MOMENTUM, Bandarlampung--Oknum polisi di bawah naungan Polda Lampung diduga melakukan intimidasi terhadap sejumlah wartawan.
Insiden itu terjadi ketika para wartawan melakukan peliputan aksi tolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang terpusat di Komplek Perkantoran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung, Rabu (7-10-2020).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Jumat (9-10-2020), setidaknya empat wartawan diketahui mengalami intimidasi dari oknum polisi.
"Pada Rabu 7 Oktober 2020, Syahrudin jurnalis lampungsegalow.co.id dan Heridho jurnalis Lampungone.com mendapat intimidasi dari oknum polisi berpakaian preman di Jalan Wolter Monginsidi, Telukbetung," kata Ketua AJI Bandarlampung, Hendri Sihaloho melalui rilis yang diterima harianmomentum.com, Jumat (9-10).
Waktu itu, keduanya meliput kericuhan antara para pedemo dengan aparat.
Mereka merekam aksi aparat yang sedang memukuli salah satu pelajar menggunakan besi dan kayu.
Kemudian, oknum polisi membentak mereka dan memaksa agar menghapus rekaman video.
Kejadian serupa dialami oleh Hari Ajahar, jurnalis Radar Lampung Radio dan Angga jurnalis Metro TV.
Mereka mengalami intimidasi saat meliput aksi sweeping oleh anggota kepolisian.
"Waktu itu, mereka mengambil video penyisiran sejumlah titik, di mana aparat menghalau pelajar yang hendak mengikuti aksi di Bundaran Tugu Adipura. Mereka kemudian dipaksa oknum polisi untuk menghapus foto dan rekaman video aparat memukuli para siswa," beber Hendri.
Atas insiden itu, Hendri mengingatkan kepolisian untuk menghormati Undang-undang Pers.
Sebab, keberadaan jurnalis di lapangan bertugas melaporkan realitas demonstrasi penolakan Omnibus Law kepada publik.
Hal senada dikatakan Ketua IJTI Lampung, Hendri Yansah. Dia juga mengecam tindakan anggota kepolisian yang mengintimidasi dan mengancam jurnalis saat meliput aksi demonstrasi penolakan Omnibus Law.
Menurutnya, polisi berlaku semena-mena terhadap wartawan. Padahal, pekerjaan jurnalis dilindungi UU 40/1999 tentang Pers.
"IJTI mengimbau rekan-rekan wartawan untuk berhati-hati saat meliput di lapangan. Selain itu, polisi harus memberi perlindungan dan mesti tahu yang mana wartawan dan pedemo," tegasnya.
Sementara, wartawan Lampungone.com Heridho mengatakan, kronologis intimidasi oleh petugas kepolisian bermula saat para pelajar hendak memulai aksi unjuk rasa di lingkungan Kantor DPRD Lampung.
"Sebelum memulai aksi, puluhan pelajar hendak berkumpul di Jalan Wolter Monginsidi. Namun, Satuan Sabhara sudah mulai memblokade depan gerbang (menuju Kantor DPRD, red)," kata Heridho.
Kemudian, lanjut dia, dari arah lampu merah depan gerbang menuju Kantor DPRD Lampung, Satuan Sabhara satu persatu mulai mendekati para pelajar tersebut.
"Kemudian, petugas kepolisian mulai menangkap. Terus aksi itu saya rekam video," sebutnya.
Kemudian video itu, diminta untuk dihapus oleh salah satu oknum petugas kepolisian yang mengenakan pakaian sipil.
"Alasannya, karena dia tau di video penangkapan itu ada unsur kekerasan. Awalnya dia nanya saya dari mana sambil membentak, saya jawab dari media. Kemudian petugas yang mengenakan pakaian sipil itu meminta saya menghapus rekaman video itu (kekerasan terhadap pelajar, red)," tuturnya.(**)
Laporan: Rifat/Vino
Editor: Agung Chandra
Editor: Harian Momentum