Potensi Melimpah, Tanggamus Berpotensi Jadi Sentra Lobster

img
Penjabat Bupati Tanggamus menghadiri FGD Budidaya Lobster di Gisting. Kegiatan ini diselenggarakan Bappeda Provinsi Lampung.

MOMENTUM, Gisting -- Bappeda Provinsi Lampung menggelar Focus Group Discussion (FGD) Budidaya Lobster di Gisting, Kabupaten Tanggamus, Rabu 22 November 2023.

FGD yang dibuka Penjabat Bupati Tanggamus Mulyadi Irsan, menghadirkan guru besar dari ITB University, Rokhim Dahuri sebagai narasumber.

Dalam sambutannya, Mulyadi Irsan mengatakan, Kabupaten Tanggamus salah satu daerah pesisir di Provinsi Lampung yang memiliki sumberdaya kelautan dan sumberdaya perikanan yang melimpah. Untuk itu, FGD diharapkan dapat menyusun strategi pengembangan budidaya lobster sehingga Tanggamus menjadi salah satu sentra lobster di Provinsi Lampung.

Gempita (Gerakan Membangun Pesisir Tanggamus), kata dia, suatu gerakan percepatan sinergitas pembangunan wilayah pesisir Tanggamus dan sekitarnya. Dengan mengoptimalkan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, insfratruktur, kebijakan-kebijakan pusat dan daerah yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Sehingga ikut mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir dalam mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera.

Kabupaten Tanggamus dikenal sebagai daerah yang memiliki potensi perikanan dan mempunyai perairan yang melimpah, baik yang terdapat di perairan laut maupun perairan darat, sangat mendukung potensi pengembangan perikanan. 

Produksi perikanan tangkap Kabupaten Tanggamus pada tahun 2022 sebesar 41.631 ton, dengan hasil tangkapan terbesar dari Kecamatan Pematangsawa, yaitu 18.155 ton.

Salah satu potensi yang menjanjikan adalah penangkapan lobster (Panulirus spp.). Perikanan lobster di Provinsi Lampung telah dilakukan sejak tahun 1980-an, oleh para nelayan dan dijual pada pedagang pengumpul lokal. Penangkapan lobster ini dapat kita kembangkan dan dioptimalisasi dengan tujuan untuk membantu pembangunan perikanan lobster dimasa mendatang.

Provinsi Lampung telah dikenal oleh masyarakat luas sebagai sentra produksi komoditas perikanan dengan harga jual tinggi seperti udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan ikan-ikan kerapu (Epinephelus sp., Cromileptes altivelis) yang merupakan hasil budidaya, dan tidak lagi tergantung oleh penangkapan. 

Beberapa tahun ini, hanya udang vaname yang produksinya konsisten, sedangkan produksi ikan-ikan kerapu produksinya turun dan naik karena infeksi penyakit virus dan pemasaran yang terbatas, sehingga produksi tidak optimal. 

Selain itu di Provinsi Lampung juga memiliki potensi komoditas perikanan laut yang perlu dikembangkan di antaranya lobster (Panulirus). Lobster di Provinsi Lampung, dapat ditangkap di wilayah perairan Teluk Lampung, Kabupaten Tanggamus sampai wilayah Pesisir Barat.

Lokasi penangkapan lobster di Kabupaten Tanggamus tersebar di perairan di wilayah Kecamatan Kelumbayan, Limau, Kotaagung, dan Pematangsawa. Total hasil penangkapan lobster pada tahun 2022 sebesar 27 ton, terdiri dari Lobster mutiara (Panulirus ornatus) 14,5 ton dan Lobster pasir (Panulirus homarus) 12,5 ton.

Perikanan lobster di Provinsi Lampung khususunya di Kabupaten Tanggamus dan Pesisir Barat yang perlu banyak dikaji sehingga masyarakat dapat memahami dan pemerintah dapat memberikan perhatian yang lebih untuk pembangunan yang berkelanjutan.

Dua peraturan penting untuk melindungi lobster telah dikeluarkan oleh pemerintah yaitu Permen KKP No.1 tahun 2015 dan Peraturan Menteri KKP Nomor 56/PERMEN-KP/2016 Tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) dari wilayah Negara Republik Indonesia. 

Pada pasal (2) disampaikan bahwa Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), dengan Harmonized System Code 0306.21.10.00 atau 0306.21.20.00, dari wilayah Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan: 1. Tidak dalam kondisi bertelur; dan 2. Ukuran panjang karapas diatas 8 (delapan) cm atau berat diatas 200 (dua ratus) gram per ekor.

Sedangkan untuk penangkapan di luar kondisi di atas tidak dibatasi. Namun, sampai saat ini penangkapan lobster belum tercatat dengan baik, walaupun potensinya cukup melimpah. 

Konsumsi lobster hasil tangkapan nelayan cukup besar. Konsumen terbesar adalah pedagang besar yang memasok restoran sea food atau hotel. Konsumen lainnya berasal dari tempat-tempat wisata lokal di Pesisir Barat seperti di Krui atau Tanjung Setia. 

Sejak terkenalnya pantai-pantai di Pesisir Barat sebagai tempat wisata banyak wisatawan domestik dan asing yang berkunjung dan memilih lobster sebagai menu makanan selama berwisata selain ikan marlin atau setuhuk. 

Konsumen lobster lainnya masyarakat sekitar yang membeli lobster sebagai buah tangan untuk kerabat, untuk hajatan atau lauk pauk sehari-hari. Harga jual untuk perkilo lobster cukup tinggi (Rp150.000/kg - 300.000/kg) dengan bervariasi tergantung ukuran, spesies dan jumlah lobster yang tersedia.

Melihat potensi pariwisata, keterkaitan dengan konsumsi lobster, maka ini tantangan bagi Kabupaten Tanggamus untuk meningkatkan kualitas destinasi wisata agar dapat menarik wisatawan datang ke sini.

Hubungan antara potensi sumber daya lobster dan kebutuhan (konsumsi) masyarakat perlu diseimbangkan untuk pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya lobster agar penangkapan lobster dapat bersifat lestari. 

Hubungan ini menunjukkan bahwa biologi lobster menjadi sentral dalam pembangunan perikanan lobster. Kontribusinya menjadi pembatas pada perikanan tangkap dan budidaya. 

Selain itu keberlanjutan pembangunan lobster sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan dan kemampuan pengembangan biologi lobster untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan misalnya dengan perangkat riset berbasis bioteknologi.

Keseluruhan deskripsi tersebut dapat mendukung terpenuhinya secara berkelanjutan kebutuhan masyarakat akan makanan laut yang sehat.

Salah satu faktor mengapa reproduksi lobster tidak berkembang dibandingkan reproduksi udang windu dan vaname adalah belum banyaknya perhatian peneliti dan praktisi tentang hal ini. Lobster yang ditangkap dari alam termasuk hewan liar sehingga perlu diadaptasikan pada kondisi budidaya yang disebut dengan domestikasi. 

Domestikasi lobster yang dapat dilakukan dengan karantina, pemberian pakan dan pemeliharaan pada wadah yang dikelola dengan manajemen yang baik untuk dibesarkan kemudian hasilnya dapat dikonsumsi atau digunakan sebagai induk dalam pembenihan. 

Pemerhati lobster atau perikanan pasti memahami bahwa lobster memiliki pertumbuhan yang lambat sehingga pembesarannya butuh waktu yang lama.

Oleh sebab itu perikanan lobster di Kabupaten Tanggamus tidak terbatas dengan perikanan tangkap, tetapi dapat dikembangkan dengan perikanan budidaya. Hubungan antara perikanan tangkap dan perikanan budidaya lobster sangat erat yang dihubungan dengan jalur pemasaran yang dapat dijadikan salah satu fakta pertimbangan pembangunannya dimasa depan. (*)






Editor: Munizar





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos