Sikapi Kasus Pengerusakan Lahan di Waykanan, Ginda Ansori: Polisi Jangan Nekat Dong!

img
Akdemisi yang juga Praktisi Hukum Gindha Ansori WK.

MOMENTUM, Bandarlampung--Menyikapi mandeknya kasus pengerusakan lahan milik 23 warga Kampung Negaramulya, Kecamatan Negarabatin, Kabupaten Waykanan.

Akdemisi yang juga Praktisi Hukum Gindha Ansori WK mengatakan agar polisi tidak tebang pilih dalam menegakan hukum di tengah masyarakat, jangan takut dengan adanya intervensi dari pihak pihak lain.

"Polisi jangan nekat dong dengan yang terang-terang begini, sebab sangat disayangkan ini citra kepolisian taruhannya," kata Gindha, seperti rilis yang dikutip harianmomentum.com, Selasa (16-2-2021).

Semestinya, kata Gindha, penegakan hukum jangan berlarut-larut memperoses laporan pengerusakan lahan warga yang sudah berjalan selama 1,5 tahun. Karena, hal itu dapat menimbulkan masalah sosial khususnya di Waykanan yang rentan dengan konflik.

Menurut putra Waykanan itu, penyidik seharusnya sudah merampungkan proses penyelidikan, apalagi perkaranya sudah berjalan 1,5 tahun. “Saya pikir nggak perlu butuh banyak waktu untuk mengungkap perkara tersebut. Penegak hukum harus menentukan sikap, jika tidak dapat membuktikan perkara tersebut harus jelas, hentikan atau memproses lanjut laporan pengrusakan lahan tersebut ke tingkat penyidikan,” katanya.

Baca Juga: Laporan Mandek, Kuasa Hukum 23 Warga Ancam Lapor ke Kapolri

Apalagi, menurut dia, pengerusakan lahan perkebunan warga disertai penggusuran yang diduga didalangi oknum anggota DPRD Waykanan DAI, ditafsir sudah masuk kategori perbuatan pidana.

“Penggusuran lahan perkebunan beserta tanam tumbuh warga yang diduga dilakukan oknum anggota DPRD Waykanan itu dalam penafsiran hukum unsur-unsur dari perbuatan tersebut sudah masuk dalam perbuatan tindak pidana. Jadi saharusnya penegak hukum dalam hal ini penyidik polres way kanan segera memproses lebih lanjut proses hukum dari penyelidikan ditingkatkan penyidikan,” kata Gindha Ansori.

Menurut Gindha, dalam undang-undang pokok agraria menganut azas pemisahan harizontal, yang ditafsirkan kepemilikan atau penguasaan atas tanah tidak termasuk penguasaan atas tanam tumbuh di atas tanah (bangunan, tanaman, atau pun apa saja yang bersifat ekonomis) atau maksudnya pemilik tanah belum tentu sebagai pemilik bangunan diatasnya. "Jadi, siapa yang mendirikan bangunan itu maka dialah pemiliknya jadi ketika ada pengerusakan atas lahan baik tanam tubuh atau bangunan, penegak hukum seharusnya menetapkan tersangka bagi orang yang melakukan ataupun memerintahkan melakukan pengrusakan tersebut, pihak kepolisian tidak perlu menunggu putusan pengadilan atas alas hak tanah tersebut karena ini pidana perusakan bukan tindak pidana penyerobotan yang harus memastikan alashak pelapor dan terlapor" katanya.

Gindha melanjutkan, tidak penting soal pemilikan tanah, karena jelas UU pokok agraria tanah dan tanam tumbuh diatas tanah sifatnya terpisah, perbuatan pengrusakan itu masuk tindak pidana murni titik. "Ini ada Yurisprudensinya tidak tanggung-tanggung perkara ini sudah melalui tahapan tingga tingkat persidangan, putusan ini melalui putusan Makamah Agung loo..jadi apa lagi yang diragukan,” ujar Gindha.

Kasat Reskrim Waykanan Iptu Desherison Saputra, enggan berkomentar banyak terkait perkara pengerusakan lahan tersebut karena kewenangan ekpose pemberitaan adalah kewenangan Kapolres atau humas. ”Kamu ini konfirmasi ya, ke sini aja kan ada humas, kalau konfirmasi itu kewenangan Kapolres atau humas Polres,” elak Kasat Reskrim.

Iptu Desherison Saputra, mengaku telah menerima permohonan police line di atas lahan yang disengketakan kedua belah pihak. ”Ya surat permohonan police line sudah diterima, masih kita ajukan ke Kapolres,” ujarnya.

Sementara itu, penyidik pembantu yang menangani kasus itu, Bripka Agus menyatakan perkara pengrusakan lahan itu masih berjalan di tahap penyelidikan. ”Proses hukum tetap berjalan masih tahap penyelidikan,” ujarnya.(**)

Editor: Agus Setyawan






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos