MOMENTUM,
Bandarlampung--Upaya mantan Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota
Bandarlampung, Juanda, dalam menolak hasil keputusan Musyawarah Cabang (Muscab)
menemui jalan buntu.
Berbagai
usaha yang telah dilakukan, mulai dari menggelar aksi di Dewan Pimpinan Wilayah
(DPW), hingga menyurati Dewan Pimpinan Pusat (DPW) belum juga membuahkan hasil.
“Sampai
sekarang baik DPP atau DPW belum juga ada yang memberikan pernyataan. Kami juga
masih menunggu, apa tindak lanjut dari DPP kedepannya. Surat kami belum
mendapat balasan,” kata Juanda pada harianmomentum.com, Senin (29-3-2021).
Meski
demikian, Juanda menegaskan bahwa perjuangan belum usai. “Kami memang menemui
jalan buntu. Tapi kami masih mencari celah, agar kebenaran di tubuh PKB bisa
terwujud. Jelas-jelas muscab yang telah terselenggara itu melanggar AD/ART,”
ucapnya.
Pelanggaran
AD/ART yang dimaksud diantaranya tidak kuorumnya peserta muscab. Namun hasilnya
tetap saja dianggap sah dan diteruskan ke DPP.
“Tapi sampai
sekarang kan belum ada SK (surat keputusan) resminya dari DPP. SK
kepengurusannya pun belum turun. Kami masih menunggu itu,” ucapnya.
Sebelumnya
Juanda menyatakan tidak mengakui hasil Muscab PKB Bandarlampung yang menetapkan
Robiatul Adawiyah (Dwi) sebagai ketua DPC.
Juanda
menyebut jika Muscab tersebut abal-abal, lantaran mekanisme peralihan pimpinan
sidang Muscab yang dipimpin utusan DPP PKB ke pimpinan sidang yang baru utusan
DPW PKB Lampung tidak sesuai mekanisme organisasi.
Selain itu, sempat tersebar kabar bahwa Muscab PKB
Kota Bandarlampung yang digelar pada 6 Maret 2021 telah dikotori dengan aksi
politik uang.
Tujuannya,
agar kepemimpinan PKB Kota Bandarlampung yang baru mendapat persetujuan dari
Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC) di kota setempat.
Informasi
itu dibeberkan oleh mantan Ketua Badan Saksi dan Pemenangan (BSP) PKB Kota
Bandarlampung, Yuridis Mahendra kepada harianmomentum.com,
Sabtu (14-3-2021).
“Pasca
terselenggaranya muscab, ketua terpilih Robiatul Adawiyah memanggil pengurus
DPAC untuk meminta tanda tangan kesepakatan hasil muscab,” kata Yuridis.
Bagi
DPAC yang mau tandatangan atau sepakat dengan kepengurusan yang baru,
mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalannya.
“Informasinya,
nilai uang yang diterima bervariatif. Ada yang Rp500 ribu, dan ada yang Rp750
ribu per orang,” beber Yuridis.
Menurut
dia, mayoritas pengurus DPAC telah mengetahui adanya politik uang tersebut.
“Uang tersebut untuk apa saya tidak tau. Tapi yang jelas hasil muscab itu
kotor,” tegasnya.
Ketua
DPAC Tanjungkarang Pusat (TkP), Ihsan Nuhi membenarkan adanya pembagian sejumlah
uang bagi pengurus yang menandatangani hasil muscab.
“Ada
teman DPAC nelepon saya untuk hadir di Ayam Penyet Surabaya. Itu nelepon bukan
perihal tandatangan, tapi ngajak makan siang bersama dan ngobrol masalah
pekerjaan. Ternyata sampai sana sudah ramai dan disuruh tandatangan,” kata
Ihsan saat dikonfirmasi melalui telepon.
Di
hari yang sama, Ihsan juga ditawarkan untuk mendapat sejumlah uang melalui
sambungan telepon dan pesan whatsapp. Syaratnya mau tandatangan, menyetujui
hasil muscab dan kepengurusan yang baru dibawah kepemimpinan Robiatul Adawiah.
“Saya
juga ditawarkan, tapi saya tidak mau terima. Karena saya tidak cari uang di
PKB, dan menurut saya kepemimpinan ketua kami (Juanda, red) tabayun meski tidak
memberi uang,” ungkapnya.
Sayangnya,
sudah hampir sebulan polemik tersebut terjadi, namun para pengurus DPW PKB
Lampung lebih memilih bungkam (diam) atau tidak mau berkomentar. Begitu juga
dengan Ketua DPW PKB Lampung Chusnunia.
Ketua DPC PKB yang dipilih dalam Muscab di Kota Bandarlampung Robiatul juga melakukan hal yang sama. Enggan untuk menyampaikan tanggapannya ke media massa terkait polemik tersebut.(**)
Laporan/Editor: Agung Chandra Widi
Editor: Harian Momentum