MOMENTUM, Bandarlampung--Seorang oknum polisi dan pengusaha showroom sepeda motor diadili di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang karena terlibat penyalahgunaan narkoba.
Keduanya warga Bandarlampung. Yaitu, oknum polisi berinisial MN (37), warga Jalan Krakatau Raya Sukabumi dan pengusaha showroom, LK (43), warga Jalan Nusa Indah Enggal.
Dalam sidang yang digelar PN Tanjungkarang secara daring, Jumat (4-9-2020), terdakwa MN dan LK menjalani sidang dengan agenda keterangan terdakwa.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Aslan Ainin diawali dengan mendengarkan keterangan saksi MN.
MN terseret dalam persidangan perkara narkotika setelah kedapatan memberikan sabu seberat 10 gram kepada terdakwa LK.
"Pekerjaan anda masih polisi?" tanya Ketua Majelis Hakim Aslan Ainin. Terdakwa MN mengaku masih menjadi anggota kepolisian di bagian Provost.
Kemudian Hakim Aslan menanyakan apakah terdakwa MN memiliki hutang kepada LK, dan terdakwa MN pun mengakui jika memiliki hutang uang kepada LK.
"Ada sesuatu yang saudara berikan kepada LK?" tanya Aslan.
Meski seorang saksi bernama Susanti mengatakan bahwa saksi MN menyerahkan sesuatu kepada LK, namun MN membantah. "Itu saksi yang bilang, silakan anda ingkar karena anda polisi," tegas Aslan.
Dalam sidang itu juga terungkap bahwa demi melunasi hutang Rp100 juta, seorang oknum MN nekad mencicil dengan paket sabu sebanyak 7,79 gram kepada pemilik showroom mobil.
Akibat perbuatannya, MN didakwa dengan pasal yang mengatur tentang tindak pidana narkotika dengan ancaman pidana penjara maksimal selama 20 tahun.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Desiyana menyebutkan, pria 37 tahun ini telah dengan sengaja memberikan narkotika jenis sabu tersebut kepada seorang Pemilik showroom mobil demi mencicil hutang miliknya yang sebanyak 100 juta rupiah
Terdakwa MN didakwa oleh jaksa dengan jeratan pasal 114 ayat 2 dan pasal 112 ayat 2 serta pasal 127 ayat 1 huruf -a undang undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal selama 20 tahun dan denda paling banyak sebesar 10 miliar rupiah.
Laporan: Irawidya.
Editor: M Furqon.
Editor: Harian Momentum