Asimilasi Narapidana Diduga Jadi Ladang Pungli Baru

img
ilustrasi. Program Asimilasi Narapidana di rumah cegah Covid-19.

MOMENTUM, Bandarlampung--Program asimilasi yang digagas Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona atau covid-19 diduga menjadi ladang pungutan liar (pungli) baru sejumlah oknum tak bertanggungjawab.

Beberapa narapidana diharuskan membayar sejumlah uang mulai dari Rp5 juta hingga Rp10 juta agar bisa mengikuti program asimilasi.

Salah seorang narapidana berinisial R mengaku harus membayar Rp10 juta agar bisa mendapatkan bebas bersyarat melalui program asimilasi tersebut.

"Iya kemarin waktu ikut program asimilasi bayar Rp10 juta, ya mau gimana lagi saya pengen keluar," ujar mantan narapidana yang tersandung perkara narkoba itu, Minggu (12-4-2020).

R mengaku sudah menjalani dua per tiga dari masa hukuman di Rumah tahanan (Rutan) di wilayah Lampung.

R mengungkapkan, awalnya tahanan pendamping (tamping) masuk ke dalam blok tahanan dan memberikan daftar nama narapidana yang dimungkinkan untuk bisa mengikuti program asimilasi.

"Didata sama dia dengan setorin nama, saat didata ini sambil dibilangin buat nyiapin uang Rp5 juta sampai Rp10 juta," tutur R.

Kemudian, kata R, para narapidana kemudian dipanggil satu persatu oleh petugas rumah tahanan.

"Dikasih tahu, bahasanya ini kami usahakan kalian pulang dengan membuat pernyataan, kalau di ACC Jakarta kalian keluar," bebernya.

R melanjutkan, awalnya dia sempat ragu lantaran harus menyiapkan uang tersebut. Akhirnya R memberanikan diri untuk menghubungi keluarga dan mengatakan permintaan untuk bisa ikut asimilasi tersebut.

"Keluarga kaget, sempat marah, padahal gak pegang duit," ucapnya.

Meski keberatan, R mengaku pihak keluarga akhirnya mentransfer uang Rp 10 juta ke nomor rekening yang diberikan oleh Tamping tersebut.

"Sebagian uang itu keluarga saya pinjam ke rentenir, mau gak mau, kloter lainnya ada yang kena Rp5 juta," ungkapnya.

Hal senada diungkapkan oleh M yang awalnya diminta menyiapkan uang sebesar Rp 10 juta. Namun lantaran tidak sanggup, kepulangannya akhirnya sempat ditangguhkan.

Namun setelah beberapa kali mediasi, M mengaku membayar uang sebesar Rp 5 juta.

"Udah bayar itu baru saya keluar. Tapi saya udah kloter keberapa, gak dihari-hari pertama," tuturnya.

Sementara, Kepala Kanwil Kemenkumham Lampung Nofli mengatakan bahwa program asimilasi tidka dipungut biaya.

"Memang gratis tidak dipungut biaya sepeserpun," kata Nofli.

Disinggung apakah ada laporan masuk juga terkait pungli ini, Nofli pun memastikan belum ada.

"Sudah saya sampaikan pada jajaran, jangan mengambil keuntungan disini. Bebaskan saja (narapidana) ini, kalau ketahuan (pungli) jelas kami sanksi tegas," tegasnya.

Nofli mengatakan, jika para narapidana yang dibebaskan ini tidak diberitahukan sebelumnya.

"Jadi meraka ini tahu-tahu dipanggil keluar," terang Nofli.

Selanjutnya Nofli meminta kerjasama terhadap para narapidana maupun keluarganya yang merasa keberatan melalui layanan pengaduan.

"Silahkan mengadu. Disitu silakan sebutkan nama dan dari rutan atau lapas mana, pasti kami rahasiakan. Kalau gak ada laporannya bagaimana kami menindaklanjuti, kalau katanya-katanya juga, bisa juga itu fitnah yang gak suka sama pegawai didalamnya," jelasnya.

"Tapi kalau memang ada tolong sebutkan oknumnya lapas mana nanti kami tindaklanjuti. Kami tidak biarkan itu," tambah Nofli.

Adapun nomor layanan pengaduan via WhatsApp yang dimaksud Nofli yakni 08111599369, email [email protected] atau Twitter @kumham_lampung dan Instagram @kumhamlampung.(**)

Laporan: Ira Widya

Editor: Agus Setyawan






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos