Jaga Fitrah Bangsa Dari Ancaman Radikalisme dan Terorisme

img
Foto: Prof. Dr. Bambang Pranowo, Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta/NET

Harianmomentum--Indonesia adalah negara majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, dan bahasa sejak bangsa Indonesia merdeka 14 Agustus 1945 dulu.

Sudah menjadi fitrah bangsa Indonesia bahwa perbedaan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika itu adalah kekuatan untuk menjaga persatuan NKRI, terutama dari ancaman radikalisme dan terorisme.

Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Bambang Pranowo menekankan bahwa Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun, termasuk kelompok radikal yang mengusung 'mimpi' mendirikan khilafah.

"Konsep Bhinneka Tunggal Ika tidak hanya dicetuskan oleh para pendiri bangsa ini, tetapi juga tercantum dalam Al Quran dalam surat Al Hujurat ayat 13," ujar Bambang Pranowo di Jakarta, Selasa (4/7).

Di momen Hari Raya Idul Fitri yang baru saja dilewati umat muslim seluruh dunia, Bambang Pranowo kembali mengingatkan pentingnya menjaga persatuan dan menghormati perbedaan itu. Apalagi faktanya masih banyak anak bangsa yang 'teracuni' paham-paham kekerasan yang mengatasnamakan agama sehingga tidak sadar melakukan aksi terorisme. Contohnya, sebut dia, aksi teror penusukan anggota polisi di Medan dan di Jakarta, yang dilakukan simpatisan kelompok radikal ISIS.

"Orang yang melakukan teror itu tidak memahami secara benar ajaran agama. Kalau memahami ajaran islam mereka pasti tidak akan melakukan itu karena dalam islam membunuh orang hanya boleh karena ada peperangan. Kalau tidak dalam perang, membunuh satu orang itu, dosanya sama dengan membunuh seluruh umat manusia," papar Bambang.

Apalagi, lanjut Bambang, aksi itu didasari pengertian mereka yang salah tentang makna jihad dan syahid. Ia menjelaskan, jihad itu harus dalam rangka membela kebenaran di jalan Allah. Selain itu, jihad di jaman modern dan negara tidak perang seperti Indonesia, bukan dengan kekerasan apalagi membunuh.

"Kalau di Indonesia jelas tidak bisa diterapkan istilah jihad dan syahid karena negara kita tidak dalam perang. Jadi, apa yang diusung para pelaku aksi terorisme jelas salah dalam menafsirkan jihad dan syahid," jelas Bambang.

Ia menegaskan, para pelaku teror itu memiliki pemahaman agama Islam yang dangkal serta terbutakan oleh berbagai macam propaganda radikalisme yang menyesatkan. Dalam hal ini, ia menilai peran ulama sangat besar untuk memberikan pemahaman dan pengertian agama islam yang benar dan rahmatan lil alamin. (wid/RMOL)






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos