MOMENTUM, Bandarlampung--Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung Lampung menyataka sejumlah sungai di Bandarlampung harus diperlebar untuk mendukung upaya mengatasi banjir.
Roy Panagom Pardede juga mengatakan, sungai-sungai yang telah dinormalisasi di Bandarlampung, seharusnya memiliki lebar minimal 4-5 meter. Namun, BBWS mengalami kesulitan. Karena kiri-kanan sungai sudah menjadi pemukiman. Sehingga alat berat tidak bisa masuk.
Terhadap permasalahan tersebut, Wakil Ketua I DPRD Bandarlampung Sidik Efendi, menyatakan normalisasi sungai di kawasan yang padat penduduk, dinilai sensitif karena berkatian dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Normalisasi sungai harus dilakuka secara hati-hati dan terencana.
Ia menyarankan, normalisasi sungai melibatkan warga dalam proses perencanaan, memberikan kompensasi yang adil, dan melakukan tindakan normalisasi secara berkelanjutan.
“Kita dapat mencapai tujuan menjaga keamanan lingkungan sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait, normalisasi dapat dilakukan dengan cara yang efektif dan berkelanjutan,” kata Sidik, Selasa (19-11-2024).
Ia menyebut, ada beberapa yang bisa dilakukan Pemkot Bandarlampung dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program normalisasi sungai.
Pertama, masyarakat harus dilibatkan sejak tahap awal perencanaan normalisasi sungai. Dengan melibatkan mereka, pemerintah dapat memahami kebutuhan dan kekhawatiran warga yang tinggal di sekitar sungai.
Partisipasi ini juga membantu menciptakan rasa memiliki terhadap proyek, yang dapat meningkatkan dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan normalisasi.
Kedua, melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya normalisasi sungai dan dampaknya terhadap lingkungan serta kehidupan sehari-hari sangat diperlukan. Melalui penyuluhan, masyarakat dapat memahami penyebab dan dampak banjir, serta cara-cara menjaga keberlanjutan normalisasi sungai. Pengetahuan ini akan mendorong mereka untuk berperan aktif dalam pemeliharaan sungai dan infrastruktur yang ada.
Ketiga, partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan gotong royong untuk membersihkan sungai dari sampah dan material lain yang dapat menghambat aliran air. Kegiatan ini tidak hanya membantu menjaga kebersihan sungai tetapi juga memperkuat solidaritas antarwarga.
Keempat, melibatkan masyarakat dalam monitoring pelaksanaan normalisasi. Masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi pelaksanaan proyek normalisasi. Dengan keterlibatan mereka, warga dapat memberikan umpan balik mengenai proses yang berlangsung, memastikan bahwa semua kegiatan dilakukan sesuai dengan rencana dan tidak merugikan kepentingan mereka.
Kelima, mendorong kebijakan yang responsif. Partisipasi aktif masyarakat dalam diskusi mengenai kebijakan terkait pengelolaan sungai dapat mempengaruhi keputusan pemerintah. Ketika masyarakat menyuarakan pendapat dan kebutuhan mereka, hal ini dapat mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang lebih responsif terhadap isu-isu lokal.
Keenam, melakukan mitigasi risiko bencana. Dengan partisipasi masyarakat dalam normalisasi sungai, mereka juga berperan dalam mitigasi risiko bencana. Masyarakat yang teredukasi tentang potensi bahaya banjir dapat lebih siap menghadapi situasi darurat dan berkontribusi pada upaya penyelamatan saat terjadi bencana.
“Partisipasi masyarakat dalam proses normalisasi sungai bukan hanya sekadar kontribusi fisik, tetapi juga mencakup aspek edukasi, pengawasan, dan advokasi kebijakan. Dengan melibatkan masyarakat secara aktif, proyek normalisasi tidak hanya akan lebih efektif tetapi juga berkelanjutan, karena didukung oleh pemahaman dan komitmen warga terhadap lingkungan mereka. Melalui kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, kita dapat menciptakan solusi yang lebih baik untuk pengelolaan sumber daya air dan perlindungan lingkungan,” tandasnya. (**)
Editor: Muhammad Furqon