia  disebutnamanya. Dia baru   meraih gelar doktor  dengan desertasi bidang  ilmu  politik,  lulus dengan predikat sangat memuaskan. Dia Perwira cerdas. Banyak harapannya kepadaTNI. 

 

“TNI harus cerdas menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat dan perkembangan lingkungan strategis global, regional dan nasional. Kalau tidak, makaTNI tidak akan exist” kata doktor muda ini.

 

Seperti kita ketahui, mantan Kasad Jenderal Agustadi pada Harkitnas yang lalumengingatkan bangsa Indonesia agar tidak lelap tidur dan abai terhadap situasi NKRIyang sedang terserang proxy war. Ada kekuatan negara adi daya berusaha merebutIndonesia.

 

Agustadi mengajak semua pihak untuk bangkit agar tidak  punah, melaluigerakan kebangkitan bangsa, baik masalah konstitusi maupun penyelengaraan negara.Kami purnawirawan TNI/Polri bersama komponen masyarakat militan masih ada.

 

Kami masih eksis dan mampu merombak bangsa ini menjadi ‘Tuan rumah di negeri sendiri’.Itulah statemen di akhir sambutan Agustadi di Harkitnas 20/5/18.

 

Sedangkan mantan Kasal Laksamana Tedjo Edhy, menyoroti perlunya kepekaanterhadap geopolitik & geostrategi yang  mengancam Indonesia, masalah bebas visa,tenaga kerja asing, SDA dan  penanganan terorisme.   

 

Untuk menghadapi segala permasalahan negara tersebut, diperlukan pemimpin yang kuat,   yang  mampumemimpin negara dan bangsa. Kaitan amandemen UUD  45, ditengarai Tedjo telahmenimbulkan  kegaduhan pada  sistem kenegaraan. 

 

Karena itulah,  Laksamana TedjoEdhi mengajak kembali ke UUD 1945.Tidak beda dengan mantan Kasad dan Kasal, mantan Kasau Marsekal Imam Sufaat pun menyoroti  hasil amandemen UUD 1945.   

Bahwa, proses  amandemen sampai 4 kali, dilakukan  dalam  euphoria  reformasi, krisis  multi demensi,   kentalkepentingan asing, dan jauh berbeda dengan suasana kebatinan dan cita-cita foundingfathers.

 

Imam Sufaat juga menekanan perlunya kaji ulang hasil amandemen UUD 1945.Jika ternyata pasal-pasalnya telah bergeser dari nilai-nilai pembukaan, dan Pancasilamaka diperlukan  tekad   untuk   kembali  ke  UUD 1945  asli,  untuk  selanjutnya disempurnakan. Irjen Pol Taufiequrachman Ruky mantan Ketua KPK, menyoroti kaitan demokrasidengan   korupsi.

 

Penyebab korupsi bisa manusia  atau  sistem yang buruk. Ongkos politik, biang kerok  terjadinya   korupsi. Secara  runtut  Taufieq  menjelaskan korelasisistem  Parpol, Pilleg, Pilpres dan Pilkada langsung yang berujung korupsi.

 

Tanpamemperbaiki sistem, Taufieq pesimis korupsi bisa diberantas. Kembali ke UUD 1945 asli, untuk selanjutnya menata sistem politik, sistem Parpol, sistem  ekonomi, merupakan keyakinan Taufieq untuk memperbaiki Indonesia.Ketika ditanyakan kepada beberapa aktivis sipil, bagaimana harapannya kepadaTNI,  umumnya mereka memiliki  harapan sama.   

 

Edwin H.Soekowati, dr. Zulkifli S.E komei,  Bakri Abdullah dan Wawat Kurniawan, sangat menaruh harapan besar agar TNI juga ikut bangkit, bergerak, untuk membuat perubahan sesuai dengan tujuanPembukaan  UUD   1945, agar negara dan bangsa  tidak punah.   

 

Kalau mau ada perubahan,TNI/Polri harus berani tegas menyatakan konstitusi negara harus sesuaidengan cita-cita negara saat dimerdekakan atau didirikan, kata Edwin Soekowati. Kita tunggu sikap TNI, semoga. (Penulis: TW Deora pemerhati masalah Polhukam Indonesia)






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos