Selamat Jalan Tokoh Panutan

img
Andi S. Panjaitan, Pemred Harian Momentum bersama Bambang Eka Wijaya (almarhum).

MOMENTUM-- Hari masih gelap. Matahari belum juga menampakkan dirinya dari ufuk Timur. Maklum, jarum jam di dinding masih menunjukkan pukul 04.45 Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA).

Ya, pagi itu saya dan sebagian kontingen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung, bersiap menghadiri puncak Hari Pers Nasional (HPN) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel). Tepatnya Minggu, 9 Februari 2020.

Saya buru- buru menuju restoran di lantai satu, Swiss-Belhotel, Kota Banjarmasin. Kami menginap beberapa hari di hotel tersebut selama menghadiri HPN.

Saat melintasi kamar bang Hermansyah Soleh, pintu kamarnya sedikit terbuka. Dari luar saya melihat pak Bambang Eka Wijaya (BEW) sedang duduk di kursi. Di depannya terpampang note book yang sedang menyala.

Rupanya dia sedang menyelesaikan tulisan “Burasnya” dengan judul: Kelas Menengah Tumbuh Melambat! 

Tulisan itu kemudian diterbitkan di rubrik Buras Lampungpost.id, pada 11 Februari 2020. 

Sayang, HPN di Kota Banjarmasin merupakan keikutsertaan almarhum yang terakhir, dalam agenda tahunan itu.

Di tahun 2021, HPN diadakan secara virtual karena pandemi Covid-19. Sehingga kontingen PWI Lampung tidak berangkat.

Selanjutnya, HPN 2022 dan 2023 Pak BEW tidak bisa ikut berangkat ke Kendari dan Kota Medan, karena kondisi kesehatannya sedang menurun.

Namun, dalam setiap kesempatan saya selalu berupaya mencuri ilmu beliau. Tentu bukan ilmu kanuragan, apalagi ilmu pelet. Melainkan ilmu menulis kolom. 

Jawabannya pun selalu sama. Tidak pernah berubah. Intinya, menulis kolom itu harus konsisten. Jangan pernah berhenti selagi masih bisa. Karena menulis itu bukan perkara bagus atau tidak, melainkan faktor kebiasaan. 

BEW selalu menganalogikan penulis itu layaknya sebuah teko. Harus terlebih dahulu diisi sebelum airnya dituangkan ke dalam gelas.

Singkatnya, perluas wawasan agar mudah dalam mencurahkan tulisan. Ambil referensi tentang topik yang akan ditulis. Sumbernya bisa dari mana saja. 

Sehingga, ketika kita menguasai topik persoalan maka akan semakin mudah mencurahkannya dalam sebuah tulisan. “Kunci sederhananya begitu Andi,” pesan BEW.

Kata dia, menulis itu layaknya naik sepeda. Tidak perlu bakat khusus. Cukup konsisten berlatih. Tak peduli hasilnya bagus atau tidak.

Sebab, kita tidak pernah tahu, pada bagian tulisan mana pembaca akan terinspirasi.

Sebagai wartawan, kita berkewajiban menyampaikan fakta dengan susunan bahasa yang diolah sedemikian rupa. Usahakan, setiap paragraf sedapat mungkin merepresentasikan peristiwa dan data, bukan imajinasi.

Boleh mencela (mengkritik), juga tidak haram untuk memuja. Kuncinya, tetap mengedepankan fakta. Jangan mengada- ngada. 

Jika terjadi silang pendapat di publik, ikuti saja nuranimu. Karena dia (hati, pen) tidak akan pernah berbohong. 

Itulah beberapa penggalan nasehat dari BEW. Terima kasih senior, pesanmu akan selalu kuingat hingga akhir hayat. Selamat jalan tokoh panutan. Semangatmu akan terus kukobarkan!

Semoga engkau tenang di sana. Tabik Pun. (*)






Editor: Agus Setyawan





Berita Terkait

Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos