MOMENTUM,Bandarlampung--Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Provinsi Lampung resmi menonaktifkan tiga pejabat Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandarlampung.
Salah satu pejabat yang dinonaktifkan tersebut diketahui merupakan Kepala LPKA Kelas II Bandarlampung Sambiyo.
Hal itu ditegaskan Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kemenkumham Lampung Farid Junaidi usai Konferensi Pers Anak Berhadapan Hukum (ABH) Ditreskrimum Polda Lampung di Mapolda Lampung, Sabtu (23-7-2022).
"Penonaktifan sementara ini tiga orang, mereka adalah para pejabat yang menurut kami bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsi terkait dengan kejadian di LPKA," ujar Farid.
Meski telah menegaskan penonaktifan tersebut, namun Farid masih enggan membeberkan lebih detail identitas dan jabatan masing-masing pejabat nonaktif tersebut, serta mengaku pihaknya perlu mendalami dan mengembangkan kasus tersebut.
Informasi yang diperoleh harianmomentum.com, Kepala LPKA Kelas II Bandarlampung, Sambiyo diketahui tengah mengambil cuti resmi saat peristiwa penganiayaan kedua berlangsung hingga korban RF dinyatakan meninggal dunia.
"Pokoknya saya sampaikan, para pejabat nonaktif itu yang bertanggungjawab dan ini akan terus kami dalami dan kembangkan lebih lanjut," tegasnya.
Farid melanjutkan, terkait dugaan keterlibatan petugas sipir dalam kasus ini, dia mengaku telah menyerahkan sepenuhnya penanganan proses hukum kepada aparat kepolisian.
Kanwil Kemenkumham Lampung telah memberikan keleluasaan kepada Polda Lampung guna mengungkap terang kasus tersebut.
Selain itu sebagai bukti keberpihakan kepada korban, ia juga menyampaikan dukungan penuh kepada pihak keluarga di tiap penanganan proses hukum hingga tahap penyelesaian kasus penganiayaan.
"Kami siap mendukung Polda untuk menyiapkan hal-hal dibutuhkan dan diperlukan. Evaluasi menyeluruh juga terus kita lakukan dalam rangka perubahan lebih baik, kami tidak akan tebang pilih," ungkapnya.
Sementara kakak ipar korban RF, Yoga Erlangga mengapresiasi kinerja tiap pihak-pihak terlibat aktif dalam mengungkap kasus sang adik, khususnya pada Ditreskrimum Polda Lampung telah bergerak cepat menindaklanjuti laporan keluarga.
Meski demikian besar harapan, Yoga bersama keluarga agar aparat penegak hukum terus mendalami dugaan keterlibatan petugas sipir LPKA lantaran dinilai lalai menjalankan tugas dan fungsi dalam pengawasan anak binaan.
"Bagaimana bisa, adik kami masuk lembaga itu dalam keadaan sehat dan keluar dengan kondisi badan babak belur hingga meninggal. Mana peran pengawasan petugas, ini harus diselesaikan karena ada kelalaian," ucapnya.
Yoga menilai, kasus kematian RF harus diusut tuntas, termasuk dugaan keterlibatan petugas sipir tersebut. Sebab, itu dianggap dapat menepis anggapan-anggapan negatif dituduhkan kepada sang adik, hingga bahan pembelajaran bagi para petugas sipir lainnya di LP tersebut.
"Jangan sampai ada anggapan lembaga pembinaan menjadi lembaga pembinasaan, yang kemudian hari dapat menimbulkan korban lainnya seperti RF," pungkasnya. (**)
Editor: Agus Setyawan