MOMENTUM, Bandarlampung--Aktivitas terorisme tidak hanya dilakukan di kehidupan nyata, namun juga di media sosial. Bahkan, beberapa penangkapan teroris yang terjadi di Indonesia, berawal dari aktivitas terduga di media sosial.
Pernyataan itu disampaikan Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad terkait penangkapan terduga teroris jaringan JAD (Jamaah Ansharut Daulah) di Bandarlampung beberapa hari lalu.
Baca Juga: Densus 88 Tangkap Empat Terduga Teroris di Lampung
"Ciri-ciri terorisme dari yang sudah terungkap, biasanya mereka tertutup dari keluarga dan dunia luar. Hal ini yang patut dirangkul, khususnya dari kalangan keluarga," ujar Pandra saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (16-10-2019).
Pandra membeberkan ciri-ciri aktivitas terorisme di media sosial yakni pertama, kerap mengatakan bahwa kejadian terorisme yang menelan banyak korban sebagai rekayasa atau drama. Ini dilakukan agar masyarakat tidak bersimpati atas hilangnya nyawa korban.
Kedua, mengalihfokuskan berita korban jiwa akibat terorisme dengan berita lain yang tidak ada sangkut pautnya. Tujuannya agar masyarakat lupa dengan kekejaman teroris.
Baca Juga: Geledah Rumah Terduga Teroris, Densus 88 Amankan Bahan Pembuat Bom
Ketiga, mengunakan kata-kata melecehkan untuk mengambarkan keadaan korban. Ini memang sesuai dengan tabiat tetoris yang senang melihat korbannya tersiska.
Keempat, suka menyalahkan aparat hukum bila terjadi tindakan terorisme. Padahal aparat hukum adalah garda terdepan membendung aksi teroris, tapi oleh para teroris di media sosial keadaan diputar balik.
"Teroris pengebom bunuh diri dianggap konspirasi, sedangkan aparat disebut sutradaranya," sebut mantan Kapolres Kepulauan Meranti Riau itu.
Kelima, suka mencaci pemerintah dengan istilah keagamaan yang negatif. Misal, pemerintah dituduh anti-Islam dan istilah lain yang membangkitkan kebencian rakyat terhadap pemerintah.
"Padahal akar teroris adalah kebencian. Ingat teroris hanya membunuh sesuatu yang dibencinya," tandas Pandra.
Dia menambahkan, pengawasan dari masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengantipasi maraknya aktivitas terorisme. Dibutuhkan kewaspadaan mulai dari diri sediri untuk mengawasi anak, tetangga, saudara, dan lingkungan sekitar.
"Itu (pengawasan) mulai dari RT RW, kita peduli tehadap lingkungan sekitar, termasuk di kampus dan juga peran serta orang tua melakukan pemantauan terhadap anak. Terorisme bukan hanya melalui aksi yang nyata tetapi ada di dunia maya yang bisa mempengaruhi prilaku orang itu sendiri," katanya. (iwd).
Editor: Harian Momentum