MOMENTUM, Bandarlampung--Buruh menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) Lampung sebesar 5 persen. Dalam aksinya, buruh akan mengambil langkah mogok nasional pada 6-8 Desember 2021 jika tidak ada respon positif terhadap tuntutan hingga 5 Desember mendatang.
Erick Mediartha, Ketua Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Elektronik Elektrik (SPEE) FSPMI mengatakan hasil aksi kemarin di dinas belum merasa optimal, lalu keluar hasil nilai UMP yang tidak sesuai dan tidak menyejahterakan buruh.
"Pada tanggal 25 November kita sudah menyampaikan pernyataan sikap berdasarkan keputusan MK. Kalau Undang-undang Cipta Kerja tidak dihapus akan menjadi cacat permanen karena sifatnya inkonstutisional, dan saat ini UU tersebut sudah cacat," kata Erick, Rab8u (1-12).
Para buruh menolak adanya UU Cipta Kerja, meminta gubernur untuk cabut SK UMP tahun 2022, revisi SK UMP tahun 2022 dengan kenaikan 5persen, naikkan upah minimum kabupaten kota Lampung sebanyak 7 hingga 10 persen.
"Kami meminta kepada gubernur, khususnya cabut SK UMK Lampung Selatan, UMK Lamsel hanya naik sebesar Rp7ribu," ujar Erick.
Menurutnya, biaya hidup di kota besar dengan di Lampung itu sama. Dia mencontohkan harga pecel lele di Jakarta dan Lampung sama. "Artinya biaya hidup kita sama dengan Jakarta," ucapnya.
Dia menegaskan jika sampai tanggal 5 Desember tidak ada progress yang jelas akan ada mogok kerja nasional pada tanggal 6-8 Desember mendatang.
Sementara itu, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra, Qodrarul Ikhwan menanggappi pendapat dari para buruh yang diundang dan menyampaikan UMP adalah upah minimum yang artinya paling kecil yang akan diterima, tergantung kesanggupan perusahaan.
"Maksimalnya itu tidak terhingga tergantung perusahaannya. Jadi bukan berarti upahnya segitu, tapi itu paling kecil yang kami tetapkan,"
Menurutnya, UMP Lampung lebih besar dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Namun demikian, Ikhwan mengatakan kita tidak bisa membandingkan ini hanya dari 1 sisi, "kalau segi pecel lele harganya sama. Tapi dari sayuran kita jauh lebih murah dari Jakarta," ujar Ikhwan.
Dia mengungkapkan tidak bisa menetapkan upah minimum yang terlalu memberatkan pemberi kerja, atau perusahaan, "kita akan lakukan dialog dengan pabrik, perusahaan," tutup Qodrarul Ikhwan.(**)
Laporan: Glenn KS
Editor: Agus Setyawan
Editor: Harian Momentum