Sejarah Baru soal Singkong, Petani dan Pengusaha Teken Enam Kesepakatan

img
Rapat pewakilan petani an pengusaha singkong di Waykanan. Foto. Vit.

MOMENTUM, Waykanan--Harga singkong murah, petani rugi besar! Hampir bisa dipastikan tidak ada orang --rakyat maupun pejabat-- di Lampung yang terkejut dengan seperti informasi itu. 

Bahkan, kabar yang lebih mengenaskan pun sepertinya tak menarik disimak. Seperti petani yang membiarkan singkongnya membusuk dimakan tanah. Karena kalapun dipanen, justru rugi. Hasil menjual singkongnya tak cukup untuk sekadar membayar ongkos cabut.

Kondisi seperti itu sudah berlangsung bertahun-tahun sepanjang sejarah perkembangan komoditas singkong di Lampung. 

Di tengah keterpurukan petani singkong, ada setitik harapan dari Kabupaten Waykanan. Sekelompok masyarakat yang menamakan diri Aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) berupaya memperjuangkan nasib petani singkong.

Setelah sempat melakukan protes di jalanan, akhirnya Pemerintah Kabupaten Waykanan menggelar pertemuan membahas masalah singkong. Pertemuan berlangsung di ruang rapat utama Pemkab Waykanan di Blambanganumpu, Rabu (11-11-2020).

Rapat mempertemukan Aliansi PPRL Waykanan dengan perusahaan pabrik tapioka yang ada di wilayah Waykanan yang diwakili oleh Pimpinan CV Gajahmada Internusa.

Rapat dihadiri para pejabat di Waykanan. Antara lain Sekretaris Daerah Saipul, Komisi II DPRD Abu Rizal Setiawan, Kanit III Satuan Intelkam Bripka Feby Ariespranto, dan dipimpin Asisten I Bidang Pemerintaha dan Kesra.

Turut hadir, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kussarwono, kepala dan pejabat antara lain dari Dinas Perkebunan, Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Peternakan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM.

Rapat membahas tuntutan petani singkong yang disampaikan Aliansi PPRL kepada pemerintah daerah. Yaitu, perusahaan diminta menaikkan harga singkong, tidak ada permainan harga, transparansi penimbangan singkong, potongan/rafaksi maksimal 12 persen.

PPRL juga menuntut penghapusan pungutan-pungutan. Seperti uang satpam buka portal, biaya tempat penumpukan singkong, insentif sopir dan biaya ampera. 

Kemudian, masyarakat juga menuntut agar tidak ada perantara/agen, perusahaan memprioritaskan singkong petani yang berasal dari Kabupaten Waykanan.

Setelah berlangsung beberapa jam, Aliansi PPRL dan pihak perusahaan serta peserta rapat lainnya menghasilkan enam poin kesepakatan.

Pertama, dengan semangat mensejahterakan masyarakat, pihak pabrik akan berupaya menyesuaikan kenaikan harga singkong sesuai harga pasar secara umum di wilayah Provinsi Lampung.

Pihak perusahaan tidak akan mempermainkan harga singkoang, baik pada hari besar tertentu maupun pada musim tertentu. 

Namun untuk mengurangi penumpukan barang dan menghindari kelebihan kapasitas produksi perusahaan atau kemapuan jual sagu yang menurun, perusahaan menggunakan strategi pembatasan pembelian singkong.

Poin kedua, saat menimbang singkong yang masih berada di kendaraan akan dilakukan secara transparan dengan menampilkan hasil timbang yang bisa dilihat petani atau pemilik singkong dan sopir. Ada dokumentasi digital yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Selanjutnya, upaya pelayanan prima serta memelihara kepercayaan masyarakat, perusahaan akan melakukan tera ulang terhadap alat timbang secara berkala minimal setahun sekali.

Poin ketiga terkait dengan potongan atau refaksi disesuaikan dengan kadar aci singkong. Testernya dengan menggunakan pengukur kadar aci yang standar. Tester akan ditera setahun sekali.

Dengan ketentuan, kadar aci 10 sampai 11 persen dikenakan potongan sebesar 30 persen. Kadar aci singkong 12 sampai  13 persen refaksinya 25 persen. Kadar aci 14 sampai  15 persen refaksinya 21 persen. Kadar aci 16 sampai  18 persen besar refaksi 18 persen.  Kadar aci 19 sampai 21 persen rafaksinya 17 persen. Kadar aci 22 sampai 24 persen refaksinya 14 persen. Kadar aci 25 sampai 27 persen refaksinya 12 persen. Kadar aci 28 sampai 30 persen refaksinya 10 persen.

Dengan catatan, singkong yang diterima dalam keadaan kering, bersih tanpa tanah dan tanpa bonggol. Proses pengukuran kadar aci memerlukan waktu sekitar 10 menit dan dilakukan secara transparan dengan mengajak petani penjual/sopir yang dipercayakan pada proses tester. Sehingga langsung diketahui hasilnya.

Kesepakatan keempat, perusahaan tidak membebani biaya uang satpam buka portal, biaya tempat penumpukan singkong dan biaya insentif sopir. Biaya upah penurunan/bongkar singkong ditetapkan Rp7/Kg dan biaya ampera mobil kecil Rp12 ribu dan mobil besar Rp25 ribu.

Poin kelima, perusahaan singkong tidak menunjuk agen atau perantara penjualan singkong ke pabrik. Petani dalam menjual hasil panennya langsung ke perusahaan/pabrik. Perusahaan akan memprioritaskan singkong yang berasal dari wilayah Kabupaten Waykanan. Proses antrean sesuai dengan waktu masuk/ kedatangan kendaraan tanpa kecuali terdapat pada poin keenam.

Perusahaan juga wajib memasang plang harga pembelian singkong di depan pintu gerbang sebelum masuk pabrik, dan pembelian sesuai dengan harga yang tertera di plang pengumuman.

Dalam pembahasan kesepakatan tersebut juga dijelaskan bahwa jika ada keinginan dari salah satu pihak untuk meninjau kesepakatan tersebut, akan dilakukan musyawarah mufakat kembali yang difasilitasi oleh pemerintah daerah.

Hasil kesepatantersebut ditandatangani petani singkong Waykanan diwakili Aliansi PPRL Adi Wijaya, perusahaan singkong diwakili CV Gajahmada Internusa, Harijadi Teten. 

Turut menandatangani sebgai saksi, DPRD Way Kanan Komisi II Aburizal Setiawan, Polres Waykanan Feby Ariespranto, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra, Kadis Indag, Kadis TPHP, Kadis Koperasi dan UKM serta Kabag Perekonomian Setdakab yang diketahui oleh Sekretaris Daerah Kabupaten atas nama Pjs. Bupati Waykanan Mulyadi Irsan. (*)

Laporan: Vita.

Editor: M Furqon.






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos