Simbol Perjuangan dan Tantangan Identitas Budaya

img

Oleh: Mayjen TNI Purn Prijanto

MOMENTUM -- Akhir-akhir ini, kita menyaksikan fenomena yang menarik sekaligus mengundang perenungan: bendera fiksi dari anime One Piece, dengan lambang tengkoraknya yang khas, dikibarkan berdampingan dengan Sang Merah Putih dalam berbagai kegiatan publik, termasuk aksi-aksi yang mengusung semangat perlawanan terhadap ketidakadilan.

Di satu sisi, semangat menentang kezaliman, penjajahan dalam bentuk apa pun, dan kerusakan sosial adalah sikap luhur yang patut dihargai. Namun, persoalan muncul ketika simbol perjuangan yang digunakan justru berasal dari narasi asing—yakni budaya pop Jepang yang bertumpu pada cerita bajak laut fiktif.

Secara historis dan hukum internasional, bajak laut bukanlah tokoh heroik, melainkan pelaku kriminal transnasional. Lambang tengkorak (Jolly Roger) yang digunakan dalam cerita One Piece memang dapat dimaknai ganda dalam konteks hiburan. Akan tetapi, secara umum, simbol tersebut mengandung konotasi negatif—ancaman, kematian, dan pelanggaran hukum.

Pertanyaan mendasarnya: mengapa harus meminjam simbol dari luar untuk mengekspresikan semangat perjuangan yang sangat khas Indonesia?

Kita memiliki beragam simbol perjuangan yang lahir dari pengalaman historis bangsa sendiri—bambu runcing, pita merah putih, hingga warna merah putih itu sendiri. Semua itu bukan sekadar lambang visual, tetapi penanda budaya yang sarat makna dan terbukti mampu menyatukan rakyat dalam perjuangan kolektif melawan penjajahan.

Ketika simbol-simbol otentik ini tergeser oleh simbol dari narasi asing, bahkan yang bernuansa fiksi, kita patut bertanya: apakah ini cermin dari kegagalan kita dalam mewariskan nilai-nilai perjuangan kepada generasi muda? Atau justru karena kita sendiri tak lagi membingkai perjuangan dalam narasi yang relevan dan membumi?

Gen Z, sebagai generasi penerus, tentu berhak menyuarakan aspirasi dan idealismenya. Namun, dalam proses tersebut, penting untuk memperjelas konteks dan arah. Semangat perjuangan perlu dibingkai dengan narasi yang positif, inspiratif, dan tidak multitafsir—agar tidak salah makna dan salah arah.

Simbol bukan sekadar gambar atau ikon. Ia adalah bahasa budaya yang menyampaikan pesan—dan pesan itu harus jelas. Dalam perjuangan dan perlawanan terhadap ketidakadilan, bangsa Indonesia sesungguhnya telah memiliki cukup modal simbolik. Yang kita butuhkan adalah keberanian untuk kembali menghidupkannya dan menjadikannya relevan bagi zaman ini.

Ketika kita mengibarkan bendera, kita tidak hanya mengangkat kain, tetapi juga membawa sejarah, martabat, dan arah perjuangan. Maka, mari kembali pada akar, pada simbol-simbol yang telah terbukti menginspirasi rakyat Indonesia: simbol yang bukan hanya indah secara visual, tetapi juga mengakar secara historis dan kultural, itulah Bambu Runcing, simbol perjuangan.

Bambu runcing yang telah digunakan dan menemani para Pahlawan Kusuma Bangsa dalam hidupnya, yang jasadnya kini terbaring di Taman Makam Pahlawan, di gunung, lembah, ngarai, sawah, ataupun ladang. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan tempat yang mulia di sisi-Nya. Aamiin. (**)






Editor: Muhammad Furqon





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos