MOMENTUM, Kotabumi--Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lampung Utara menggelar webinar Cangget Bara, Rabu, 28 Juli 2021.
Kegiatan itu merupakan Cangget Bara Festival Ke-2 dengan mengusung tema: “Perilaku Milineal dalam Cangget Bara di Kehidupan Sosial Masyarakat Lampung Utara”. Menghadirkan narasumber GR Lono Simatupang, (antropolog dan dosen Universitas Gajah Mada), Anshori Djausal, (Ketua Akademisi Lampung dan Budayawan), dan A. Akuan Abung, gelar Ngadikiyang pun Minak yang Abung (Budayawan Lampung Utara).
Bupati Lampung Utara Budi Utomo dalam sambutan yang dibacakan Kadisdikbud Matsoleh, mengatakan, Pemkab Lampung Utara berkomitmen mengembangkan serta melestarikan seni dan budaya melalui pembinaan berkesinambungan.
“Pembinaan dilakukan kepada para pelaku budaya, para pendidik serta pelajar di Lam;pung Utara. Untuk itu kami menyelenggarakan kembali Cangget Bara Festival ke-2. Karena sekarang masa pandemi Covid 19, sebagian kegiatan dilaksanakan dengan daring dan sebagian luring dengan menerapakan protokol kesehatan ketat,” ujarnya.
Bupati berharap Cangget Bara Festival ke-2 ini bisa menjadi media untuk mempertemukan komunitas budaya dan individu untuk berbagi ide mendukung kebijakan pemerintah dalam memajukan kebudayaan.
“Pada gilirannya nanti bisa mengangkat potensi, kreativitas dan ekonomi masyarakat lokal pada kondisi normal sekaligus meningkatkan kunjungan wisatawan ke Lampung Utara,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Lampung Utara Nani Rahayu dalam laporannya, mengatakan, Festival Indonesiana merupakan kerja gotong royong kolaborasi antara Kotabumi Art Festival ( Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lampung Utara) Platform Indonesiana Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dinas Kabupaten/Kota yang terlibat, komunitas seni dan budaya.
“Langkah kerja gotong royong ini merupakan perwujudan untuk mendukung Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan,” ujar Nani.
Dia menjelaskan makna Cangget Bara. Bara yang berarti bulan purnama dalam Bahasa Lampung. Jenis Cangget ini biasa dilakukan pada saat malam bulan purnama atau pada saat musim panen tiba. Cangget Bara menjadi malam suka cita bertemunya mua-mudi.
Mereka bertemu bersenda gurau, momen ini uga digunakan mereka untuk saling berkenalan bahkan sampai memiliki hubungan yang lebih serius sampai ke jenjang pernikahan,” terangnya.
Menurut Nani, Cangget Bara pada platform Indonesianaini kegiatannya terdiri dari ; Webinar Cangget Bara, yang dilaksanakan pada 28 Juli 2021, Workshop Gerak Tari dan Kostum pada Cangget Bara, akan dilaksanakan pada 7 Agustus 2021, Pemutara film dokumenter Cangget Lebaran, pada 14 Agustus 2021, peluncuran e-Book, yang akan dilaksanakan pada 21 Agustus 2021 dan akan ditutup dengan Kutobumei Art Festival platform Indonesiana pada 25 Agustus 2021 secara luring dan daring.
“Jadi kegiatan Webinar hari ini merupakan kegiatan pertama dalam Cangget Bara platform Indonesiana, “ kata Nani.
Semangat dan Nilai-Nilai Cangget Bara
Sementara Akuan Abung mengatakan, Cangget Bara ini merupakan ajang pesta pergaulan mulei mengkahai (bujang – gadis) Lampung dulu biasanya dilakukan pada malam bulan purnama.
“Cangget Bara biasanya digelar pada usai musim panen. Merupakan bentuk rasa syukur karena panen yang melimpah. Tapi juga juga karena ada tamu agung dan permintaan punyimbang,” katanya.
Cangget Bara merupakan ajang sosialisasi bujang gadis untuk bergaul, bahkan untuk saling mencari jodoh, namun mereka tetap dalam pengawan orang tua dan koridor tetua adat.
”Hingga kini nilai-nilai yang ada dalam tradisi Cangget Bara masih relevan. Bahkan teraktualisasi dalam kehidupan keseharian seperti; nemui nyimah (santun) , nengah nyappur (kerja keras dan tenggang rasa) dan sakai sambaian (gotong royong). Jadi Cangget Bara ini merupakan salah satu budaya adiluhung Lampung yang perlu terus ditumbuhkembangkan dan dilestarikan, ” tandasnya.
Sementara Anhori Djausal mengusung makalah bertajuk: “Generasi Milenial dalam Memajukan Kebudayaan, mengatakan, selama ini dalam pengamatannya, di Lampung khususnya generasi milenial banyak mempunyai peran pentng yang dalam pemajuan kebudayaan.
“Banyak generasi milenial Lampung dengan kreativitasnya ikut berperan dalam menumbuhkembangkan kebudayaan. Ada yang mengembangkan wastra tapis, khikat, tergabung dalam berbagai komunitas mengembangkan musik tradisi, tari dan kesenian lainnya,” paparnya.
"Dalam Cangget Bara, bisa kita temuakan nilai filosofis yang mengajarkan bagaimana bujang-gadis mengemban tugas dan tanggungjawab. Dalam prosesi Cangget Bara dari awal hingga akhir menggambarkan hubungan yang harmonis antara anak dan dalam unit sosial yang utuh.
“Meskipun acara Cangget Bara diperuntukkan bagi mulei mekhanai. Semua petitah petitih yang berlaku dalam masyarakat masih dijunjung tinggi. Jadi bujang gadis tidak bisa bertemu sesuka hatinya. Cangget Bara inilah yang dijadikan ajangnya,” babarnya.
Untuk itu, tandas Anshori, pewarisan nilai-nilai dan semangat yang ada dalam Cangget Bara ini harus ditumbuhkembangkan dan dilestarikan.
“Kalau bukan kita yang menumbuhkembangkan dan melestarikan budaya adiluhung warisan nenek moyang kita siapa lagi. Tentunya harus disesuaikan dengan format kekinian, karena kitahidup bukan di masa lalu tapi di masa kini dan masa depan,” tandas Anshori.
Revitalisasi Cangget Bara
Antropolog dari Universitas Gajah Mada, Lono Simatupang, mengatakan, revitalisasi Cangget Bara merupakan upaya untuk menumbuhkan kembali daya hidup cangget. Cangget Bara berawal dari pesta panen tradisi yang hidup di lingkungan adat kemudian menyebar di komunitas tertentu.
“Revitalisasi format Cangger Bakha format festival Bulan purnama dilepaskan dari konteks panen kini diselengarakan oleh pemkab Lampung Utara terpusat,” ujar Lono.
Lebih lanjut, Lono mengatakan, dalam konteks tradisi tidak ada seni untuk seni dalam hal ini untuk penikmatan untuk keindahan belaka. Pergelaran tari merupakan sebuah peristiwa sosila yang istimewa karena memanfaatkan daya pesona gerak tubuh berirama untuk mengungkapkan dan merefleksikan sebagian nilai budaya yang berlaku.
“Jadi dalam pwergelaran budaya kesuksesan bukan hanya menjadi tanggungjawab penampil, melainkan seluruh peserta berbagi peran dan tanggungjawab, karena ini merupakan peristiwa partisipatoris,” imbuh Lono.
Dosen Universitas Gajah Mada mengingatkan, tantangan kembali untuk menghidupkan Cangget Bakha sebagai tari pergaulan di desa-desa. Harus menjadikan cangget sebagai media aktualisasi diri kaum remaja di Lampung Utara.
Dengan menghargai kreativitas dan dinamika anak muda untuk menemukan ekpresi gerak dan lagu dalam aktualisasi diri yang tetap berpegang pada nilai-nilai Piil Pesenggiri.
“Jadi jangan sampai terjebak formalisme yang kaku. Semangat dan nilai-nilai Cangget Bakha terus digelorakan, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan dalam format baru. Tentunya harus sesuai dengan format anak muda kekinian,” kata Lono mengingatkan. (*)
Editor: Nurjanah/Rls.
Editor: Harian Momentum