MOMENTUM, Bandarlampung--Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandarlampung menyelenggarakan diskusi secara virtual, Senin (26-7-2021).
"Diskusi bertema Seri Pendidikan Pemilih: Literasi Demokrasi dan Kepemiluan itu dilaksanakan guna membahas masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemilu," ujar Ketua KPU Bandarlampung Dedy Triadi.
Dia mengatakan, diskusi itu juga sebagai bagian dari sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran politik, literasi dan kesadaran masyarakat. "Pekerjaan ini sangat berat karena hasilnya akan terlihat setelah tahapan pemilu," ujar Dedy.
Tiga pemateri yang dihadirkan dalam diskusi ini yakni Fery Triatmojo Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Bandarlampung, Yoso Muliawan dan Erizal, Wakil Komisi Informasi (KI) Provinsi Lampung.
Dalam paparannya Fery menyampaikan, partisipasi pemilih secara nasional pada Pemilu tahun 2019 sangat tinggi, yakni mencapai 80,90 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari target yang ditetapkan KPU, yakni sebesar 77,5 persen.
Lalu pada Pemilihan Legislatif tahun 2014 tingkat partisipasi pemilihnya cukup tinggi yakni 75,2 persen namun angka golput juga tinggi, yakni 24,8 persen. Pada Pemilihan Presiden 2014 angka pemilih ada 70,9 persen dengan 29,1 persen golput.
Sementara di Bandarlampung, pada Pemilihan Walikota tahun 2015 angka partisipasi pemilih 66,63 persen. Angka ini naik menjadi 69,13 persen pada Pilwakot 2020 lalu. Namun, angka ini masih jauh dari target KPU yakni 77,5 persen.
Dia mengungkapkan, ada empat alasan masyarakat tidak memilih atau golput diantaranya apatis, yang mana pemilih tidak punya minat terhadap orang lain, situasi atau gejala-gejala.
Kemudian, Sinisme, atau ada kecurigaan suaranya akan digunakan untuk hal-hal yang tidak baik, melihat politik adalah urusan yang kotor dan tidak dapat dipercaya.
"Alienasi, orang merasa mereka terpinggirkan dari politik pemerintah berjalan sendiri dan nasibnya dia sendiri yang ngurusi dan Anomie, istilahnya karena menganggap melih atau tidak itu tidak urgent, sehingga mereka tidak terlalu peduli," paparnya.
Namun demikian, kata Fery, kabar baiknya adalah masyarakat yang memilih sudah memilih kepala daerah berdasarkan kesadaran politik dan berdasarkan kapasitas. Selain itu, muncul berbagai relawan pemilu yang menunjukkan sudah ada kesadaran masyarakat atas hak politiknya.
Sementara Wakil KI Lampung Erizal menambahkan, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu berkewajiban membuka informasi kepada publik, kecuali informasi yang memang dikecualikan.
Hal tersebut, kata dia, selaras dengan program pemerintah terkait keterbukaan informasi publik.(iwd)
Editor: Harian Momentum