Keuangan Daerah Lampung: Mandiri Masih Sekadar Mimpi?

img
Saring Suhendro - Peneliti Keuangan Publik. Foto. Ist.

MOMENTUM--Jika pemerintah pusat tiba-tiba menghentikan transfer dana ke daerah, apakah kabupaten/kota di Lampung masih bisa membayar gaji pegawai dan melanjutkan layanan publik? Kedengarannya ekstrem, tapi sebenarnya ini pertanyaan penting untuk mengukur seberapa mandiri keuangan daerah kita.

Faktanya, sebagian besar pemda di Lampung belum bisa hidup mandiri secara fiskal. Mayoritas masih sangat bergantung pada transfer dari pusat. Ukurannya bisa kita lihat dari rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan, merupakan indikator seberapa besar pendapatan daerah yang benar-benar dihasilkan dari potensi/usaha sendiri.

Berdasarkan data tahun 2023 dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang diaudit BPK (data tahun 2024 belum tersedia), hanya Kota BandarLampung dan Kota Metro yang bisa mencatat rasio PAD di sekitar 30 persen. Artinya, hanya dua daerah yang bisa menutup lebih dari sepertiga kebutuhan anggarannya dari kantong sendiri. Sisanya? Jauh di bawah. Bahkan 11 dari 15 daerah di Lampung masuk kategori "sangat kurang mandiri" karena PAD-nya belum sampai 10 persen. Kabupaten Pesisir Barat, misalnya, PAD-nya hanya 2,84 persen sehingga hampir seluruh anggarannya bergantung dari pusat.

Lebih ironis lagi, kalau dibandingkan dengan rerata nasional, posisi kabupaten/kota di Lampung makin tertinggal. Rata-rata rasio PAD kabupaten/kota se Indonesia tahun 2023 sudah 17,17 persen. Hal ini seharusnya menjadi sinyal peringatan bagi para pengambil kebijakan di daerah. Data ini menunjukkan bahwa Lampung memang harus bekerja keras kalau ingin sejajar dengan daerah-daerah lain.

 

Padahal, semangat otonomi daerah adalah untuk memperkuat kemandirian daerah, termasuk dalam aspek keuangan. Namun yang terjadi justru sebaliknya yaitu otonomi berjalan tanpa kemandirian fiskal yang memadai.

Rendahnya kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah juga tercermin dalam rasio pajak daerah. Lagi-lagi, hanya Kota Bandar Lampung yang mencatat rasio pajak signifikan, yakni 23,78 persen. Sementara sebagian besar daerah lainnya masih berada di bawah angka 5 persen. Kabupaten Pesisir Barat, Way Kanan, Lampung Barat dan Tanggamus bahkan tidak mencapai 2 persen. Hal ini menunjukkan bahwa strategi untuk menggali potensi pajak daerah masih belum optimal.

 

Menariknya, ada daerah yang mencatat efektivitas PAD tinggi. Kota Metro dan Kabupaten Mesuji, misalnya, berhasil merealisasikan PAD-nya lebih dari 100 persen dari target. Namun, capaian ini perlu dilihat secara kritis. Efektivitas yang tinggi belum tentu berarti kontribusi PAD-nya besar. Bisa saja target PAD ditetapkan terlalu rendah, sehingga realisasinya tampak melampaui 100 persen, padahal jumlah riilnya masih kecil.

Jika dibandingkan dengan data nasional, efektivitas PAD Lampung sebenarnya tidak terlalu tertinggal. Rata-rata efektivitas PAD kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 99,43 persen. Artinya, dari sisi pencapaian target, daerah-daerah di Lampung tidak jauh berbeda. Tantangannya justru ada pada besaran target dan porsi PAD dalam keseluruhan pendapatan.

 

Keseluruhan persoalan ini bukan sekadar urusan angka. Ini soal kapasitas fiskal, keberlanjutan pembangunan, dan kemampuan daerah untuk merespons kebutuhan warganya secara mandiri. Jika Lampung terus bergantung pada pusat, maka kemampuan untuk mengelola pembangunan daerah secara otonom akan selalu terbatas.

Oleh karena itu, Kabupaten/Kota di Lampung perlu segera membenahi strategi pendapatan daerah. Penguatan pajak dan retribusi daerah, optimalisasi pemanfaatan aset, hingga pengembangan skema kerja sama investasi harus menjadi agenda utama. Tentu saja, hal ini hanya dapat dicapai jika ada kemauan politik yang kuat, sistem tata kelola yang lebih baik, dan keberanian untuk melakukan inovasi fiskal.

Pada akhirnya, kekuatan keuangan daerah bukan diukur dari besar-kecilnya APBD, tapi dari sejauh mana daerah memiliki kontrol terhadap sumber-sumber keuangannya sendiri. (**)

Saring Suhendro - Peneliti Keuangan Publik






Editor: Muhammad Furqon





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos