MOMENTUM, Bandarlampung--Akibat kurang adanya literasi, sosialisasi dan lemahnya menggambarkan bagaimana pentingnya Omnibus Law bagi kebangkitan ekonomi Indonesia, memperkuat daya saing, memudahkan berbisnis di Indonesia yang berdampak membuka banyak lapangan pekerjaan baru dan menghilangkan” raja-raja kecil” yang menarik untung dari overlapping regulasi yang ada sekarang ini, maka banyak kalangan khususnya politisi yang “sakit hati”, politisi yang mencari “panggung sensasi”, elemen buruh dan elemen gerakan mahasiswa intra dan ekstra kampus yang akan menolak RUU Omnibus Law.
Sebenarnya, mereka diyakini kurang mengerti esensi Omnibus Law, sehingga hanya satu kata “lawan dan tolak”, walaupun mereka kurang menyadari bahwa masa depannya akan suram jika Omnibus Law gagal disahkan.
Di Jawa Timur misalnya sudah terbentuk Gerakan Tolak Omnibus Law Jawa Timur (GETOL Jatim) terdiri dari berbagai elemen buruh, mahasiswa dan kelompok civil society seperti KSPI, KSBSI, KASBI, KSN, FSPMI, FSP KEP KSPI, FSP KEP SPSI, FSP LEM SPSI, SPN, FLOMENIK KSBSI, FKIKES KSBSI, FKUI KSBSI, FTA KSBSI, FPE KSBSI, FSB KAMIPARHO KSBSI, FHUKATAN KSBSI, FGARTEKS KSBSI, FESDIKARI KSBSI, FARKES Reformasi KSPI, FSP PPMI KSPI, FSPBI KASBI, FSBK KASBI, Federasi KontraS, FSBI, FBTPI KPBI, SPBI, YLBHI LBH Surabaya, WADAS, JARKOM SP Perbankan, P2KFI, BEM SI, BEM FSIP Unair, GMNI Unair, WALHI, FNKSDA, Kader Hijau Muhammadiyah, IMM, KPA, LAMRI dan BARA API, dengan markasnya di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Jalan Kidal nomor 6, Pacar Keling, Tambaksari, Surabaya konon sudah melakukan mimbar bebas tolak Omnibus Law (RUU Cilaka) di Bundaran Waru Surabaya.
Sedangkan, konsolidasi BEM Nusantara se Jawa yang diadakan di Asrama Haji Yogyakarta tanggal 3 sampai 4 Maret 2020 menghasilkan beberapa keputusan yaitu menolak RUU Omnibus Law yang tidak pro terhadap rakyat; Menolak paham-paham radikalisme yang bisa menghancurkan 4 pilar negara Indonesia; Kami mengecam segala bentuk perusakan lingkungan (reforma agraria); Menuntut pemerintah untuk meningkatkan kualitas jaminan kesehatan bagi masyarakat kesejahteraan rakyat Indonesia; Menuntut pemerintah untuk memperhatikan kesejahteraan guru honorer; Menuntut pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan; Menolak pasal-pasal kontroversi RUU Ketahanan Keluarga yang masuk prolegnas prioritas 2020. Dari pernyataan ini, penulis melihat ada sikap ambigu dari BEM Nusantara dimana disatu sisi mereka menolak RUU Omnibus Law, namun disisi yang lain meminta negara menyediakan pekerjaan dan jaminan kesehatan bagi rakyat. Fenomena ini jelas menggambarkan mereka belum sepenuhnya membaca RUU Omnibus Law yang lebih dari 1000 pasal akan dibahasnya dalam 11 kluster, bahkan penulis sendiri menyakini sebesar-besarnya kelompok yang menolak Omnibus Law tidak hafal kluster-kluster tersebut, dan sekedar menolaknya saja mentah-mentah.
Sementara itu, Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi - Dewan Nasional (EW LMND - DN) Lampung mengeluarkan siaran pers bahwa ditengah situasi semakin tingginya gelombang penolakan rakyat terhadap OMNIBUS LAW RUU Cipta Kerja yang mewakili kepentingan pemilik modal, kita sering dihadapkan pada tindakan represifitas dan kriminalisasi yang dilakukan melalui komponen bersenjata milik negara. Baru-baru ini kita mendapatkan kabar buruk terkait penangkapan 10 orang kawan buruh KASBI pasca aksi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja tanggal 3 Maret 2020.
Intimidasi dilakukan oleh aparat kepolisian pada Diskusi Publik membahas Omnibus Law yang diselenggarakan oleh kawan Federasi Pelajar Jakarta (FIJAR) tanggal 8 Februari 2020 begitu juga intimidasi dilakukan aparat kepolisian pada diskusi kawan-kawan LMND-DN NTT pada tanggal 1 Maret 2020. Begitu juga hal yang terjadi di Lampung, hari ini (10 Maret 2020) beredar pesan singkat lewat SMS BLAST yang mengatasnamakan LMND-DN Lampung. Patut kami sampaikan bahwa LMND-DN Lampung tidak pernah menyebarkan pesan dalam jenis apapun menggunakan SMS BLAST.
Penulis menilai bahwa banyak kelompok kepentingan dengan beragam ideologi perjuangan, termasuk kelompok oposan negara yang akan menggagalkan RUU ini karena mereka diyakini memiliki agenda lainnya, sehingga tidak jarang kelompok yang menolak RUU Omnibus Law ini memiliki agenda setting untuk mengacaukan Pilkada 2020 termasuk Pilpres 2024, bahkan menggagalkan misi, visi dan program kerja kabinet Jokowi jilid kedua ini, sehingga wajar jika seluruh kementerian/lembaga juga berjuang total menyukseskan RUU Omnibus Law dan menyadarkan kelompok penentangnya agar mereka jangan dibodoh-bodohi dan diperalat oleh tokoh-tokoh atau elit buruh dan civil society yang akan “mengail di air keruh” selama RUU Omnibus Law ini. Hati-hati dan waspadalah. Saranku sebaiknya tidak perlu mengikuti rencana aksi 23 Maret 2020 termasuk aksi-aksi yang menolak RUU Omnibus Law, karena membahayakan masa depan kalangan mahasiswa dan nasib buruh itu sendiri. Semoga.(**)
Oleh: Victor Alfons Jigibalom, penulis adalah pemerhati masalah ekonomi dan politik nasional.
Editor: Harian Momentum