Memperbaiki Normalitas Pembangunan

img
Ilusrasi: Net

PEMERINTAH selama beberapa periode menghadapi tantangan ketidaknormalian distribusi hasil pembangunan. Ketidaknormalan yang menantang itu berupa keterlambatan. Kemudian solusi yang dilaksanakan adalah memperbaiki distribusi normalitas kecepatan pembangunan.

 

Soeharto memperbaiki pembangunan fisik dan non fisik di daratan, kemudian belakangan hari pembangunan udara dan kelautan terasa tertinggal. Habibie membangun industri pesawat terbang untuk memperbaiki kecepatan perhubungan antar pulau. Pesawat berkapasitas kecil dan lincah untuk memperbaiki mobilitas. Industri strategis diidolakannya. Abdurrahman Wahid mengembangkan perbaikan pembangunan kelembagaan dan struktur organisasi pemerintahan.

Megawati Soekarno Putri mengembangkan perbaikan sumberdaya manusia sebagai aktor penentu pembangunan. Metodanya adalah mempraktekkan suksesi menggunakan pemilihan secara langsung. Soesilo Bambang Yudhoyono mengembangkan perbaikan perencanaan pembangunan nasional mengunakan MP3EI untuk memperbaiki percepatan. 

Joko Widodo lebih tertarik pada kecepatan pembangunan. Kecepatan menjadi dambaan. Sumber optimisme. Terpesona oleh kecepatan Bandung Bandawasa dalam membangun 1000 Candi berdurasi semalam. Itu sebelum ayam jantan berkokok untuk mencukupi syarat menikahi Roro Jonggrang. Membangun bendungan Tangkuban Perahu oleh Sangkuriang juga dalam kecepatan semalam. Waktu semalam tadi setara perjalanan percepatan manajemen proyek pembangunan nasional berdurasi 3 tahun. Berbatas waktu 5 tahun. Itu dilakukan, agar masa kontrak pemerintahan dapat diperpanjang ke putaran kedua.
    
Belakangan hari komitmen dengan saudara tua dari China dan pertemanan dengan negara-negara Barat, serta Jepang berjalan tidak sesuai dengan maksud durasi percepatan pembangunan infrastruktur 3 tahun. Utang dari Bank China menimbulkan masalah pada ketiga Bank BUMN. Pembangunan kereta api cepat Jakarta Bandung dan Papua tidak kunjung terwujud, dikalahkan oleh ayam jantan berkokok. Demikian pula pembangunan kereta api di Sulawesi dan terutama Kalimantan. 

Yang berjalan adalah proyek yang sudah sangat lama terencana oleh pemerintahan terdahulu. Sasaran pembangunan listrik 35 juta watt sangat terlambat. Pengokohan holding dan super holding berjalan lambat. Membangun holdingisasi BUMN menggunakan celah tanpa persetujuan DPR mendapat resistensi. Resistensi terhadap fenomena ketidakjelasan akuntabilitas masalah penyusutan revaluasi asset BUMN layak ini ditindaklanjutkan.
    
Mengubah cakrawala horizon dari evolusi menjadi revolusioner tidak mudah. Kisah aktor Bandung Bandawasa dan Sangkuriang mensyaratkan kecukupan penerimaan harmonisasi pertemanan dengan sumberdaya manusia setanah air. Mengeliminasi rombongan ayam jantan berkokok dengan memenjarakan tokoh alumni Aksi 212 bukanlah solusi.  

Pemerintah perlu melanjutkan penumbuhkembangan budaya co-opetition secara lapang dada. Pemerintah perlu menaikkan dana peserta Calon Pilkada dan Pilres, serta Parpol untuk menurunkan rasio narapidana Kepala Daerah secara signifikan. Pendanaan gratis berdasarkan pengalaman negara yang PDB per kapita lebih tinggi dari Indonesia, juga berfungsi efektif mengurangi penggadaian perizinan sumberdaya alam dan monetisasi konsesi kontrak manajemen operasi untuk pemenangan suksesi.

Sugiyono Madelan 

Peneliti INDEF, Dosen Universitas Mercu Buana 






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment