Harianmomentum--Polemik penetapan nilai ganti rugi lahan
dan tanam tumbuh milik warga di Kecamatan Bukitkemuning, Kabupaten Lampung
Utara (Lampura) yang terkena perlintasan proyek pembangunan jaringan Saluran
Udara Tegangan Tinggi (SUTET), terus berlanjut.
Pertemuan perwakilan warga
dengan pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Konsultan Jasa Penaksir Publik (KJPP) yang dimediasi
DPRD Lampura, Senin (14/8) belum menghasilkan titik temu, terkait kesepakatan
ganti rugi tersebut. Pembahasan akan dilanjutkan pada Selasa pekan depan
(22/8).
Pada rapat yang berlangsung di
ruang sidang DPRD Lampura itu, pihak PLN bersikukuh menyatakan nilai
kompensasi ganti rugi untuk warga sudah sesuai prosedur dan aturan yang
berlaku.
" Semua proses yang kami
lakukan sudah terikat dengan peraturan, khususnya peraturan Menteri ESDM Nomor
38 tahun 2013. Yang menilai besaran kompensasi ganti rugi diserahkan
kepada lembaga independen dalam hal ini KJPP. Setelah menentukan nilai,
maka penyampaian harga. Besaran kompensasi yang ditetapkan KJPP bersifat
final," kata Jimmy Simatupang dari kantor perwakilan PLN Sumatera Bagian
Selatan.
Terkait
masukan, agar permasalahan ini segera diputuskan melalui negosiasi antara
masyarakat dan PLN, Jimmy mengatakan segala sesuatunya akan disampaikan kepada
pimpinan PLN.
Menurut
dia, permasalahan besaran kompensasi ini telah diputuskan juga diketahui oleh
Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan
Tinggi Lampung. Dana kompensasi itu, saat ini sudah dititipkan di pengadilan.
Pada
rapat itu, perwakilan KJPP Rehadial Ardi mengatakan, penaksiran besaran nilai
ganti rugi dilakukan dengan menggunakan data pembanding dan mengklasifikasikan
letak tanah. Begitu juga dengan bangunan dan tanam tumbuhnya.
"Kami
pakai data pembanding yang sesuai. Bangunan berdasarkan harga bangunan (BTP),
sedangkan tanam tumbuh berdasarkan SK bupati. Terkait berubah-ubahnya nilai,
karena perbedaan alat ukur. Yang pertama manual. Kedua memakai tambang dan yang
terakhir memakai alat canggih.dan kami yakin sudah sesuai prosedur,"
terangnya.
Sedangkan
perwakilan masyarakat Erwin Susandi tetap mempertanyakan dasar yang dipakai PLN
dan KJPP menetapkan besarnya kompensasi.
"Apa
yang menjadi dasar penentuan harga kompensasi. Lagian megaproyek ini seharusnya
jauh-jauh hari direncanakan secara matang, termasuk masalah kompensasi.
Buktinya, sosialisasi ke masyarakat pun, tidak dilakukan," serunya.
Melihat
belum adanya titik temu kesepakatan pada rapat tersebut, Ketua Komisi I DPRD
Lampura Guntur Laksana meminta PLN segera merespon keinginan masyarakat. Guntur
mengatakan pada intinya DPRD bersifat netral, namun tidak ingin
masyarakat dirugikan.
"Jika
memang bisa disepakati baik-baik melalui musyawarah mufakat, kenapa
tidak. Jadi nggak usah lagi sampai gugat menggugat ke pengadilan. Kalau pun
masih tidak ada titik temu, maka dewan dan pemkab melalui bagian hukum akan
mendampingi masyarakat," kata politisi Nasdem itu.
Guntur
mencurigai adanya pihak-pihak yang bermain dalam permasalahan tersebut. Hal itu
diperkuat bukti aduan masyarakat yang melaporkan oknum Ketua Lingkungan
berinisial S dan oknum petugas PLN berinisial W telah bermain dan merugikan masyarakat.
"Sudah
dua kali ini kita rapat, mereka berdua tidak hadir. Jadi saya minta kepada
aparat kepolisian agar menjemput paksa yang bersangkutan untuk
hadir pada rapat pekan depan," tegasnya.
Diketahui,
ada 31 kepala keluarga yang belum menerima kompensasi ganti rugi proyek SUTET
itu. Dari jumlah tersebut, 22 KK diantaranya enguasakan permasalahan
tersebut kepada penasehat hukum dari LBH Perwira Indonesia.
Menurut
sumber yang didapat masih terdapat 61 orang yang juga belum menerima kompensasi
perkarangan dan diduga telah digelapkan oknum S dan W.
Hadir
dalam rapat tersebut, Asisten I Pemkab Lampura Yuzar, Kabag Hukum Hendri, Kasat
Intel dan Kasie Pidum Polres Lampura. (ysn)
Editor: Harian Momentum