Soal Usulan MBG Diganti Uang Tunai, Pengamat: Selesaikan Dulu Akar Masalah

img
Ilustrasi MBG. Ist.

MOMENTUM, Bandarlampung--Belakangan, ramai usulan program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi pelajar sebaiknya diberikan dalam bentuk uang tunai, bukan makanan. Hal itu menyusul terjadinya pelajar yang keracunan makanan dari program tersebut.

Namun, pengamat kebijakan publik dan akademisi Universitas Lampung Dedi Hermawan menyebutkan, sebagai usulan dari masyarakat hal itu merupakan sesuatu yang lumrah.

"Sebagai sebuah usulan dari masyarakat, itu sah-sah saja dan bisa menjadi pertimbangan bagi pemerintah terkait evaluluasi pelaksanaan program MBG. Usulan itu juga kan perlu dikaji oleh pemerintah. Saya sih menyoroti, itu salah satu opsi yang bisa ditawarkan," kata Dedi, Selasa (23-9-2025).

Hanya saja, dia menilai, kesimpulan dari masalah program MBG ialah evaluasi yang menyeluruh.

"Tapi, yang paling penting kan sebenernya program yang sudah berjalan hampir setahun ini dievaluasi dulu secara menyeluruh, komprehensif dan mendalam. Supaya tahu dalam pelaksanaannya itu kelemahannya apa saja. Dicari dulu akar masalahnya, baru ditemukan solusinya. Nah apakah harus diganti uang tunai, ya itu kan tinggal bagaimana hasil dari evaluasi," jelasnya.

Ia menyampaikan, hal yang paling tersorot dari kacamatanya ialah persoalan pengawasan.

"Karena kan, secara umum disorotinya program MBG ini kelemahan dari pengawasan. Jangan sampai kelemahan dipengawasan ini tidak diberi solusi yang tepat," ujarnya.

"Artinya, solusinya ya pengawasan diperketat dari pelaksanaannya. Karena berbagai kejadian keracunan makanan itu berarti menandakan tidak adanya pengawasan atau kontrol pengujian terhadap bahan-bahan makanan. Harus dipastikan bahwa bahan-bahan yang digunakan untuk MBG itu dipastikan kondisinya baik, halal dan sehat," imbuhnya. 

Kemudian, lanjut dia, pastikan standart pengolahannya juga aman, sehat. "Nah ini prakteknya sejauh mana, kalau banyak keracunan berarti selama ini ga berjalan pengawasan dibawahm," kata dia.

Bahkan, dia menuturkan, jika tidak mendapat solusi yang tepat maka opsi lain pun hanya akan menimbulkan masalah baru. 

"Kalau solusinya nanti juga tidak tepat, ada masalah baru, dikhawatirkan. Karena kalau solusi ini tidak tepat, masalahnya ga dituntaskan, kalaupun diganti dengan uang tunai pun akan timbul masalah baru lagi. Apakah uang Rp15 ribu itu tepat sasaran? Apakah standart gizinya itu sudah terpenuhi? Kalau di lapangan kemudian menyimpang lagi karena ga ada pengawasan, akhirnya sama. Mau dia makan bergizi gratis ataupun uang tunai, dua-duanya bisa tidak tepat sasaran," tuturnya.

Dedi menegaskan, faktor pengawasan merupakan benang merah yang bisa menjadi tolak ukur sukses atau tidaknya program tersebut.

"Itu karena problem pengawasan, soal ini harus dibenahi pedomannya, siapa yang mengawasi, SOP nya, ini harus diperketat. Dengan program apapun kalau pengawasannya lemah, ini akan berpotensi terjadi penyimpangan juga. Dikhawatirkan juga, pemberian uang tunai itu tidak menyelesaikan masalah. Dan bisa jadi tujuan utama dari MBG itu tadi tidak tercapai," tegasanya.

Karena problem yang terjadi di dalam MBG tidak dituntaskan, maka dinilai percuma jika ada opsi lain. Karenanya, evaluasi total sangat diperlukan.

"Evaluasi menyeluruh, nanti setelah didiagnosa akan ketemu penyakitnya. Penyakit ini harus diobati dengan obat yang tepat. Maka yang terpenting evaluasi ini. Kalau sudah diketahui masalahnya baru cari solusi untuk memecah masalah itu tadi. Karena opsi itukan reaktif, kalau tidak melalui kajian yang mendalam nanti akan menimbulkan masalah lain," pungkasnya. (**)






Editor: Muhammad Furqon





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos