Perusakan APK Masuk Kejaksaan, Pengacara Pelapor-Terlapor Adu Argumen

img
Pengacara tersangka, Juendi Leksa Utama (kiri) dan pengacara pihak pelapor Ahmad Handoko. Foto: ist

MOMENTUM, Bandarlampung--Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bandarlampung menarik perhatian banyak pihak. Berbagai polemik muncul jelang pilkada di Kota Tapis Berseri.

Mulai dari keributan antara oknum aparatur di kota setempat dengan pasangan calon kepala daerah (paslonkada) atau tim suksesnya, sampai kasus dugaan tidak netralnya aparatur sipil negara (ASN).

Memasuki masa kampanye, polemik tak kunjung reda. Teranyar, oknum lurah dan enam aparaturnya di Kelurahan Beringinjaya, Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung dilaporkan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) kota setempat. 

Tuduhannya, melakukan perusakan Alat Peraga Kampanye (APK) milik pasangan calon kepala daerah (paslonkada) nomor urut 2, M Yusuf Kohar - Tulus Purnomo, pada November lalu.

Kasus itu pun menarik perhatian publik. Sebab, dari belasan laporan yang masuk ke Sentra Gakkumdu kota setempat, baru perkara itu yang dilimpahkan ke kepolisian. 

Penyidik kepolisian pun telah menetapkan satu tersangka, berinisial AE yang merupakan oknum Ketua Rukun Tetangga (RT). Sementara oknum lurah dan lima terlapor lainnya masih berstatus saksi.

Menariknya, sejak awal perkara itu ditangani oleh kepolisian, AE tak kunjung memenuhi panggilan petugas. 

Hingga akhirnya perkara itu dilimpahkan ke kejaksaan, Selasa (1-12-2020), tersangka pun diduga melarikan diri dan akan masuk daftar pencarian orang (DPO). 

Saat ini Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Bandarlampung masih berupaya melakukan penyelidikan. Mencari keberadaan tersangka.

Terkait kabar yang menyebut bahwa AE melarikan diri, Juendi Leksa Utama selaku kuasa hukum tersangka mengaku baru mendengar informasi tersebut.

"Saya yakin klien kita menghormati proses peradilan. Masalah kabuar atau tidak, saya tidak yakin dia kabur. Kalau klien kami betul kabur, kami (kuasa hukum tersangka, red) pasti mundur lah," kata dia saat dikonfirmasi harianmomentum.com melalui sambungan telepon, Selasa (1-12-2020). 

Meski demikian, Juendi mengakui bahwa sejak panggilan pertama dilayangkan penyidik kepolisian, kliennya tidak hadir. 

Ketidak hadiran itu karena mereka masih menempuh upaya hukum berupa prapradilan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang.

"Dari panggilan pertama, kita sudah sampaikan surat untuk menghormati dan memenuhi hak terangka yang ditujukan ke Kasat Reskrim. Karena masih dalam upaya hukum prapradilan," jelasnya.

Untuk itu, sejak awal Juendi berharap para penyidik yang tergabung di sentra gakkumdu (baik kepolisian atau kejaksaan) bisa melakukan penundaan upaya hukum, termasuk pemeriksaan tersangka. Sampai ada keputusan dari hakim di sidang prapradilan.

"Kami mintanya sampai ada putusan inkrah dari upaya hukum prapradilan. Tapi mereka meresponnya seprti apa kami tidak tahu," ucapnya.

Namun idealnya, sambung dia, para penyidik harusnya mau menunggu sejenak sampai ada putusan prapradilan. 

Prapradilan ditempuh untuk membuktikan dalil dari pihak terlapor, bahwa mereka tidak bersalah.

"Jangan sampai proeses yang dilakukan sentra gakkumdu itu justru berpotensi melanggar hak asasi manusia," ujarnya.

Juendi juga berharap, sentra gakkumdu kota setempat bisa hadir pada sidang prapradilan yang digelar perdana pada Rabu (1-12-2020). 

"Kita harapkan semuanya besok bisa hadir. Dari termohon, dan mohon didampingi Bawaslu dan Kejaksaan. Dalam perkara ini jangan sampai kekuasaan kehakiman tidak dihormati," harapnya.

Baca juga: Tersangka Perusakan APK Paslonkada 'Diduga Kabur'

Terpisah, kuasa hukum dari pihak pelapor, Ahmad Handoko menyatakan, sentra gakkumdu sudah benar dalam melaksanakan proeses hukum penanganan dugaan pidana pemilu tersebut. Termasuk pihak kepolisian.

"Kalau dari penyidik saya berpandangan mereka tetap objektif. Bahkan penyidik sampai menetapkan DPO, dalam waktu cepat. Dalam hal ini masalahnya karena tersangka tidak kooperatif," kata Handoko melalui sambunga telapon.

Hal itu dibuktikan dengan ketidak hadiran tersangka dalam memenuhi pemanggilan penyidik kepolisian. "Seharusnya kalau dia kooperatif malah akan dimudahkan," ujarnya.

Tapi dengan status DPO tersebut, sambung Handoko, menunjukkan adanya hal-hal yang kontra produkstif dengan pembelaan selama ini.

"Sebelumnya kan mereka berdalil melalui pengacaranya bahwa mereka tidak bersalah. Dia tidak mengakui (merusak APK, red). Tapi di lain sisi dia malah menghidar, sampai ditetapkan DPO," tegasnya. 

Seorang DPO, kata Handoko, tidak berhak melakukan pembelaan hukum. "Ini semakin menimbulkan kesan dugaan bahwa benar dia pelakunya dan dia layak untk diproese hukum," jelasnya.(**)

Laporan/Editor: Agung Chandra W






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos