MOMENTUM, Bandarlampung--Kementerian Dalam Negeri mempertimbangkan untuk mengajukan revisi UU nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua untuk memberikan kepastian bagi dana alokasi khusus. Dalam Pasal 34 UU nomor 21/2001 disebutkan bahwa penerimaan anggaran dalam rangka otonomi khusus berlaku selama 20 tahun. Dengan kata lain, sejak pengesahan UU itu Papua akan menerima alokasi dana otonomi khusus hingga 2021.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bahwa Kemendagri telah membicarakan pengajuan revisi UU itu ke Komisi II DPR. Dari revisi tersebut, pemerintah nantinya akan menampung berbagai masukan baik dari level atas maupun akar rumput.
“Kalau dari pusat jelas yang paling utama tetap aspirasi kita tampung selama dalam kerangka NKRI. Tapi apa pun idenya untuk pembangunan Papua kita pasti tampung,” katanya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (5-2-2020).
Dia tak menampik jika dalam revisi ini akan membahas mengenai sejumlah persoalan seperti ekonomi, perizinan dan royalti. Seluruh aspirasi masyarakat Papua dijanjikan akan diterima.
“Tapi dana Otsus tetap diteruskan, why not? Kalau memang pemerintah pusat memiliki ruang fiskal mencukupi kenapa tidak? Tetapi kalau misal tidak apa opsi lainnya?” terangnya.
Dia menuturkan pembahasan tersebut akan melibatkan seluruh pihak mulai dari pejabat eksekutif, legislative di pusat dan daerah serta masyarakat daerah. “Jadi melibatkan tiga layer, yang penting kita masukkan dulu ke Prolegnas karena 2021 UU Otsus Papua yang tahun 2001 [akan berakhir],” katanya.
Dari alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada 2019, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat menerima alokasi dana otonomi khusus senilai Rp8,36 triliun. Sementara itu, pada 2018 nilainya sebesar Rp8,03 triliun.
Pada tahun ini, anggaran dana otsus sebesar Rp8,4 triliun untuk Papua dan Papua Barat, dengan rincian untuk Papua sebesar Rp5,86 triliun dan Papua Barat Rp2,51 triliun.
Perlu dipercepat
Revisi UU Otsus Papua sudah masuk dalam daftar SK Ketua DPR RI, Puan Maharani dalam prolegnas 2020 s.d 2024 bersama sejumlah RUU yang lainnya. Keberadaan revisi UU Otsus Papua sangatlah urgent atau penting, selain RUU soal penyadapan, RUU Siber, RUU Ibukota dan RUU Omnibus Law. Semua stakeholders yang diamanahkan untuk mengawaki RUU-RUU ini perlu mengintensifkan dan mengakselerasikan kinerjanya agar tugas negara yang dibebankan kepada mereka cepat selesai untuk kemaslahatan umat.
Terkait revisi UU Otsus Papua, memang sampai saat ini jika tidak salah Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri sedang mempersiapkan naskah akademik dan draft perubahannya, dimana Kemendagri sedang meminta masukan atau tanggapan dari berbagai K/L terkait. Sebenarnya sudah ada draft perubahan UU Otsus Papua yang dibuat oleh Pemprov Papua pada tahun 2014, namun menurut penulis, draft tersebut “membahayakan” bagi keutuhan NKRI di Papua, karena banyak kewenangan yang layak disebut berlebihan dituntut dalam draft tersebut.
Sampai saat ini masih muncul sejumlah pertanyaan strategis dan krusial terkait revisi UU Otsus Papua tersebut yaitu apa ada kendala dalam menyelesaikan draft dan naskah akademik? Disamping itu apakah K/L terkait sudah memberikan masukan atau idenya kepada Kemendagri? Tidak hanya itu saja, apa skenario terburuk yang akan terjadi jika pembahasan revisi UU Otsus Papua tidak kunjung tuntas pada tahun 2021? Apakah perlu pemerintah mengeluarkan Perppu sebagai payung hukum keberlanjutan Otsus di Papua? Jika dana Otsus diperbesar, apakah masih dimasukkan ke DAU atau DAK? (banyak kalangan ahli keuangan dan pengawasan agar dana Otsus masuk ke DAK). Apakah perlu dibentuk Badan Nasional Urusan Tanah Papua seiring dengan dilanjutkannya Otsus Papua untuk mengintensifkan pengawasannya? dan lain-lain.
Pemerintah jelas memerlukan banyak masukan atau ide dari berbagai kalangan terkait revisi UU Otsus Papua ini, oleh karena itu sebaiknya tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, anggota DPD RI dari Papua dan Papua Barat, anggota Komisi II DPR RI dari Papua dan Papua Barat sering mengungkapkan idenya dengan menjawab pertanyaan diatas atau tidak mengelak jika diwawancarai oleh media massa terkait masalah ini, karena bagaimanapun juga dana Otsus masih sangat diperlukan bagi keberlanjutan pembangunan di Papua dan Papua Barat. Semoga.(**)
Oleh: Victor Alfons Jigibalom, Penulis adalah pemerhati masalah Papua.
Editor: Harian Momentum