Memahami RUU Ibukota Negara

img
ilustrasi.

MOMENTUM, Bandarlampung--Kondisi Indonesia saat ini yang sedang menghadapi wabah virus Corona nampaknya tidak menyurutkan keseriusan Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk terus mendorong realisasi pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Dari segi organisasi pemerintahan, situasi tersebut merupakan bentuk kerjasama pemerintahan yang baik dari para pembantu Presiden yang saling bahu-membahu menyelesaikan berbagai hal yang menjadi prioritas bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.

Salah satu upaya percepatan realisasi pemindahan Ibu Kota Negara yakni terkait keberadaan Undang-undang serta peraturan yang diperlukan sebagai payung hukum. RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN) telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020. 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa mengatakan, setidaknya terdapat 6 Undang-undang yang akan disinkronkan melalui mekanisme Omnibus Law yakni, UU Ibu Kota Negara, UU Perkotaan, UU Kawasan, UU Pemerintahan Daerah, UU Penataan Ruangan dan UU Lingkungan Hidup. Dijadwalkan draft RUU Ibu Kota Negara tersebut akan dibahas di DPR-RI sesudah masa reses pada pertengahan bulan Maret 2020. Draft RUU Ibu Kota Negara tersebut merupakan titik awal bagi Pemerintah untuk dapat segera merealisasikan pemindahan Ibu Kota Negara ke Kaltm.

Seperti kita ketahui bahwa Indonesia belum memiliki Undang-Undang mengenai Ibu Kota Negara. Undang-undang yang ada saat ini adalah undang-undang yang hanya mengatur penetapan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, sebagai dasar hukum pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan, maka perlu adanya suatu undang-undang baru yang lebih detail menjelaskan mengenai Ibu Kota Negara.

Dalam penjelasan RUU IKN, alasan pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan adalah didasarkan pada kajian yang telah dilakukan Pemerintah, yang menyimpulkan bahwa performa Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara sudah tidak lagi dapat mengemban peran sebagai Ibu Kota Negara. Selain juga semakin pesatnya pertambahan penduduk yang tidak terkendali, penurunan kondisi dan fungsi lingkungan, dan tingkat kenyamanan hidup yang semakin menurun, serta tidak meratanya persebaran pertumbuhan ekonomi di luar DKI Jakarta dan Pulau Jawa dengan wilayah lain di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ibu Kota Negara diharapkan dapat mencerminkan identitas bangsa Indonesia.

RUU IKN yang menjadi Prolegnas Tahun 2020 berisi 39 Pasal yang diantaranya menjelaskan mengenai kedudukan dan cakupan wilayah Ibu Kota Negara, bentuk dan susunan pemerintahan Ibu Kota Negara, pembiayaan dan pendanaan, penataan ruang dan penanggulangan bencana, dan hal-hal lainnya terkait pembentukan Ibu Kota Negara baru. Namun di dalam rancangan tersebut, masih belum dipastikan wilayah Kalimantan bagian mana yang tepatnya akan menjadi ibu kota negara yang baru.

Dalam RUU tersebut juga akan ada beberapa klausul yang mengatur beberapa unsur pemerintah untuk tetap berada di wilayah Jakarta seperti Bank Indonesia (BI) dan Jasa Otoritas Keuangan (OJK). Hal ini bertujuan agar lembaga tersebut dapat melakukan pengawasan langsung pada bisnis di Jakarta. Mengingat, Jakarta akan dijadikan kota pusat bisnis dengan putaran uang terbesar di Indonesia. Pemindahan Ibu Kota Negara ini tentu harus disambut dengan baik, karena pembangunan Ibu Kota Negara yang masif ke depannya juga akan berdampak positif terhadap perkembangan di berbagai daerah di sekitarnya Alhasil, pemerataan pembangunan pun dapat tercapai.

Akan tetapi, seperti biasanya dalam suatu pembahasan Undang-undang akan ada perdebatan dari beberapa kelompok kepentingan yang merasa tidak sejalan dengan Pemerintah. Perdebatan yang muncul salah satunya, RUU IKN dianggap sebagai bentuk rezim pedagang dan ada peluaang korupsi dari pengadaan mega proyek perpindahan Ibu Kota Negara tersebut. RUU IKN dianggap terburu-buru dan tidak berdasarkan aspirasi masyarakat, serta pemindahan Ibu Kota dikhawatirkan akan menghilangkan nasib masyarakat adat setempat.

Untuk itu, pengajuan RUU IKN ke DPR-RI dapat mematahkan keraguan sejumlah pihak bahwa Pemerintah dianggap tidak serius. Selain itu, berbagai pihak yang merasa keberatan akan RUU IKN tersebut dapat mengajukan dialog dengan pemerintah tapi tentunya dengan argumentatif yang membangun dan tidak hanya mendiskreditkan Pemerintah. Terlepas nantinya RUU IKN hanya berbentuk Undang-Undang biasa ataupun berbentuk Omnibus Law, yang pasti RUU IKN tersebut bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia sesuai dengan pembukaan UUD 1945.(**)

Oleh: Iqbal Fadillah.






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos