Karyawan RSUD Mayjen Ryacudu Tuntut Plt Direktur Mundur

img
Demonstrasi ratusan karyawan RSUD Mayjen Ryacudu di depan Kantor DPRD Kabupaten Lampung Utara

Harianmomentum.com--Ratusan karyawan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mayjen Ryacudu, Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara (Lampura), menggelar aksi unjuk rasa ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, Kamis (3-1-2019).

Para karyawan itu menuntut perbaikan manajemen rumah sakit, sekaligus mendesak Pelaksana tugas (Plt)  Direktur RSUD Ryacudu, dr. Indra Husada mundur dari jabatannya. 

Para demonstran menilai Indra (Plt Direktur) tidak cakap, tertutup bahkan arogan dalam menjalankan amanah yang diembannya.

Koordinator lapangan aksi tersebut Tabrani dalam aksi tersebut mengatakan selama kepemimpinan Indra sebagai Plt. Direktur, pengelolaan manajemen RSUD Mayjen Ryacudu amburadul. 

"Banyak kebijakan-kebijakan yang diambilnya (Indra) secara sepihak, bahkan tanpa ada regulasi yang jelas. Manajemen juga tidak transparan mengelolaan keuangan terutama dalam pembagian jasa layanan kesehatan dan remunerasi. Harus segera perbaikan manajemen dan Indra harus mundur," kata  Tabrani berorasi.

Menurut dia, RSUD Ryacudu sejak tahun 2014 telah berubah status menjadi Badan Layanan Urusan Daerah (BLUD) yang diberi kewenangan untuk melakukan pengelolaan layanan secara mandiri dan profesional. Kenyataanya sampai saat ini fungsi BLUD belum berjalan sama sekali.  

"Seharusnya pihak manajemen segera melakukan tahapan sistem kerja BLUD termasuk di dalamnya melakukan rekrutmen karyawan secara profesional, terbuka dan akuntable. Jangan jadikan alasan jumlah karyawan yang overload untuk melegitimasi minimnya jumlah jasa layanan dan remunerasi yang kami terima," paparTabrani di hadapan Wakil Ketua II DPRD Lampura Herwan Mega dan sejumlah anggota DPRD lainya.

Hal senada disampaikan perwakilan pendemo lainnya Adri Yadi. Menurut dia, kebijakan pembagian remunerasi yang dilakukan manajemen RSUD tidak ada regulasi pasti. Seharusnya kebijakan tersebut mengacu pada Undang-Undang, Permendagri dan Permenkes. 

"Kami pernah menggunakan jasa konsultan untuk menghitung besarab remonerasi yang diterima karyawan dari mana. Alhamdulillah selama tiga bulan kami memakai jasa konsultan jumlah remunerasi yang kami terima rata-rata Rp.1,5 juta per bulan. Setelah tiga bulan berlalu, kami menerima jumlah yang sangat minim, bahkan ada tenaga honorer yang selama satu tahun penuh (2018) tidak mendapatkan honor," ungkapnya.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua II DPRD Lampuran Herwan Mega bersama sejumlah Ketua Komisi DPRD setempat, berjanji akan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan para karyawan RSUD tersebut dengan memangil seluruh pihak terkait.

"Senin nanti kita akan panggil semuanya, untuk dimintai keterangan apa yang terjadi sebenarnya. Krusial bagi kami adalah berubahnya status menjadi BLUD sejak 2014 yang lalu tidak dibarengi oleh regulasi.  Jika tidak bisa selesai, kami juga berwenang  untuk merekomendasikan permasalahan ini ke aparat penegak hukum mau pun BPK untuk mengaudit rumah sakit Ryacudu," kata  Herwan.

Dia juga menyesalkan sikap arogansi Plt. Direktur RSUD Ryacudu yang mencopot 17 kepala ruangan di rumah sakit tersebut. 

"Terkait pencopot jabatan itu kewenangan pemkab,  tetapi secara etika belum pas, karena kita ini bagaimana menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah. Kalau seperti ini, justri menimbulkan permasalahan baru. Pokoknya sabar tunggu aja, pasti kita tindaklanjuti semuanya,"  tegasnya.

Diketahui, pada 20 Desember 2018  lalu, ratusan karyawan RSUD Mayjen Ryacudu juga melakukan unjuk rasa di Kantor Pemkab Lampura, menyampaikan aspirasi serupa. Aksi itu berbuntut pencopotan 17 kepala ruangan di rumah sakit setempat. (ysn)







Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos