Harianmomentum.com-- Kenaikan daya saing dari 14 ke 11 nasional membuat
Provinsi Lampung berpeluang menjadi lokomotif perekonomian Sumatera.
Syaratnya, Pemerintah Provinsi Lampung harus konsisten mempertahankan
kondisi sebagai daerah ramah investasi.
"Daya saing daerah sangat ditentukan oleh pemerintah dalam memberi
ruang dan suasana yang konsisten kepada para pebisnis. Saya menghargai upaya
Gubernur Lampung yang luar biasa. Tetapi dari pengalaman saya, tidak cukup
hanya Gubernur yang bergerak. Para bupati harus dirangsang kuat untuk ikut
terlibat," kata Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia
(APPSI), Syahrul Yasin Limpo, di Manasseh Meyer Building, Lee Kuan Yew School
of Public Policy, Bukit Timah, Singapura, Jumat (24/11).
Pernyataan tersebut dia sampaikan terkait kenaikan daya saing Lampung ke
posisi 11 nasional hasil penelitian Lembaga pengkajian daya saing Asia
Competitiveness Institute (ACI) National University of Singapore (NUS).
Syahrul Yasin Limpo yang juga Gubernur Sulawesi Selatan dan Gubernur
Lampung Muhammad Ridho Ficardo tampil pada sesi diskusi akademisi. Keduanya
diundang berbicara di depan para akademisi karena dinilai konsisten
meningkatkan daya saing provinsi masing-masing.
Menurut Syahrul, posisi Lampung sama dengan Sulawesi Selatan. Lampung
sebagai pintu gerbang Sumatera dan Sulawesi Selatan sebagai pintu gerbang
menuju Indonesia timur.
Pencapaian itu harus menjadi modal bagi Gubernur Ridho dalam menjadikan
Lampung sebagai lokomotif pembangunan Sumatera. "Lampung harus jadi
jembatan Jawa-Sumatera," kata Syahrul.
Pencapaian itu, kata Syahrul, dicapai berkat kegigihan Pemerintah Provinsi
Lampung dan kepercayaan pengusaha kepada Lampung.
Walaupun pemerintahan bagus, namun tidak didukung kepercayaan pengusaha,
tidak akan menaikkan daya saing daerah.
"Itu membutuhkan pengondisian agar pengusaha percaya. Harus win-win
karena pengusaha dan pemerintah sama-sama punya kepentingan," kata Syahrul
Yasin Limpo.
Melihat makin tingginya kenaikan daya saing Lampung, sebagai Ketua APPSI,
dia menilai sudah saatnya pemerintah pusat lebih banyak meratakan pembangunan
ke daerah.
"Kekuatan Indonesia itu tidak lagi di Jakarta, tapi di semua sudut
Indonesia. Kekuatan Indonesia itu seperti apa kekuatan provinsi. Oleh karena
itu, pemerintah pusat memberikan dukungan, bukan menarik kewenangan itu ke atas
sehingga daerah bisa berkembang lebih luas," kata Syahrul.
Pada sesi penyampaian daya saing, Gubernur Ridho memaparkan Lampung
memiliki semua syarat untuk berkembang menjadi lokomotif Sumatera. Kondisi
komparatif seperti Jalan Tol Trans Sumatera, Bandara Radin Inten II, Pelabuhan
Panjang, dan penyeberangan Bakauheni-Merak, merupakan konektivitas yang membuat
Lampung menjadi daerah tujuan investasi.
"Lampung surplus di bidang pangan seperti beras, jagung, singkong, dan
ternak. Singapura tak jauh dari Lampung dan tak lama lagi konektivitas
Lampung-Singapura akan terjalin. Kami tengah membenahi berbagai persoalan
infrastruktur dengan mengalokasikan dana besar agar industrialisasi dan hilirisasi
hasil pertanian makin berkembang. Kami komitmen menjadikan Lampung sebagai
provinsi ramah investasi," kata Gubernur Ridho.
Fokus pembangunan Lampung yakni pertanian, industri, dan pariwisata,
menurut Ridho didukung terus membaiknya keamanan. Salah satu bentuknya,
Kementerian Dalam Negeri secara konsisten menetapkan Lampung pada posisi
pertama dalam penyelesaian konflik. "Dengan kenaikan daya saing ini, kami
berharap dapat membuat lompatan tinggi terhadap pembangunan Lampung," kata
Ridho.
Sejak 2015, ACI meneliti daya saing 34 provinsi di Indonesia dengan memakai
sejumlah indikator. Hasilnya, daya saing Lampung konsisten naik dari posisi 25,
kemudian 14, dan terakhir 11 nasional. ACI bahkan menempatkan dua indikator
yakni keuangan, bisnis, dan tenaga kerja, Lampung bahkan menyodok di posisi 9
nasional dari semula 21 pada 2015. Kemudian, pada indikator pemerintah dan
institusi publik, Lampung di posisi delapan dari sebelumnya dari peringkat 28
nasional.
Melihat tren itu, Lampung berpeluang masuk 10 besar daya saing nasional
karena dua dari empat indikatornya berada di 10 besar nasional. Kenaikan tajam
daya saing itu, membuat ACI kini menempatkan Lampung di zona competitiveness.
Untuk itu, Lampung harus bersaing dengan Sulawesi Selatan, Bali, Kepulauan
Riau, dan seluruh provinsi di Pulau Jawa, agar masuk 10 besar.
"Indikator daya saing ini dijadikan para pengusaha untuk menilai apakah suatu provinsi layak dijadikan tempat berinvestasi. Pemeringkatan yang kami buat menjadi salah satu acuan dan hasil penelitian ini kami sebarkan ke berbagai negara sebagai kajian akademis," kata Research Fellow and Deputy Director ACI, Mulya Amri, pada seminar tersebut. (rls)
Editor: Harian Momentum