MOMENTUM, Bandarlampung--Ada sebanyak 660 WNI yang karena terpapar ideologi terorisme akhirnya bergabung dengan ISIS dan diyakini banyak kalangan bahwa jumlah tersebut sudah kurang karena tidak sedikit WNI yang meregang nyawa kurang jelas tujuannya tersebut di Irak dan Suriah, dan pasca tewasnya khalifah mereka yaitu Abu Bakar al Baghdadi, mereka memelas atau menghiba ingin masuk ke Indonesia.
Menteri Agama RI, Fachrul Rozi mempunyai ide untuk memulangkan mereka ke Indonesia dengan alasan kemanusiaan, namun banyak kalangan yang kurang menyetujuinya dengan ketakutan mereka bahwa mereka akan "mengembangbiakkan" ISIS di Indonesia, apalagi berkembang informasi di youtube bahwa Asia Tenggara termasuk Indonesia menjadi calon daerah basis pengembangan jejaring ISIS. Benar tidaknya informasi ini jelas hanya BIN dan Densus 88 Mabes Polri yang bisa menjawabnya, mungkin kedua institusi berpengaruh tersebut sudah melaporkan ke Presiden sehingga pernah muncul berita Jokowi agak keberatan dengan ide Fachrul Rozi tersebut.
Menag RI pun pernah diberitakan bahwa BNPT juga menyetujuinya terkait gagasan memulangkan 660 WNI eks ISIS yang terancam berstatus stateless atau tidak mempunyai negara jika ditolak masuk ke Indonesia.
Dengan alasan kemanusiaan seperti ini, maka wajar jika eks ISIS tersebut diterima kembali dan menjadi tantangan bersama bagi tokoh formal dan informal termasuk unsur pemerintah seperti BIN, Polri, BAIS TNI, Kementerian Agama, Kemendikbud, BNPT, Kementerian Urusan Perempuan dan Anak serta Kementerian Kominfo dan lain lainnya untuk membina, meliterisasi, mengedukasi, menderadikalisasi mereka agar bisa "disengage" dari pengaruh ISIS, dan terhadap jaringan teror yang masih eksis di Indonesia biarlah BIN dan BNPT yang menyurveillence mereka dan menganalisisnya, sedangkan bagian menindak atau melumpuhkan jejaring teror biarlah Polri bekerjasama dengan TNI menjalankan Tupoksinya.
Berbicara soal terpapar ideologi teror, siapapun dapat terkena apakah anak pejabat negara atau tidak, orang kaya atau orang miskin, berpendidikan atau tidak, ASN atau bukan ASN, bahkan ada anggota Polwan yang pernah ditangkap karena ikut jaringan teror, termasuk di manca negara juga diberitakan ribuan anggota militer Jerman atau Bundeswehr yang diduga terpapar ideologi teror.
Jika berbicara hal ini salah siapa? Jawabannya meluas mulai orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat, jajaran intelijen sampai kepada pemerintah itu sendiri. Menyikapi gagasan memulangkan 660 WNI eks ISIS jelas harus hati hati dan mendengarkan suara banyak kalangan, karena gagasan ini cukup menimbulkan pro dan kontra serta mengingat terorisme yang menjadi momok masyarakat global.
Memang banyak negara menolak warga negaranya yang tergabung dalam ISIS atau Al Qaeda kenbali ke negara masing masing atas hasil assessment mereka, walaupun di negara negara yang menolak tersebut juga banyak diwarnai fenomena serangan teror dengan berbagai modus operandi. AS sendiri sebagai "polisi dan jaksa global" juga ketakutan dengan ancaman teror dan semakin berkembangnya lone wolf.
Oleh karena itu, Indonesia dengan ideologi Pancasila dan sikap warganya yang tidak pendendam (bahkan terhadap bandar narkoba dan koruptor perlu ditembak mati atau tidak, banyak masyarakat yang menolaknya) sehingga diharapkan cukup dewasa dan bijaksana dalam melihat fenomena 660 eks ISIS dari Indonesia ini, apalagi mereka yang beragama Islam perlu mengacu ke ajaran Nabi Muhammad SAW jika ingin menyelesaikan masalah ini dengan selamat. Semoga.(**)
Oleh: Ramelan Sukamo Roto. Penulis adalah pemerhati masalah Indonesia.
Editor: Harian Momentum