Komoditas Singkong Tak Jelas, Petani Alih Fungsi Lahan ke Padi dan Jagung

img
Ketua Komisi II DPRD Lampung, Ahmad Basuki saat diwawancara. Foto: Ikhsan

MOMENTUM, Bandarlampung--Polemik ketetapan harga singkong di Lampung masih terus bergejolak.

Harapan petani untuk hasil panennya dibeli dengan harga yang layak tak kunjung mencapai asa.

Bahkan keputusan Kementerian Pertanian (Kementan) juga tak mampu dijalankan perusahaan.

Lantas, mungkinkah para petani singkong hijrah ke komoditas padi dan jagung?

Ketua Komisi II DPRD Lampung, Ahmad Basuki mengatakan, saat ini Panitia Khusus (Pansus) tataniaga singkong masih terus memformulasikan terkait harga tersebut. 

"Terkait dengan persoalan singkong, pansus sampai hari ini terus masih memformulasikan, memang sedikit lumayan polemik. Keputusan menteri sampai hari ini saja tidak diikuti. Yang jelaskan ini sedang menjelang lebaran, kebutuhan petani terkait dengan lebaran ini kan cukup tinggi, sementara salah satu aset mereka terhambat, pabrik banyak yang tutup dan beberapa ada yang buka-tutup," kata Mas Abas--sapaan akrabnya--, Senin (17-3-2025).

Ia membenarkan, atas harga yang masih jauh dari kesepakatan yang telah diusulkan sebelumnya senilai Rp1.400 per kilogram.

Abas menyampaikan, saat ini petani sangat merasakan kejenuhan dan diprediksi bakal beralih ke komoditas jagung dan padi.

"Kita masih terus memformulasikan skenario-skenarionya. Karena masyarakat juga sudah jenuh. Ada informasi juga dari kawan-kawan di daerah ini para petani sudah mulai mengalihkan lahannya untuk nanam jagung, padi dan sebagainya," jelasnya.

Menurutnya, hal itu layak dilakukan para petani. Melihat persoalan singkong yang tak kunjung menemui titik terang. Kalaupun pabrik menerima singkong, sudah dipastikan bakal mengalami antrean panjang.

"Saya pikir itu biar kita tidak ketergantungan, dengan menanam singkong yang sampai hari ini harganya belum jelas. Mungkin lebih baik nanam jagung atau padi yang komoditasnya dilindungi oleh pemerintahan Pak Prabowo. Padi dibeli Rp6.500, Rp5.500 untuk jagung saya pikir lebih menarik itu ketimbang menanem singkong yang sampai hari ini kejadiannya masih seperti ini," terangnya.

Terkait perkembangan ramu ulang harga singkong, Abas menuturkan, sangat perlu diberlakukan keterlibatan beberapa asosiasi untuk membentuk tim terpadu. Baik petani, perusahaan dan pemerintah yang kemudian nantinya menjadi rekomendasi hasil pansus.

"Memang sepertinya perlu, contohnya di Sumsel itu memang beda komoditas. Kalau disana itu sawit, untuk menetapkan harga tandan buah segar sawit itu ada timnya, tim terpadu penentuan harga. Baik dari pemrpov, asosiasi pabrik CPO, asosiasi dan koperasi petani kelapa sawit, itu setiap dua minggu sekali berkumpul difasilitasi Pemprov melalui tim terpadu itu untuk menentukan harga sawit dua mingguan," tuturnya.

"Jadi kalo ini bisa dilakukan di Lampung untuk komoditas singkong ini, saya pikir bisa jadi menarik. Jadi nanti salah satu rekomendasi pansus itu membentuk tim terpadu untuk menentukan harga secara update. Jadi semua dilibatkan, baik petani, pabrik dan Pemda," tandasnya.

Menyoal beralihnya petani singkong, untuk bercocok tanam dengan komoditas tanaman lain juga dibenarkan oleh salah satu petani asal Lampung Timur, Ahmad Rifai.

Rifai menyampaikan, beberapa petani di lingkungannya telah mengalihfungsikan lahan dengan menanam padi ataupun jagung.

"Saya sendiri pun dari lahan yang saya punya, yang tadinya keseluruhan saya tanam singkong sekarang setengahnya saya tanami jagung," ungkapnya.

Baginya, tanaman singkong memang tidak membutuhkan perawatan ekstra seperti jagung. Namun, dengan harga yang tak layak dan waktu tanam yang panjang, lebih menghasilkan tanaman lainnya.

"Karena musim sebelumnya cuaca tidak mendukung dan kita kehabisan modal, jadi sekarang juga masih menanam singkong. Walaupun tidak seperti biasanya," jelasnya.

Dia berharap, perusahaan tidak selalu kucing-kucingan soal harga hasil penen. 

"Ya harapannya, baik singkong, padi, jagung ataupun sawit ini harganya bisa membaik dan layak. Dulu kita rela menebang karet untuk beralih ke sektor palawija," tandasnya.

Hal serupa juga dilakukan Erfan, petani asal Jati Agung Lampung selatan. Dari tiga hektare lahan miliknya yang sebelumnya ditanami singkong, saat ini telah dialihfungsikan ke tanaman padi.

"Kami petani terus dihantui kecemasan bila diteruskan menanam singkong. Untuk menjual satu truk saja harus antre tiga malam. Itupun belum tentu diterima pabrik," kata Erfan.

"Sekarang kami putuskan menanam padi di lahan darat, semoga hasilnya bisa mengembalikan modal dan bisa untung," harapnya. (**)






Editor: Agus Setyawan





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos